-Perikatan diatur dalam buku ke III KUHPER.
-Buku ke III ada 18 bab,apabila dikelompokkan ada ketentuan umum dan khusus
-Ketentuan umum bersifat melengkapi apabila diketentuan khusus tidak mengatur,ada pertentangan dalam ketentuan khusus/ketentuan multi tafsir dan apabila ketentuan khusus telah mengatur makaketentua umum tidak digunakan.
Contoh ketentuan umum yang menyampingi ketentuan khusus ;
1.Pasal 1330,1337,1338,1340,1235.
2.Ada pada pasal 1319 KUHPER.
3.1320 tentang syaratnya perjanjian.
-Perjanjian berasal dari bahasa belanda
-Secara bahasa :
o. Overenschon mempunyai dua arti yakni pertujuan dan perjanjian
o. Dimana syarat overenschom itu ialah toesteming atau kata sepakat/adanya persetujuan,jadi janggal apabila kita mengambil pengertian yang perjanjian(perjanjian syaratnya harus ada perjanjian).
-Secara yuridis 1320 :
1.Kata sepakat/persetujuan
2.Kecakapan
3.Objek tertentu
4.Klausa yang halal
o. Pengertian perjanjian ada pada pasal 1313, “Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih”.
o. Pasal ini banyak dikritik,terutama pada kata perbuatan,tidak semua perbuatan dapat dikatakan perjanjian,kata perbuatan itu multitafsir,kata perbuatan itu meluas dan sangat obstrak.
o. Menurut pro subekti,perbuatan itu harusnya perbuatan hokum buka kata perbuatan saja,diaman perbuatan hokum adalah bertemunya penawaran dari pihak yang satu dan penerimaan dari pihak yang lain.
o. Perbuatan hukum itu seharusnya adalah penerimaan telah diketahui dan disetujui oleh pihak yang menawarkan telah diketahui dan disetujui oleh pihak yang meawarkan,kelemahannya penerimannya tidak diketahui oleh pihak yang menawar(bertemunya penawaran tidak mesti) hanya ada bertemunya penerimaan dengan penawaran.
mars JSL (JOGJA SUPRA LOVERS)
http://www.youtube.com/watch?v=_tZ9uIE7Dmg
Entri Populer
-
Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT), yang secara efe...
-
Renvoi merupakan penunjukan kembali oleh kaedah-kaedah di dalam hukum perdata internasional asing yang ditunjuk oleh kaedah hukum perdata in...
-
A.Pengertian Yang dimaksud transaksi tanah dalam hukum adat adalah suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh sekelompok orang atau secara ...
-
A. Pengertian. - dispensasi adalah keputusan administrasi negara yang membebaskan sutau perbuatan dari kekuasaan peraturan yang menolak pe...
-
Menurut Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, SH, hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hu...
-
1. Adanya kelompok manusia yang dalam hal menyangkut integritas mereka,kelompok manusia ini akan bertindak keluar sebagai satu kesatuan. 2...
-
1. Teori kualifikasi berdasarkan Lex fori: kualifiksi dilakukan berdasarkan sistem hukum yang dipilih oleh hakim 2. Teori kualifikasi...
-
1.Teori Universalisme HAM - HAM sebagai hak alamiah bersifat fundamental, dimiliki individu terlepas dari nilai-nilai masyarakat ataupun ne...
-
Asas perlekatan horizontal (horizontale accessie beginsel) Dalam asas ini, bangunan dan tanaman yang ada di atas tanah merupakan satu kesa...
-
• HUKUM PERDATA MATERIIL adalah hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban seseorang didalam kehidupannya sehari-hari,Hukum perdata ini ...
Selasa, 14 Desember 2010
Pengaturan hukum perikatan dan perjanjian
HUKUM KELUARGA
HUKUM KELUARGA
A.Subjek Hukum
-Menurut ilmu hukum : pendukung hak dan kewajiban (bisa person atau badan hukum)
> Hak :menurut Prof soedikno yang dimaksud dengan hak adalah hubungan hukum antara subjek hukum dengan subjek hukum yang dilindungi oleh hukum atau hubungan hukum anatar subjek hukum dengan objek hukum yang juga dilindungi oleh hukum dan pihak ke3 harus menghormati oleh karena itu apa pelanggaran/melanggar hak seseorang/kepentingan seseorang maka si pelanggar tersebut akan dikenakan sanksi.
> Kewajiban adalah segala sesuatu yang harus ditunaikan/dipenuhi berdasarkan hukum yang berlaku,apabila melanggar maka ada sanksinya.
Syarat sebagai subjek hokum :
I.Cakap menurut hukum oleh karena itu kriteria kecakapan ini harus mengacu pada hukum yang berlaku (baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis)
a.Kecakapan menurut hukum tertulis
Hukum tertulis adalah hukum yang dibuat oleh pejabat yang berwenang itu menurut peraturan perUUan yang berlaku.
•Dalam KUHPER kriteria kecakapan : pasal 330,dewasa/cakap menurut hukum adalah sudah berumur 21 tahun/sudah menikah
•Dalam perkembangannya pasal ini tidak berlaku mutlak karena ada aturan perundang-undangan yang lebih khusus yang mengatur kecakapan seseorang sesuai dengan hubungan hukum yang akan dilakukan.
Contohnya :
1.Dalam UU no 1 tahun 1974,dewasa untuk wanita 16tahun,adapun pria 19 tahun.
2.Dalam UU perlindungan anak anak into telah dewasa apabila sudah berumur 17 tahun,dan apabila berumur dibawah 17 tahun maka apabila ingin melakukan hubungan hukum maka harus didampingi orang tuanya.
3.Perjanjian perburuhan juga 17 tahun.
Terhadap hubungan hukum yang bersifat:
- konsensual(konsensual adalah kesepakatn antara 2 belah pihak).
- riil(riil adalah suatu hubungan hukum terjadi apabila telah terjadi penyerahan secara nyata terhadap objek yang telah diperjanjikan).
Dalam perjanjian yang bersifat konsesnsul dan riil tidak harus berumur 21 tahun atau harus menikah terlebih dahulu,kecuali dalam perjanjian yang formal(perjanjian yang melibatkan pejabat yang berwenang dan perjanjiannya bersifat otentik)
•Kecakapan berhak seseorang mempunyai kecakapn berhak sejak manusia itu ada dalam kehidupan.
•Kecakapan bertindak,maksudnya adalah seseoang itu cakap menurut hukum,ia dapat bertindak apapun,karena ia dinayatkan cakap menurut hukum.
b.Kecakapan menurut hokum yang tidak tertulis.
Disini menurut hukum adat dan hukum agama,di dalam hukum adat disebutkan bahwa seseorang dinyatakan cakap yakni orang tersebut sudah mandiri/mencar(orang yang tidak tergantung lagi dengan orang tuanya,),sudah kuat kerja(mampu menfkahi dirinya sendiri) dan mampu membedakan mana yang benar dan mana yang buruk dan mana yang harus dilakukan ana yang harus tidak dilakukan,dan syarai ini bersifat kumulatif (harus dipenuhi secara berbarengan pada saat yang sama),sedangkan kedewasaan menurut hokum islam adalah ketiak telah baligh.
Apabila menurut hukum positif seseorang dinyatakan belum dewasa(perUUan) yang mengacu pada BW maka dikenal adanya lembaga pendewasaan,maka orang itu apabila ingin melakukan hubungan hokum formal maka orang itu harus mengajukan permohonan perndewasaan kepada hakim (pengadilan setempat),pemberian pendewasaan itu hanya diberikan sekali dan untuk satu perbuatan hokum saja(emili).
Apabila tanpa lembaga pendewasaan dan ia tetap melakukan hubungan hukum,maka dalam hubungan hukum itu harus ada kesepakatan dua belah pihak dan harus ada itikad baik.
Unsur perjanjian pasal 1320 BW
1.Kata sepakat
2.Kecakapan
3.Objek tertentu
4.Kausa yang halal
Maka perjanjian itu tetap sah,tetap menimbulakn hak dan kewajiban sebelum ada putusan hakim dari suatu pembatalan/gugatan dari para pihak,namun apabila putusan itu menguatkan maka syah,karena dalam memutus hakim tidak boleh hanya mengacu pada normative,tapi juga berdasar hukum yang hidup dalam masyarakat,selain untuk mencapai nilai keadilan&kepastian hukum,namun juga kemanfaatan.
A.Subjek Hukum
-Menurut ilmu hukum : pendukung hak dan kewajiban (bisa person atau badan hukum)
> Hak :menurut Prof soedikno yang dimaksud dengan hak adalah hubungan hukum antara subjek hukum dengan subjek hukum yang dilindungi oleh hukum atau hubungan hukum anatar subjek hukum dengan objek hukum yang juga dilindungi oleh hukum dan pihak ke3 harus menghormati oleh karena itu apa pelanggaran/melanggar hak seseorang/kepentingan seseorang maka si pelanggar tersebut akan dikenakan sanksi.
> Kewajiban adalah segala sesuatu yang harus ditunaikan/dipenuhi berdasarkan hukum yang berlaku,apabila melanggar maka ada sanksinya.
Syarat sebagai subjek hokum :
I.Cakap menurut hukum oleh karena itu kriteria kecakapan ini harus mengacu pada hukum yang berlaku (baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis)
a.Kecakapan menurut hukum tertulis
Hukum tertulis adalah hukum yang dibuat oleh pejabat yang berwenang itu menurut peraturan perUUan yang berlaku.
•Dalam KUHPER kriteria kecakapan : pasal 330,dewasa/cakap menurut hukum adalah sudah berumur 21 tahun/sudah menikah
•Dalam perkembangannya pasal ini tidak berlaku mutlak karena ada aturan perundang-undangan yang lebih khusus yang mengatur kecakapan seseorang sesuai dengan hubungan hukum yang akan dilakukan.
Contohnya :
1.Dalam UU no 1 tahun 1974,dewasa untuk wanita 16tahun,adapun pria 19 tahun.
2.Dalam UU perlindungan anak anak into telah dewasa apabila sudah berumur 17 tahun,dan apabila berumur dibawah 17 tahun maka apabila ingin melakukan hubungan hukum maka harus didampingi orang tuanya.
3.Perjanjian perburuhan juga 17 tahun.
Terhadap hubungan hukum yang bersifat:
- konsensual(konsensual adalah kesepakatn antara 2 belah pihak).
- riil(riil adalah suatu hubungan hukum terjadi apabila telah terjadi penyerahan secara nyata terhadap objek yang telah diperjanjikan).
Dalam perjanjian yang bersifat konsesnsul dan riil tidak harus berumur 21 tahun atau harus menikah terlebih dahulu,kecuali dalam perjanjian yang formal(perjanjian yang melibatkan pejabat yang berwenang dan perjanjiannya bersifat otentik)
•Kecakapan berhak seseorang mempunyai kecakapn berhak sejak manusia itu ada dalam kehidupan.
•Kecakapan bertindak,maksudnya adalah seseoang itu cakap menurut hukum,ia dapat bertindak apapun,karena ia dinayatkan cakap menurut hukum.
b.Kecakapan menurut hokum yang tidak tertulis.
Disini menurut hukum adat dan hukum agama,di dalam hukum adat disebutkan bahwa seseorang dinyatakan cakap yakni orang tersebut sudah mandiri/mencar(orang yang tidak tergantung lagi dengan orang tuanya,),sudah kuat kerja(mampu menfkahi dirinya sendiri) dan mampu membedakan mana yang benar dan mana yang buruk dan mana yang harus dilakukan ana yang harus tidak dilakukan,dan syarai ini bersifat kumulatif (harus dipenuhi secara berbarengan pada saat yang sama),sedangkan kedewasaan menurut hokum islam adalah ketiak telah baligh.
Apabila menurut hukum positif seseorang dinyatakan belum dewasa(perUUan) yang mengacu pada BW maka dikenal adanya lembaga pendewasaan,maka orang itu apabila ingin melakukan hubungan hokum formal maka orang itu harus mengajukan permohonan perndewasaan kepada hakim (pengadilan setempat),pemberian pendewasaan itu hanya diberikan sekali dan untuk satu perbuatan hokum saja(emili).
Apabila tanpa lembaga pendewasaan dan ia tetap melakukan hubungan hukum,maka dalam hubungan hukum itu harus ada kesepakatan dua belah pihak dan harus ada itikad baik.
Unsur perjanjian pasal 1320 BW
1.Kata sepakat
2.Kecakapan
3.Objek tertentu
4.Kausa yang halal
Maka perjanjian itu tetap sah,tetap menimbulakn hak dan kewajiban sebelum ada putusan hakim dari suatu pembatalan/gugatan dari para pihak,namun apabila putusan itu menguatkan maka syah,karena dalam memutus hakim tidak boleh hanya mengacu pada normative,tapi juga berdasar hukum yang hidup dalam masyarakat,selain untuk mencapai nilai keadilan&kepastian hukum,namun juga kemanfaatan.
The Good Lawyer
Any description of good lawyer, rooted in thebreality of what lawyer do, is at the same time,an imege of the ideal lawyer. Some ideals we take from the traditions of the profession. The eminent jurist, roscoe pound, noted that we often assume ideals ”as a matter of course” traditional ideals and what effect do they have on us as lawyer? Pound, in his examination of these ideals, found them “so generally and firmly established with the weight of authoritative tradition behind them as to be a form of law in the strictest analytical sense. If pound is right that”men [and women] tend to do what they think they are doing,”then our ideals are best known by the character we take on as we practice law. [on idealism, as a feature of jurisprudence see alf ross, on law and justice 64-70 (london: stevens, 1958)(Margaret Dutton trans.)
We sometime talk about the good lawyer as someone who gets the job done, who is successful where others might have failed. As Xaviar de Ventos points out, “[a] car is good if it starts easily,brakes well,runs smoothly,hold the road properly,is comfortable....”[X. De ventos,self-Defeated Man 13 (New york: Harper Colophon,1975)]. The good lawyer takes readily to the tasks that lawyers do, performs them efficiently, and seems to do so with ease and style. Good, as in good car and good lawyer, simply means that they serve their purpose and live up to our expectations, that they are functional. Using “good” in this functional sense leads to the phantasy that we can say with precision and clarity what constitutes a good lawyer and that we don’t need much in the wayof ethics to chart the “good” in this functional sense.
Being a good lawyer may mean simply that one tries to comply with the body of ethical rules expressed in the profession’s rules of conduct. It is not earth-shaking to suggest that being a good lawyer requires that we know, pay attention to, and follow ethical rules as a guide to our work with clients. Yet, following ethical rules contained in a code of conduct does not, in and of itself, make one a good lawyer in any broader sense of that term. While a lawyer can avoid professional sanctions by following the profession’s ethical standards, compliance with ethical rules alone, do not, and can not make one a good lawyer. As suggested in the rules of professional conduct, the profession’s ethical rules (formally prescribed) “do not exhaust the moral and ethical considerations that should inform a lawyer, for no worthwhile human activity can be completely defined by legal rules.”
We sometime talk about the good lawyer as someone who gets the job done, who is successful where others might have failed. As Xaviar de Ventos points out, “[a] car is good if it starts easily,brakes well,runs smoothly,hold the road properly,is comfortable....”[X. De ventos,self-Defeated Man 13 (New york: Harper Colophon,1975)]. The good lawyer takes readily to the tasks that lawyers do, performs them efficiently, and seems to do so with ease and style. Good, as in good car and good lawyer, simply means that they serve their purpose and live up to our expectations, that they are functional. Using “good” in this functional sense leads to the phantasy that we can say with precision and clarity what constitutes a good lawyer and that we don’t need much in the wayof ethics to chart the “good” in this functional sense.
Being a good lawyer may mean simply that one tries to comply with the body of ethical rules expressed in the profession’s rules of conduct. It is not earth-shaking to suggest that being a good lawyer requires that we know, pay attention to, and follow ethical rules as a guide to our work with clients. Yet, following ethical rules contained in a code of conduct does not, in and of itself, make one a good lawyer in any broader sense of that term. While a lawyer can avoid professional sanctions by following the profession’s ethical standards, compliance with ethical rules alone, do not, and can not make one a good lawyer. As suggested in the rules of professional conduct, the profession’s ethical rules (formally prescribed) “do not exhaust the moral and ethical considerations that should inform a lawyer, for no worthwhile human activity can be completely defined by legal rules.”
Langganan:
Postingan (Atom)