Pertumbuhan negara terbagi dua:
a. Primer
Yaitu negara yang tumbuh dari kesatuan masyarakat hukum yang kecil menjadi suatu kerajaan kemudian berkembang lagi menjadi state (negara) yang kemudian berkembang menjadi negara/bangsa yang modern.
b. Sekunder
Suatu negara yang berasal dari penggabungan atau pemisahan.
Oleh Mr. Soenarko dalam bukunya “Susunan Negara Kita Jilid I” disebut: negara itu adalah organisasi masyarakat yang mempunyai daerah yang tertentu, dimana kekuasaan negara berlaku sepenuhnya sebagai Souverein”( Solly Lubis, Ilmu Negara, 1981, hlm 9).
Logemann mengatakan bahwa: “negara adalah suatu organisasi kemasyarakatan yang bertujuan dengan kekuasaannya mengatur serta menyelenggarakan sesuatu masyarakat. Organisasi itu suatu pertambahan jabatan-jabatan atau lapangan-lapangan kerja.
Dalam pengetahuan sosiologi, negara adalah sekelompok politis persekutuan hidup orang yang banyak jumlahnya dan terikat oleh perasaan senasib dan seperjuangan. Perkembangan sesuatu negara berarti perkembangan kemauan dan tindakan manusia.
Negara merupakan bentuk pergaulan yang spesifik yaitu mempunyai syarat-syarat tertentu, daerah, rakyat, dan pemerintahannya. Menurut Oppenheim Lauterpacht, unsur-unsur negara itu sebagai berikut:
a. harus ada rakyat
b. harus ada daerah
c. harus ada pemerintahan yang berdaulat
Dengan demikian Oppenheim Lauterpacht, berkata bahwa yang dimaksud dengan rakyat adalah kumpulan manusia dari dua jenis kelamin yang hidup bersama merupakan suatu masyarakat meskipun mereka ini mungkin berasal dari keturunan yang berlainan(Ibid. hlm 11)
Definisi yang lebih singkat dengan arti yang sama diberikan oleh Fenwick, yang mengatakan bahwa sebagian yang diceritakan dalam hukum internasional. Negara adalah suatu masyarakat politik yang diorganisisr secara tetap, yang menduduki suatu daerah tertentu dan menikmati dalam batas-batas daerah tersebut.
Suatu kemerdekaan dari pengawasan negara lain, sehingga ia dapat bertindak sebagai badan-badan merdeka dimuka dunia. Selain itu negara yang berkuasa itu adalah nyata. Kalau kita lihat sendiri sehari-hari bahwa dalam praktek kenegaraan kepentingan seorang individu pada akhirnya selalu dikalahkan terhadap keperluan negara. Bahwa Tuhan yang berkuasa adalah benar pula, terutama di negara kita yang mengakui Ketuhanan Yang Maha Esa.
Rakyat yang berdaulat juga benar, terutama bagi negara kita yang berdasarkan pada hikmah kebijaksanaan permusyawaratan dan perwakilan. Selain itu hukum yang berdaulat juga benar, oleh karena negara-negara pada umumnya dan Indonesia khususnya merupakan negara hukum yang berarti bahwa segala tindakan dari pemerintah harus berdasarkan dalam hukum.
Dengan demikian timbullah pemikiran-pemikiran tentang negara dan hukum menghasilkan ahli-ahli pemikir besarnya, misalnya: Plato, dia adalah murid terbesar dari Socrates, dia hidup pada tahun 429 sampai 374 SM.
Plato membagi pertumbuhan negara menjadi beberapa taraf:
1. Plato mengatakan bahwa manusia tidak bisa hidup sendiri. Untuk hidup m manusia berkehendak akan bantuan makhluk lain.
2. Disebabkan manusia tidak bisa hidup sendiri, maka berkumpullah mereka untuk memperundingkan cara memperoleh barang-barang primer (makanan, tempat, pakaian). Lalu terjadilah pembagian pekerjaan dimana masing-masing harus menghasilkan lebih dari keperluannya sendiri untuk dipertukarkan dan dengan demikian berdirilah desa.
3. Antara desa dengan desa terjadi pula kerjasama dan berdirilah masyarakat negara. Antara negara dengan negara terjadi juga kerjasama karena perlunya bantuan satu terhadap yang lainnya dan terjadilah hubungan internasional.
Plato juga mengadakan penggolongan orang-orang yang ada di dalam negara itu atas tiga golongan. Dari situ ditarik persamaan sifat-sifat negara dan sifat-sofat manusia yang menghasilkan tiga macam sifat:
a. Sifat kepandaian (pikiran)
b. Sifat keberanian
c. Sifat akan adanya kebutuhan yang beraneka ragam
Tiga sifat tersebut mengakibatkan timbulnya tiga golongan orang-orang di dalam negara khayalan Plato.
Cyclusplato
Bagaimana negara itu dapat berubah? Makin tipis rasa keadilan sejarah itu meresap disanubari para pembesar negara, makin goncanglah keadaan negara sehingga negara itu dapat berubah sifat karenanya.
Aristoteles
Aristoteles hidup antara 348 dan 332 SM. Aristoteles hidup dalam masa pancaroba. Keruntuhan Yunani tidak dapat dihindarkan dan akhirnya Yunani kehilangan kemerdekaannya menjadi Propinsi dari kerajaan Macedonia dan Iskandar Akbar. Aristoteles mengatakan bahwa fungsi negara adalah berusaha supaya diperoleh keberhasilan bagi jumlah yang terbesar.
Aristoteles mempelajari bentuk negara, antara lain:
1. Monarchie
2. Aristokrasi
3. Timocratie
Menurut Aristoteles Monarchie: pola yang terbentuk dengan jalan kekerasan. Aristokrasi tercipta atas keturunan dan timocratie timbul berdasarkan superioriteit (kelebihan = keunggulan).
Aristoteles berpendapat bahwa dalam setiap negara yang baik, hukumlah yang mempunyai kedaulatan tertinggi bukan orang-orang. Kekuasaan yang didasarkan pada konstitusi adalah sama dengan kedudukan warga negara sedangkan pemerintah despotisme tidak demikian halnya.
Aristoteles menyukai penguasa yang memerintah berdasarkan konstitusi dan memerintah dengan persetujuan warga negara bukan pemerintahan diktator(Solly Lubis, Ilmu Negara, 1981, hlm 30)
Tujuan terakhir bagi negara seharusnya meliputi kemajuan hidup dari pada warga negaranya sebagai anggaran masyarakat yang inginmencapai kehidupan sesempurna mungkin(Ni’matul Huda, Ilmu Negara, Yogyakarta, 2000, hlm 43).
Jadi manusia hanyalah dapat berbahagia apabila ia berada di dalam negara dan hidup bernegara, karena manusia itu selalu membutuhkan bantuan manusia lain untuk memenuhi kebutuhannya. Dengan demikian maka dalam perimbangan antara manusia dengan negara, negaralah yang primer, negaralah yang diutamakan. Sebab kalau kepentingan negara terpelihara yang terpenuhi dengan baik, dengan sendirinya kepentingan manusia sebagai warga negara akan demikian pula.
Paham yang mengutamakan kepentingan negara atau masyarakat itu disebut collectivise. Jadi pendapat Aristoteles mengenai susunan dan hakikat negara atau masyarakat adalah bahwa negara itu merupakan suatu kesatuan, suatu organisme yaitu kebutuhan yang mempunyai dasar hidup sendiri. Dengan demikian negara itu selalu mengalami timbul berkembang, pasang surut, dan kadang-kadang mati. Sekaligus sama halnya dengan keadaan manusia, binatang atau tumbuh-tumbuhan(Soehino, Ilmu Negara,1998, hlm 25).
DAFTAR PUSTAKA
Mr. Soenarko dalam bukunya “Susunan Negara Kita Jilid I”
Solly Lubis, Ilmu Negara, 1981, hlm 9
Logemann
Oppenheim Lauterpacht
Fenwick
Solly Lubis, Ilmu Negara, 1981, hlm 30
Ni’matul Huda, Ilmu Negara, Yogyakarta, 2000, hlm 43
Soehino, Ilmu Negara,1998, hlm 25
mars JSL (JOGJA SUPRA LOVERS)
http://www.youtube.com/watch?v=_tZ9uIE7Dmg
Entri Populer
-
Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT), yang secara efe...
-
Renvoi merupakan penunjukan kembali oleh kaedah-kaedah di dalam hukum perdata internasional asing yang ditunjuk oleh kaedah hukum perdata in...
-
A.Pengertian Yang dimaksud transaksi tanah dalam hukum adat adalah suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh sekelompok orang atau secara ...
-
A. Pengertian. - dispensasi adalah keputusan administrasi negara yang membebaskan sutau perbuatan dari kekuasaan peraturan yang menolak pe...
-
Menurut Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, SH, hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hu...
-
1. Adanya kelompok manusia yang dalam hal menyangkut integritas mereka,kelompok manusia ini akan bertindak keluar sebagai satu kesatuan. 2...
-
1. Teori kualifikasi berdasarkan Lex fori: kualifiksi dilakukan berdasarkan sistem hukum yang dipilih oleh hakim 2. Teori kualifikasi...
-
1.Teori Universalisme HAM - HAM sebagai hak alamiah bersifat fundamental, dimiliki individu terlepas dari nilai-nilai masyarakat ataupun ne...
-
Asas perlekatan horizontal (horizontale accessie beginsel) Dalam asas ini, bangunan dan tanaman yang ada di atas tanah merupakan satu kesa...
-
• HUKUM PERDATA MATERIIL adalah hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban seseorang didalam kehidupannya sehari-hari,Hukum perdata ini ...
Senin, 27 Desember 2010
PENGANTAR HUKUM ISLAM ( SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM )
1. Alquran
Alquran bukanlah tulisan hukum, namun di dalam Alquran terkandung setidaknya 500 perintah Allah SWT yang sifatnya berkaitan dengan hukum. Abdur Rahman i Doi (Shari’ah: The Islamic Law, 1989) membuat klasifikasi atas aturan-aturan yang terkait dengan hukum ke dalam empat bagian besar yaitu:
a) The concise injunctions, atau perintah-perintah Allah yang tertulis di dalam Alquran namun tidak ditemui penjelasan tentang tata cara pelaksanaan atas perintah tersebut. Sebagai contoh adalah perintah Allah untuk mendirikan shalat, berpuasa atau mengeluarkan zakat.
b) The concise and detailed injunctions, atau perintah-perintah Allah yang secara jelas tertulis dalam Alquran, dan penjelasan atas ayat-ayat tersebut bisa didapati dari hadits atau sumber hukum Islam lainnya. Sebagai contoh adalah aturan mengenai hubungan muslim dengan non-muslim.
c) The detailed Injuctions, yaitu dimana Alquran telah memberikan penjelasan yang detail berkaitan dengan satu perintah Allah SWT, dan tidak diperlukan adanya lagi suatu penjelasan tambahan. Sebagai contoh adalah hukuma hadd (huddud).
d) Fundamental principles of Guidance, prinsip-prinsip ini tidak memiliki penjelasan yang terperinci dan pasti (clear cut), sehingga untuk menetukan hukum atas hal-hal tersebut perlu diambil melalui suatu proses yang dinamakan ijtihad.
2. Hadits dan Sunnah
Sunnah adalah segala perbuatan dan perkataan Rasulullah, termasuk segala sesuatu yang disetujui oleh Beliau. Hadits sendiri berarti segala hikayat atau pembicaraan yang digunakan dalam meriwayatkan segala sesuatu tindak tanduk Rasulullah, sehingga sunnah dapat berarti sebuah contoh perbuatan atau hukum yang diambil dari adanya suatu hadits. Berkaitan dengan Shariah, hanya sunnah yang berkaitan dengan hukum sajalah yang dikategorikan sebagai suatu sumber hukum Islam, sehingga sunnah yang tidak langsung berkaitan seperti bagaimana teknik pertanian, strategi peperangan, dan lain sebagainya tidak dianggap sebagai sebuah sumber hukum Islam atau hukum pidana Islam.
Sunnah sendiri digunakan dalam berbagai keperluan diantaranya adalah untuk menkonfirmasi hukum-hukum yang sudah disebutkan dalam Alquran, untuk memberikan penjelasan tambahan bagi ayat Alquran yang menjelaskan sesuatu secara umum, untuk mengklarifikasi ayat-ayat Alquran yang mungkin dapat menerbitkan keraguan bagi ummat, dan memperkenalkan hukum baru yang tidak disebutkan dalam alquran.
Kompilasi atas hadits dilakukan oleh para ulama dan cendekiawan muslim yang secara umum dikumpulkan oleh empat periwayat hadits terkemuka yaitu kompilasi hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari (870M), Muslim (875M), Abu Dawud (888M), dan At-Tirmidhi (892M). Mungkin masih ada hadits yang diriwayatkan oleh selain empat ulama terkemuka ini, namun secara umum umat muslim mengenal empat kompilasi hadits yang dikumpulkan atau diriwayatkan ulama di atas. Hadits sendiri diklasifikasikan berdasarkan kualitas dari periwayatnya (bisa dipercaya) dan kekuatan dari isnad atau bagaimana hubungan antara para periwayat itu sendiri, sehingga dapat digolongkan dalam tiga jenis: Muwatir, Mashhur, dan Ahad. Masing-masing memiliki arti sendiri-sendiri yang menandakan kualitas dari hadits-hadits tersebut.
3. Madhabs (pl. Madhabib)
Sumber-sumber sekunder bagi Hukum Islam ini adalah adalah berupa kumpulan dari pendapat-pendapat dan tulisan-tulisan dari para ulama, cendekiawan muslim, atau para hakim yang dibuat setelah Rasulullah SAW wafat. Ilmu-ilmu yang dikompilasikan oleh para ulama ini merupakan sumber-sumber hukum Islam yang sangat bernilai bagi umat muslim sebagai hingga saat ini. Berdasarkan aliran dalam Islam yang ada saat ini, secara umum terdapat dua aliran besar yaitu Sunni dan Shiah. Empat aliran besar (madhabs) yang tergolong dalam aliran sunni adalah Madhad Hanafi, Maliki, Hambali, dan Shafii. Sedangkan satu aliran yang terdapat dalam Shiah adalah Madhab Shiah itu sendiri.
Madhad Hanafi dikembangkan oleh seorang ulama dan cendekiawan muslim yaitu Imam Abu Hanifa (80-150 H, atau 702-772M), dan muridnya yang terkenal Abu Yusuf dan Muhammad. Mereka menekankan pada penggunaan alasan-alasan dan shura atau diskusi kelompok daripada semata-mata mengikuti aturan atau tradisi yang telah ada secara turun temurun. Madhab ini paling banyak berkembang dan dikuti di India dan Timur Tengah, serta pernah menjadi mdhab resmi yang digunakan di Turki (dinasti ottoman).
Madhab Maliki mengikuti ajaran-ajaran yang dikembangkan oleh ulama dan cendekiawan muslim Imam Malik (lahir 95H atau 717M) yang menitikberatkan pada praktek-prakte yang diterapkan penduduk di Madinah sebagai suatu bentuk contoh kehidupan Islam yang paling otentik.
Saat ini, ajaran-ajaran Imam Malik atau madhab Maliki paling banyak ditemui hampir di seluruh bagian wialayah muslim di benua Afrika. Madhab Hambali dikembangkan oleh ulama dan cendekiawan muslim yang bernama Imam Ahmad ibnu Hambali (lahir 164H atau 799M) yang menjunjung tinggi nilai-nilai tradisi dan ketuhanan serta mengadopsi pandangan yang tegas terhadap hukum. Saat ini madhab Hambali secara dominan diterapkan di saudi Arabia.
Madhab Shafii didirikan oleh seorang ulama dan cendekiawan bernama Imam As-Shafii (lahir 150H atau 772M) adalah merupakan murid dari Imam Malik dan pernah belajar dari beberapa tokoh cendekian muslim yang paling terkemuka pada saat itu. Imam As-Shafii terkenal karena ke-moderat-annya dan penilaiannya yang berimbang, dan walaupun Beliau menghormati tradisi, Imam As-Shafii mengevalusinya secara lebih kritis dibandingkan dengan Imam Malik. Para pengikut madhab Shafii secara dominan diikuti oleh umat muslim yang berada di Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Madhab Shiah yang dianut oleh sekitar 10% umat muslim saat ini, menurut sebagian cendekiawan lebih diakibatkan sebagai akibat dari pergesekan politik dalam dunia muslim terhadap pendapat bahwa pemimpin umat muslim harus selalu merupakan keturunan dari keluarga Ali, yaitu keponakan dari Rasulullah sekaligus suami dari puteri nabi Fatimah. Madhab yang masih memiliki sub-madhab (katakanlah seperti itu) seperti Ithna’ashaaris dan Isma’ilis saat ini ditemui secara dominan di negara Iran, serta memiliki pengikut yang juga mayoritas di Iraq, India, dan negara-negara kawasan teluk
4. Tulisan-tulisan tentang hukum Islam
Banyak ulama, cendekiawan muslim dan ahli hukum islam telah menulis buku-buku yang berisi hal-hal yang berkaitan dengan hukum Islam. Tulisan-tulisan ini juga dipandang sebagai sumber-sumber hukum yang diakui dan berlaku terutama di dalam kalangan madhab mereka masing-masing.
5. Fatwa
Fatwa adalah aturan hukum yang dikeluarkan oleh seorang ulama atau cendekiawan muslim yang terkemuka dalam menjawab pertanyaan atau memberikan aturan terhadap hal-hal yang sifatnya khusus saja. Fatwa juga harus berasal dari sumber dan merupakan turunan hukum Islam serta dihasilkan oleh para ulama dan cendekiawan muslim yang terkemuka (mujtahidin) yang dilakukan melalui proses ijtihad dan diambil hanya jika sumber hukumnya tidak jelas atau belum ada.
Alquran bukanlah tulisan hukum, namun di dalam Alquran terkandung setidaknya 500 perintah Allah SWT yang sifatnya berkaitan dengan hukum. Abdur Rahman i Doi (Shari’ah: The Islamic Law, 1989) membuat klasifikasi atas aturan-aturan yang terkait dengan hukum ke dalam empat bagian besar yaitu:
a) The concise injunctions, atau perintah-perintah Allah yang tertulis di dalam Alquran namun tidak ditemui penjelasan tentang tata cara pelaksanaan atas perintah tersebut. Sebagai contoh adalah perintah Allah untuk mendirikan shalat, berpuasa atau mengeluarkan zakat.
b) The concise and detailed injunctions, atau perintah-perintah Allah yang secara jelas tertulis dalam Alquran, dan penjelasan atas ayat-ayat tersebut bisa didapati dari hadits atau sumber hukum Islam lainnya. Sebagai contoh adalah aturan mengenai hubungan muslim dengan non-muslim.
c) The detailed Injuctions, yaitu dimana Alquran telah memberikan penjelasan yang detail berkaitan dengan satu perintah Allah SWT, dan tidak diperlukan adanya lagi suatu penjelasan tambahan. Sebagai contoh adalah hukuma hadd (huddud).
d) Fundamental principles of Guidance, prinsip-prinsip ini tidak memiliki penjelasan yang terperinci dan pasti (clear cut), sehingga untuk menetukan hukum atas hal-hal tersebut perlu diambil melalui suatu proses yang dinamakan ijtihad.
2. Hadits dan Sunnah
Sunnah adalah segala perbuatan dan perkataan Rasulullah, termasuk segala sesuatu yang disetujui oleh Beliau. Hadits sendiri berarti segala hikayat atau pembicaraan yang digunakan dalam meriwayatkan segala sesuatu tindak tanduk Rasulullah, sehingga sunnah dapat berarti sebuah contoh perbuatan atau hukum yang diambil dari adanya suatu hadits. Berkaitan dengan Shariah, hanya sunnah yang berkaitan dengan hukum sajalah yang dikategorikan sebagai suatu sumber hukum Islam, sehingga sunnah yang tidak langsung berkaitan seperti bagaimana teknik pertanian, strategi peperangan, dan lain sebagainya tidak dianggap sebagai sebuah sumber hukum Islam atau hukum pidana Islam.
Sunnah sendiri digunakan dalam berbagai keperluan diantaranya adalah untuk menkonfirmasi hukum-hukum yang sudah disebutkan dalam Alquran, untuk memberikan penjelasan tambahan bagi ayat Alquran yang menjelaskan sesuatu secara umum, untuk mengklarifikasi ayat-ayat Alquran yang mungkin dapat menerbitkan keraguan bagi ummat, dan memperkenalkan hukum baru yang tidak disebutkan dalam alquran.
Kompilasi atas hadits dilakukan oleh para ulama dan cendekiawan muslim yang secara umum dikumpulkan oleh empat periwayat hadits terkemuka yaitu kompilasi hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari (870M), Muslim (875M), Abu Dawud (888M), dan At-Tirmidhi (892M). Mungkin masih ada hadits yang diriwayatkan oleh selain empat ulama terkemuka ini, namun secara umum umat muslim mengenal empat kompilasi hadits yang dikumpulkan atau diriwayatkan ulama di atas. Hadits sendiri diklasifikasikan berdasarkan kualitas dari periwayatnya (bisa dipercaya) dan kekuatan dari isnad atau bagaimana hubungan antara para periwayat itu sendiri, sehingga dapat digolongkan dalam tiga jenis: Muwatir, Mashhur, dan Ahad. Masing-masing memiliki arti sendiri-sendiri yang menandakan kualitas dari hadits-hadits tersebut.
3. Madhabs (pl. Madhabib)
Sumber-sumber sekunder bagi Hukum Islam ini adalah adalah berupa kumpulan dari pendapat-pendapat dan tulisan-tulisan dari para ulama, cendekiawan muslim, atau para hakim yang dibuat setelah Rasulullah SAW wafat. Ilmu-ilmu yang dikompilasikan oleh para ulama ini merupakan sumber-sumber hukum Islam yang sangat bernilai bagi umat muslim sebagai hingga saat ini. Berdasarkan aliran dalam Islam yang ada saat ini, secara umum terdapat dua aliran besar yaitu Sunni dan Shiah. Empat aliran besar (madhabs) yang tergolong dalam aliran sunni adalah Madhad Hanafi, Maliki, Hambali, dan Shafii. Sedangkan satu aliran yang terdapat dalam Shiah adalah Madhab Shiah itu sendiri.
Madhad Hanafi dikembangkan oleh seorang ulama dan cendekiawan muslim yaitu Imam Abu Hanifa (80-150 H, atau 702-772M), dan muridnya yang terkenal Abu Yusuf dan Muhammad. Mereka menekankan pada penggunaan alasan-alasan dan shura atau diskusi kelompok daripada semata-mata mengikuti aturan atau tradisi yang telah ada secara turun temurun. Madhab ini paling banyak berkembang dan dikuti di India dan Timur Tengah, serta pernah menjadi mdhab resmi yang digunakan di Turki (dinasti ottoman).
Madhab Maliki mengikuti ajaran-ajaran yang dikembangkan oleh ulama dan cendekiawan muslim Imam Malik (lahir 95H atau 717M) yang menitikberatkan pada praktek-prakte yang diterapkan penduduk di Madinah sebagai suatu bentuk contoh kehidupan Islam yang paling otentik.
Saat ini, ajaran-ajaran Imam Malik atau madhab Maliki paling banyak ditemui hampir di seluruh bagian wialayah muslim di benua Afrika. Madhab Hambali dikembangkan oleh ulama dan cendekiawan muslim yang bernama Imam Ahmad ibnu Hambali (lahir 164H atau 799M) yang menjunjung tinggi nilai-nilai tradisi dan ketuhanan serta mengadopsi pandangan yang tegas terhadap hukum. Saat ini madhab Hambali secara dominan diterapkan di saudi Arabia.
Madhab Shafii didirikan oleh seorang ulama dan cendekiawan bernama Imam As-Shafii (lahir 150H atau 772M) adalah merupakan murid dari Imam Malik dan pernah belajar dari beberapa tokoh cendekian muslim yang paling terkemuka pada saat itu. Imam As-Shafii terkenal karena ke-moderat-annya dan penilaiannya yang berimbang, dan walaupun Beliau menghormati tradisi, Imam As-Shafii mengevalusinya secara lebih kritis dibandingkan dengan Imam Malik. Para pengikut madhab Shafii secara dominan diikuti oleh umat muslim yang berada di Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Madhab Shiah yang dianut oleh sekitar 10% umat muslim saat ini, menurut sebagian cendekiawan lebih diakibatkan sebagai akibat dari pergesekan politik dalam dunia muslim terhadap pendapat bahwa pemimpin umat muslim harus selalu merupakan keturunan dari keluarga Ali, yaitu keponakan dari Rasulullah sekaligus suami dari puteri nabi Fatimah. Madhab yang masih memiliki sub-madhab (katakanlah seperti itu) seperti Ithna’ashaaris dan Isma’ilis saat ini ditemui secara dominan di negara Iran, serta memiliki pengikut yang juga mayoritas di Iraq, India, dan negara-negara kawasan teluk
4. Tulisan-tulisan tentang hukum Islam
Banyak ulama, cendekiawan muslim dan ahli hukum islam telah menulis buku-buku yang berisi hal-hal yang berkaitan dengan hukum Islam. Tulisan-tulisan ini juga dipandang sebagai sumber-sumber hukum yang diakui dan berlaku terutama di dalam kalangan madhab mereka masing-masing.
5. Fatwa
Fatwa adalah aturan hukum yang dikeluarkan oleh seorang ulama atau cendekiawan muslim yang terkemuka dalam menjawab pertanyaan atau memberikan aturan terhadap hal-hal yang sifatnya khusus saja. Fatwa juga harus berasal dari sumber dan merupakan turunan hukum Islam serta dihasilkan oleh para ulama dan cendekiawan muslim yang terkemuka (mujtahidin) yang dilakukan melalui proses ijtihad dan diambil hanya jika sumber hukumnya tidak jelas atau belum ada.
Langganan:
Postingan (Atom)