Laman

mars JSL (JOGJA SUPRA LOVERS)

http://www.youtube.com/watch?v=_tZ9uIE7Dmg

Entri Populer

Selasa, 21 Desember 2010

Aliran Transenden

Berbeda dari motif aliran pertama yang diwarnai pendekatan sosiologis, motif aliran kedua yang didominasi oleh pendekatan filosofis dan teologis Barat justru kebalikan dari motif aliran pertama. Kalangan filosof dan teolog justru menolak arus modernisasi dan globalisasi yang cenderung mengetepikan agama itu dengan berusaha mempertahankan tradisi yang terdapat dalam agama-agama itu. Yang pertama memakai pendekatan sosiologis, sedangkan yang kedua memakai pendekatan religious filosofis.

Solusi yang ditawarkan oleh aliran kedua adalah pendekatan religious filosofis dan membela eksistensi agama-agama. Bagi kelompok ini agama tidak bisa di rubah begitu saja dengan mengikuti zaman globalisasi, zaman modern ataupun post-modern yang telah meminggirkan agama itu. Agama tidak bisa dilihat hanya dari perspektif sosilogis ataupun histories dan tidak pula dihilangkan identitasnya. Kelompok ini lalu memperkenalkan pendekatan tradisional dan mengangkat konsep-konsep yang diambil secara parallel dari tradisi agama-agama. Salah satu konsep utama kelompok ini adalah konsep sophia perrenis yang diterjemahkan kedalam bahasa Hindu menjadi Sanata Dharma atau kedalam bahasa Arab menjadi al-Íikmah al-khÉlidah.

Konsep ini mengandung pandangan bahwa di dalam setiap agama terdapat
tradisi-tradisi sakral yang perlu dihidupkan dan dipelihara secara adil, tanpa menganggap salah satunya lebih superior dari pada yang lain. Agama bagi aliran ini adalah bagaikan “jalan-jalan yang mengantarkan ke puncak yang sama” (“all paths lead to the same summit). Aliran kedua ini mengusung ide kesatuan transenden agama-agama (Transcendent Unity of Religions). Penggagas awalnya Fritjhof Schuon yang diilhami oleh Rene Guenon.

Schuon yang dikabarkan masuk Islam itu mempunyai pengikut fanatik dari cendekiawan Muslim asal Iran yaitu Seyyed Hossein Nasr. Beliaulah yang menterjemahkan istilah philosophia perrenis itu menjadi al-Íikmah al-khÉlidah. Jadi Guenon, Schuon dan Nasr mendukung paham kesatuan transenden agama-agama. Pendekatan yang diambil aliran ini berasal dari pengalaman spiritual dari tradisi mistik yang terdapat dalam tradisi agama-agama. Dalam kasus Islam mereka mengambil pengalaman spiritual dari tradisi sufi. Artinya mereka mengklaim bahwa para sufi itu pluralis. Tokoh pencetus dan pendukung paham ini adalah René Guénon (m. 1951), T. S. Eliot (m. 1965), Titus Burckhardt (m. 1984), Fritjhof Schuon (m.1998), Ananda K. Coomaraswamy (m. 1947), Martin Ling, Seyyed Hossein Nasr, Huston Smith, Louis Massignon, Marco Pallis (m. 1989), Henry Corbin, Jean-Louis Michon, Jean Cantein, Victor Danner, Joseph E. Brown, William Stoddart, Lord Northbourne, Gai Eaton, W. N. Perry, G. Durand, E. F. Schumacher, J. Needleman, William C. Chittick dan lain-lain.

Pengertian POLITIK

Untuk memahami arti dari politik dalam literatur yang banyak berkembang di Barat, pendekatan legalitas sering digunakan. Politik diartikan sebagai urusan yang ada hubungan lembaga yang disebut negara. Pemerintahan diartikan politik. Inilah pengertian politik yang paling umum dan kentara. Sehingga belajar tentang ilmu politik berarti belajar mengenai lembaga-lembaga politik, legislatif, eksekutif dan yudikatif. Inilah definisi yang sampai sekarang masih tetap bertahan.

Namun definisi bahwa politik adalah negara tidak bisa menggambarkan dinamika dalam kehidupan politik itu sendiri. Kalau studi politik hanya mempelajari institusi itu maka tidak bisa menjelaskan mengapa institusi itu ada dan bagaimana proses sampai menjadi lembaga itu seperti parlemen, pengadilan, pemerintahan. Pengertian kelembagaan juga tidak dapat menjelaskan prose pengambilan keputusan di eksekutif misalnya. Definisi yang menekankan legalitas gagal menjelaskan kehidupan politik yang sebenarnya. Jadi kalau misalnya membicarakan.

Oleh sebab itulah berkembang definisi politik sebagai constrained use of social power (Goodin and Klingemann,1998). Oleh karena itu maka baik studi politik maupun praktek politik beralih menjadi studi mengenai sifat dan sumber keterbatasannya serta teknik-teknik menggunakan kekuasaan sosial di dalam keterbatasannya itu.
Dalam mengartikan “power” atau kekuasaan maka pandangan ilmuwan Robert Dahl bisa digunakan di sini. Jadi X memiliki power terhadap Y jika 1) X mampu dengan berbagai cara Y melakukan sesuatu 2) yang disukai X dan 3) Y tidak memiliki pilihan lain untuk melakukannya.

Di dunia Islam pun muncul beberapa pengertian mengenai politik atau Siyasah ini. Imam Al Bujairimi dalam Kitab At Tajrid Linnafi’ al-‘Abid menyatakan Siyasah adalah memperbaiki dan merencanakan urusan rakyat. Lalu Ibnul Qoyyim dalam kitab ‘Ilamul Muaqqin menyebutkan dua macam politik yakni siyasah shohihah (benar) dan siyasah fasidah (salah).

http://www.Bisnis-DGC.com/?id=DMA483069