• Diatur dalam buku ke III KUHPer.
• Buku ke III terdiri dari 18 BAB.
o Bab umum (I-IV)1319
Pasal 1319
Semua persetujuan, baik yang mempunyai nama khusus maupun yang tidak
dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan umum yang termuat dalam bab ini dan bab yang lain.
o Bab khusus (V-XIII)
• Daya berlakunya :
1. Ketentuan-ketentuan yang ada dalam bab umum berlaku untuk semua jenis perjanjian,semua jenis perikatan apabila di dalam perikatan tersebut/terhadap perikatan yang dibuat para pihak tidak mengaturnya secara sendiri (baik pada perjanjian bernama/tidak bernama).
2. Bab khusus (perjanjian khusus baik bernama/tidak bernama)apabila para pihak terlah mngeaturnya secara sendiri maka ketentuan pada bab umum jadi tidak berlaku
• Perikatan bahsa aslinya Verbentenis.
•Pengertian perikatan dikemukakan oleh para ahli hukum :
•Perikatan adalah hubungan hukum dalam bidang harta kekayaan yang dbuat oleh 2 pihak untuk menimbulkan akibat hukum.
Harta kekayaan/objek,benda,prestasi
Pasal 1234
Perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk
tidak berbuat sesuatu.
• Para pihak : minimal 2 pihak,dan cakap.
• Akibat hukum itu harus ada hak & kewajiban.
•Hubungan hukum :1237(Pada suatu perikatan untuk memberikan barang tertentu, barang itu menjadi tanggungan kreditur sejak perikatan lahir. Jika debitur lalai untuk menyerahkan barang yang bersangkutan, maka barang itu semenjak perikatan dilakukan, menjadi tanggungannya).= persetuajuan baik karena persetujuan maupu UU
Perjanjian (everenkoms)
Syarat everenkoms :
1. Toestemming,persetujuan kedua belah pihak,menrut basa Ind kata sepakat ada dalam 1330.
2. Perjajian itu harus sah (1320) harus ada kesepakatan.
• Kata sepakat yang (1321) ini kata sepakat yang syah yang dapat menimbulkan perjajian.
• Menurut yurisprudensi tidak boleh yang ada PK,penyalahgunaan keadaa,yakni apabila ada itikad baik maka perjanjian itu mengikat(1338).
Syarat-syarat Terjadinya Suatu Persetujuan yang Sah
Pasal 1320
Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat;
1. kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. suatu pokok persoalan tertentu;
4. suatu sebab yang tidak terlarang.
Pasal 1321
Tiada suatu persetujuan pun mempunyai kekuatan jika diberikan karena
kekhilafan atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan.
Akibat Persetujuan
Pasal 1338
Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik
kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang
ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik.
DAFTAR PUSTAKA
catatan perkuliahan
mars JSL (JOGJA SUPRA LOVERS)
http://www.youtube.com/watch?v=_tZ9uIE7Dmg
Entri Populer
-
Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT), yang secara efe...
-
Renvoi merupakan penunjukan kembali oleh kaedah-kaedah di dalam hukum perdata internasional asing yang ditunjuk oleh kaedah hukum perdata in...
-
A.Pengertian Yang dimaksud transaksi tanah dalam hukum adat adalah suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh sekelompok orang atau secara ...
-
A. Pengertian. - dispensasi adalah keputusan administrasi negara yang membebaskan sutau perbuatan dari kekuasaan peraturan yang menolak pe...
-
Menurut Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, SH, hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hu...
-
1. Adanya kelompok manusia yang dalam hal menyangkut integritas mereka,kelompok manusia ini akan bertindak keluar sebagai satu kesatuan. 2...
-
1. Teori kualifikasi berdasarkan Lex fori: kualifiksi dilakukan berdasarkan sistem hukum yang dipilih oleh hakim 2. Teori kualifikasi...
-
1.Teori Universalisme HAM - HAM sebagai hak alamiah bersifat fundamental, dimiliki individu terlepas dari nilai-nilai masyarakat ataupun ne...
-
Asas perlekatan horizontal (horizontale accessie beginsel) Dalam asas ini, bangunan dan tanaman yang ada di atas tanah merupakan satu kesa...
-
• HUKUM PERDATA MATERIIL adalah hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban seseorang didalam kehidupannya sehari-hari,Hukum perdata ini ...
Jumat, 31 Desember 2010
HUKUM PERDATA (Ruang Lingkup Hukum Perdata)
• HUKUM PERDATA MATERIIL adalah hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban seseorang didalam kehidupannya sehari-hari,Hukum perdata ini diatur dalam KUHPER buku 1 tentang orang,2 tentang enda,dan 3 tentang pernikahan.
• Untuk adanya timbul hak dan kewajiban individu harus ada hubungan hukum terlebih dahulu,dan hub hukum itu harus sah.
• Hubungan hukum itu harus ada perikatan terlebih dahulu,yang lahir dari perjanjian atau UU.
• KEWAJIBAN adalah segala sesuatu yang harus dilaksanakan/dikerjakan sesuai dengan hubungan hukum yang dibuat,orang yang melanggar kewajiban dapat dituntut karena pada dasarnya dia juga melanggar UU.
• KEWAJIBAN adalah suatu prestasi yang harus dilaksanakan (pendapat lain).
• HUKUM PERDATA FORMAL adalah hukum perdata yang mengatur tentang bagaiamana cara untuk memepertahankan hak dan kewajiban setiap individu/subjek hukum di dalam kehidupan sehari-hari.
• Secara umum terdapat dalam buku ke4 KUHPER tentang pembuktian dan kadaluarsa.
• Secara khusus diatur dalam HIR (berlaku untuk jawa dan Madura) dab RBG (berlaku untuk luar jawa).
• HIR (hukum acara perdata).
DAFTAR PUSTAKA
rekaman perkuliahan
• Untuk adanya timbul hak dan kewajiban individu harus ada hubungan hukum terlebih dahulu,dan hub hukum itu harus sah.
• Hubungan hukum itu harus ada perikatan terlebih dahulu,yang lahir dari perjanjian atau UU.
• KEWAJIBAN adalah segala sesuatu yang harus dilaksanakan/dikerjakan sesuai dengan hubungan hukum yang dibuat,orang yang melanggar kewajiban dapat dituntut karena pada dasarnya dia juga melanggar UU.
• KEWAJIBAN adalah suatu prestasi yang harus dilaksanakan (pendapat lain).
• HUKUM PERDATA FORMAL adalah hukum perdata yang mengatur tentang bagaiamana cara untuk memepertahankan hak dan kewajiban setiap individu/subjek hukum di dalam kehidupan sehari-hari.
• Secara umum terdapat dalam buku ke4 KUHPER tentang pembuktian dan kadaluarsa.
• Secara khusus diatur dalam HIR (berlaku untuk jawa dan Madura) dab RBG (berlaku untuk luar jawa).
• HIR (hukum acara perdata).
DAFTAR PUSTAKA
rekaman perkuliahan
Kamis, 30 Desember 2010
TRANSAKSI TANAH MENURUT HUKUM ADAT
A.Pengertian
Yang dimaksud transaksi tanah dalam hukum adat adalah suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh sekelompok orang atau secara individu untuk menguasai sebidang tanah yang dilakukan baik secara secara sepihak maupun secara 2 pihak sesuai dengan kebutuhan mereka.
B.Macam-Macam Transaksi Tanah
1. Transaksi Tanah Sepihak
Adalah suatu perbuatan yang dilakukan untuk menguasai sebidang tanah dan tanah tersebut tidak dikuasai oleh siapa pun.
2. Transaksi Tanaha Dua Pihak
Adalah transaksi tanaha yang objeknya/tanahnya telah dikuasai oleh hak milik.
Transaksi ini biasa terjadi karena:
1. Jual lepas/jual beli
Yang dimaksud dengan jual lepas adalah suatu transaksi dimana satu pihak menyerahkan kepemilikannya atas tanah untuk selama-lamanya kepada pihak lain/pihak ke-2 dan pihak ke-2 tersebut telah membayar harga yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.
2. Jual gadai
Jual gadai adalah penyerahan tanah oleh penjual kepada pembeli dengan harga tertentu dan dengan hak menebusnya kembali.
3.Jual tahunan
Terjadi apabila pemilik tanah menyerahkan milik tanahnya kepada orang orang lain untuk beberapa tahun panen dengan menerima pembayaran terlebih dahulu dari penggarap(orang lain itu).
DAFAR PUSTAKA
catatan perkuliahan
Yang dimaksud transaksi tanah dalam hukum adat adalah suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh sekelompok orang atau secara individu untuk menguasai sebidang tanah yang dilakukan baik secara secara sepihak maupun secara 2 pihak sesuai dengan kebutuhan mereka.
B.Macam-Macam Transaksi Tanah
1. Transaksi Tanah Sepihak
Adalah suatu perbuatan yang dilakukan untuk menguasai sebidang tanah dan tanah tersebut tidak dikuasai oleh siapa pun.
2. Transaksi Tanaha Dua Pihak
Adalah transaksi tanaha yang objeknya/tanahnya telah dikuasai oleh hak milik.
Transaksi ini biasa terjadi karena:
1. Jual lepas/jual beli
Yang dimaksud dengan jual lepas adalah suatu transaksi dimana satu pihak menyerahkan kepemilikannya atas tanah untuk selama-lamanya kepada pihak lain/pihak ke-2 dan pihak ke-2 tersebut telah membayar harga yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.
2. Jual gadai
Jual gadai adalah penyerahan tanah oleh penjual kepada pembeli dengan harga tertentu dan dengan hak menebusnya kembali.
3.Jual tahunan
Terjadi apabila pemilik tanah menyerahkan milik tanahnya kepada orang orang lain untuk beberapa tahun panen dengan menerima pembayaran terlebih dahulu dari penggarap(orang lain itu).
DAFAR PUSTAKA
catatan perkuliahan
Undang-Undang Dasar 1945
Naskah UUD 1945 sebelum mengalami amandemen terdiri dari pembukaan, Batang Tubuh, dan Penjelasan. Antara Pembukaan, Batang Tubuh dan Penjelasannya merupakan satu kebulatan yang utuh, di mana antara satu bagian dengan bagian yang lain tidak dapat dipisahkan. Namun sesuai dengan amandemen yang keempat yang dimaksudkan UUD 1945 adalah naskah yang terdiri dari pembukaan dan batang tubuh. Hal itu sesuai dengan rumusan pasal II aturan peralihan UUD 1945 bahwa: Dengan ditetapkannya Perubahan Undang-undang Dasar ini, Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 terdiri atas Pembukaan dan Pasal-pasal.
Undang-Undang Dasar 1945 adalah hukum dasar yang tertulis. Undang-undang Dasar bukanlah hukum biasa, melainkan hukum dasar. Sebagai hukum dasar maka Undang-undang Dasar itu sendiri merupakan sumber hukum. Sifat Undang-Undang Dasar adalah singkat ini dikarenakan:
(1) Undang-Undang Dasar itu sudah cukup;
(2) Undang-Undang Dasar yang singkat menguntungkan bagi Negara yang sedang berkembang.
DAFTAR PUSTAKA
catatan perkuliahan
Undang-Undang Dasar 1945 adalah hukum dasar yang tertulis. Undang-undang Dasar bukanlah hukum biasa, melainkan hukum dasar. Sebagai hukum dasar maka Undang-undang Dasar itu sendiri merupakan sumber hukum. Sifat Undang-Undang Dasar adalah singkat ini dikarenakan:
(1) Undang-Undang Dasar itu sudah cukup;
(2) Undang-Undang Dasar yang singkat menguntungkan bagi Negara yang sedang berkembang.
DAFTAR PUSTAKA
catatan perkuliahan
Rabu, 29 Desember 2010
HUKUM PERDATA (SUBJEK HUKUM)
1.Person
-Secara yuridis person berbeda dengan manusia,manusia ada sejak masih dalam kandungan (pasal 2 BW) dan hanya sebagai pengemban hak,sedangkan person merupakan sebagai pengemban hak dan kewajiban,dimana syrat person harus memenuhi syarat sebagai berikut :
- Cakap.
- Mempunyai nama.
- Domisisli (tetap dan mengikut).
Kesimpulan :
- formal -- (pasal 330 berlaku mutlak) -- (kosialis (tergantung perbuatan hukum)).
- konsensual – (pasal 330 tidak belaku) – (asas hukum (yurisprudensi)).
2. Recht person (badan hukum)
- Merupakan perkumpulan orang orang yang mempunyai satu tujuan yang sama, mempunyai kekayaan dan mendapat pengesahan dari badan yang berwenang.
- Pertanggung jawaban bagi orang yang diberi tanggung jawab tidak ada sanksi karena sumbernya bukan hukum (janji bukan perjanjian).
-Kalau itu sebuah perjanjian, maka ada suatu penawaran dari pihak I dan diterima oleh pihak II.Sehingga terhadap suatu perjanjian dapat digugat (pertanggung gugatan).
DAFTAR PUSTAKA
catatan perkuliahan
-Secara yuridis person berbeda dengan manusia,manusia ada sejak masih dalam kandungan (pasal 2 BW) dan hanya sebagai pengemban hak,sedangkan person merupakan sebagai pengemban hak dan kewajiban,dimana syrat person harus memenuhi syarat sebagai berikut :
- Cakap.
- Mempunyai nama.
- Domisisli (tetap dan mengikut).
Kesimpulan :
- formal -- (pasal 330 berlaku mutlak) -- (kosialis (tergantung perbuatan hukum)).
- konsensual – (pasal 330 tidak belaku) – (asas hukum (yurisprudensi)).
2. Recht person (badan hukum)
- Merupakan perkumpulan orang orang yang mempunyai satu tujuan yang sama, mempunyai kekayaan dan mendapat pengesahan dari badan yang berwenang.
- Pertanggung jawaban bagi orang yang diberi tanggung jawab tidak ada sanksi karena sumbernya bukan hukum (janji bukan perjanjian).
-Kalau itu sebuah perjanjian, maka ada suatu penawaran dari pihak I dan diterima oleh pihak II.Sehingga terhadap suatu perjanjian dapat digugat (pertanggung gugatan).
DAFTAR PUSTAKA
catatan perkuliahan
TINDAKAN HUKUM (Rechterlijke handelingen)
adalah suatu tindakan yang berdasarkan sifatnya dapat menimbulkan akibat hukum tertentu/tindakan yang dimaksudkan untuk meciptakan hak dan kewajiban,dikenal juga sebagai tindakan hukum pemerintahan(tindakan yang dilakukan oleh pemeritahan yang menimbulkan niat hukum dalam rangka melaksanakan putusan pemerintahan),tindakan administrasi(suatu kenyataan kehendak yang muncul dari organ administrasi dalam keadaan khusus,dimaksudkan untuk menimbulkan akibat hukum dalam bidang hukum administrasi.
Akibat hukum adalah perubahan hak dan kewajiban:
-Perubahan hak dan kewajiban.
-Perubahan kedudukan hukum bagi seseorang/objek yang ada.
-Terdapat hak kewajiban,kewenangan/status tertentu yang ditetapkan.
- Tindakan hukum keperdataan = adanya persesuaian kehendak makanya ada asas konsensualitas.
- Tindakan hukum dalam HAN = tidak harus ada persesuaian kehendak/kesepakatan kehendak.
- Unsur tindakan hukum pemerintahan:
1. Perbuatan itu dilakukan oleh aparat pemerintahan dalam kedudukannya sebagai penguasa maupun alat perlengkapan pemerintahan dengan prakarsa & tanggung jawab sendiri.
2. Dilaksanakan dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan.
3. Dimaksudkan sebagai sarana untuk menimbulan akibat hukum dalam bidang hukum administrasi.
4. Perbuatan itu dilakukan dalam rangka pemeliharaan kepentingan Negara dan rakyat.
5. Perbuatan tersebut harus didasarkan pada peratutan perundang-undangan yang berlaku(tudukpada asas legalitas).
DAFTAR PUSTAKA
rekaman perkuliahan
Akibat hukum adalah perubahan hak dan kewajiban:
-Perubahan hak dan kewajiban.
-Perubahan kedudukan hukum bagi seseorang/objek yang ada.
-Terdapat hak kewajiban,kewenangan/status tertentu yang ditetapkan.
- Tindakan hukum keperdataan = adanya persesuaian kehendak makanya ada asas konsensualitas.
- Tindakan hukum dalam HAN = tidak harus ada persesuaian kehendak/kesepakatan kehendak.
- Unsur tindakan hukum pemerintahan:
1. Perbuatan itu dilakukan oleh aparat pemerintahan dalam kedudukannya sebagai penguasa maupun alat perlengkapan pemerintahan dengan prakarsa & tanggung jawab sendiri.
2. Dilaksanakan dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan.
3. Dimaksudkan sebagai sarana untuk menimbulan akibat hukum dalam bidang hukum administrasi.
4. Perbuatan itu dilakukan dalam rangka pemeliharaan kepentingan Negara dan rakyat.
5. Perbuatan tersebut harus didasarkan pada peratutan perundang-undangan yang berlaku(tudukpada asas legalitas).
DAFTAR PUSTAKA
rekaman perkuliahan
Selasa, 28 Desember 2010
ILMU NEGARA ( Asas Kedaulatan Rakyat )
Perubahan pasal 1 ayat (2) UUD 1945, sebelumnya berbunyi “kedaulatan di tangan rakyat dilakukan sepenuhnya oleh MPR”. BERUBAH MENJADI “kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD”.
Rumusan baru ini merupakan suatu penjabaran langsung paham kedaulatan rakyat yang secara tegas dinyatakan pada pembukaan UUD 1945 alenia ke IV.
Sedangkan rumusan sebelumnya, di mana kedaulatan rakyat dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR, justru telah mereduksi paham kedaulatan rakyat itu menjadi paham kedaulatan negara. Suatu paham yang hanya lazim dianut di negara-negara yang masih menerapkan paham totaliterian dan otoritarian.
Perubahan ketentuan ini mengalihkan negara indonesia dari sistem MPR kepada sistem kedaulatan rakyat yang diatur melalui UUD 1945, karena UUD 1945 lah yang menjadi dasar dan rujukan utama dalam menjalankan kedaulatan rakyat.
DAFTAR PUSTAKA
catatan perkuliahan
Rumusan baru ini merupakan suatu penjabaran langsung paham kedaulatan rakyat yang secara tegas dinyatakan pada pembukaan UUD 1945 alenia ke IV.
Sedangkan rumusan sebelumnya, di mana kedaulatan rakyat dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR, justru telah mereduksi paham kedaulatan rakyat itu menjadi paham kedaulatan negara. Suatu paham yang hanya lazim dianut di negara-negara yang masih menerapkan paham totaliterian dan otoritarian.
Perubahan ketentuan ini mengalihkan negara indonesia dari sistem MPR kepada sistem kedaulatan rakyat yang diatur melalui UUD 1945, karena UUD 1945 lah yang menjadi dasar dan rujukan utama dalam menjalankan kedaulatan rakyat.
DAFTAR PUSTAKA
catatan perkuliahan
KEWAJIBAN NEGARA
1. To Respect.
Negara boleh langsung atau tidak langsung dalam melakukan tindakan yang dapat merugikan pemangku HAM (Hak Asasi Manusia).
Contoh : Menutup akses pendidikan dengan standa ujian nasional yang tinggi.
2. To Protect.
Negara harus mencegah pihak lain melakukan tindakan yang tidak dapat merugikan hak setiap orang untuk menikmati HAM (Hak Asasi Manusia).
Negara wajib mengadopsi dan menerbitkan peraturan perUndang-Undangan kebijakan yang justru melindungi HAM (Hak Asasi Manusia) semua orang. Negara wajib melakukan pengawasan.
3. To Facilitate.
Berguna mengambil tindakan secara langsung ataupun tidak langsung untuk membantu setiap orang mendapatkan dan menikmati HAM (Hak Asasi Manusia).
4. To Fullfill (provide).
Negara menyediakan dan memenuhi HAM (Hak Asasi Manusia) bagi setiap orang dan memastikan penikmatnya.
5. To Promote.
Negara memastikan adanya HAM (Hak Asasi Manusia) tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
catatan perkuliahan
Negara boleh langsung atau tidak langsung dalam melakukan tindakan yang dapat merugikan pemangku HAM (Hak Asasi Manusia).
Contoh : Menutup akses pendidikan dengan standa ujian nasional yang tinggi.
2. To Protect.
Negara harus mencegah pihak lain melakukan tindakan yang tidak dapat merugikan hak setiap orang untuk menikmati HAM (Hak Asasi Manusia).
Negara wajib mengadopsi dan menerbitkan peraturan perUndang-Undangan kebijakan yang justru melindungi HAM (Hak Asasi Manusia) semua orang. Negara wajib melakukan pengawasan.
3. To Facilitate.
Berguna mengambil tindakan secara langsung ataupun tidak langsung untuk membantu setiap orang mendapatkan dan menikmati HAM (Hak Asasi Manusia).
4. To Fullfill (provide).
Negara menyediakan dan memenuhi HAM (Hak Asasi Manusia) bagi setiap orang dan memastikan penikmatnya.
5. To Promote.
Negara memastikan adanya HAM (Hak Asasi Manusia) tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
catatan perkuliahan
Teori Universalisme HAM dan Teori Relativisme Budaya
1.Teori Universalisme HAM
- HAM sebagai hak alamiah bersifat fundamental, dimiliki individu terlepas dari nilai-nilai masyarakat ataupun negara.
- Tidak perlu pengakuan dari pejabat atau dewan manapun.
- Merupakan pembatasan kewenangan dan yuridiksi negara.
- Fungsi negara adalah untuk melindungi dan hak-hak alamiah masyarakatnya bukan untuk kepentingan monarkhi atau sistem kekuasaan.
2.Teori Relativisme Budaya
- Kebudayaan adalah satu-satunya sumber keabsahan hak atau kaedah moral.
- HAM harus di pahami dalam konteks budaya masing2 negara.
- Nilai-nilai Asia : HAM = individualisme + nilai-nilai barat yang tidak sesuai dan tidak urgent dengan nilai-nilai asia.
- Di Asia Tenggara yang urgen bukan demokrasi, melainkan pemerintah yang kuat, bertanggung jawab, transparan dan tidak korup. Pembangunan ekonomi di topang pemimpin yang kuat jauh lebih penting dari pada kebebasan individu atau HAM.
DAFTAR PUSTAKA
catatan perkuliahan
- HAM sebagai hak alamiah bersifat fundamental, dimiliki individu terlepas dari nilai-nilai masyarakat ataupun negara.
- Tidak perlu pengakuan dari pejabat atau dewan manapun.
- Merupakan pembatasan kewenangan dan yuridiksi negara.
- Fungsi negara adalah untuk melindungi dan hak-hak alamiah masyarakatnya bukan untuk kepentingan monarkhi atau sistem kekuasaan.
2.Teori Relativisme Budaya
- Kebudayaan adalah satu-satunya sumber keabsahan hak atau kaedah moral.
- HAM harus di pahami dalam konteks budaya masing2 negara.
- Nilai-nilai Asia : HAM = individualisme + nilai-nilai barat yang tidak sesuai dan tidak urgent dengan nilai-nilai asia.
- Di Asia Tenggara yang urgen bukan demokrasi, melainkan pemerintah yang kuat, bertanggung jawab, transparan dan tidak korup. Pembangunan ekonomi di topang pemimpin yang kuat jauh lebih penting dari pada kebebasan individu atau HAM.
DAFTAR PUSTAKA
catatan perkuliahan
Senin, 27 Desember 2010
ILMU NEGARA ( PERTUMBUHAN NEGARA )
Pertumbuhan negara terbagi dua:
a. Primer
Yaitu negara yang tumbuh dari kesatuan masyarakat hukum yang kecil menjadi suatu kerajaan kemudian berkembang lagi menjadi state (negara) yang kemudian berkembang menjadi negara/bangsa yang modern.
b. Sekunder
Suatu negara yang berasal dari penggabungan atau pemisahan.
Oleh Mr. Soenarko dalam bukunya “Susunan Negara Kita Jilid I” disebut: negara itu adalah organisasi masyarakat yang mempunyai daerah yang tertentu, dimana kekuasaan negara berlaku sepenuhnya sebagai Souverein”( Solly Lubis, Ilmu Negara, 1981, hlm 9).
Logemann mengatakan bahwa: “negara adalah suatu organisasi kemasyarakatan yang bertujuan dengan kekuasaannya mengatur serta menyelenggarakan sesuatu masyarakat. Organisasi itu suatu pertambahan jabatan-jabatan atau lapangan-lapangan kerja.
Dalam pengetahuan sosiologi, negara adalah sekelompok politis persekutuan hidup orang yang banyak jumlahnya dan terikat oleh perasaan senasib dan seperjuangan. Perkembangan sesuatu negara berarti perkembangan kemauan dan tindakan manusia.
Negara merupakan bentuk pergaulan yang spesifik yaitu mempunyai syarat-syarat tertentu, daerah, rakyat, dan pemerintahannya. Menurut Oppenheim Lauterpacht, unsur-unsur negara itu sebagai berikut:
a. harus ada rakyat
b. harus ada daerah
c. harus ada pemerintahan yang berdaulat
Dengan demikian Oppenheim Lauterpacht, berkata bahwa yang dimaksud dengan rakyat adalah kumpulan manusia dari dua jenis kelamin yang hidup bersama merupakan suatu masyarakat meskipun mereka ini mungkin berasal dari keturunan yang berlainan(Ibid. hlm 11)
Definisi yang lebih singkat dengan arti yang sama diberikan oleh Fenwick, yang mengatakan bahwa sebagian yang diceritakan dalam hukum internasional. Negara adalah suatu masyarakat politik yang diorganisisr secara tetap, yang menduduki suatu daerah tertentu dan menikmati dalam batas-batas daerah tersebut.
Suatu kemerdekaan dari pengawasan negara lain, sehingga ia dapat bertindak sebagai badan-badan merdeka dimuka dunia. Selain itu negara yang berkuasa itu adalah nyata. Kalau kita lihat sendiri sehari-hari bahwa dalam praktek kenegaraan kepentingan seorang individu pada akhirnya selalu dikalahkan terhadap keperluan negara. Bahwa Tuhan yang berkuasa adalah benar pula, terutama di negara kita yang mengakui Ketuhanan Yang Maha Esa.
Rakyat yang berdaulat juga benar, terutama bagi negara kita yang berdasarkan pada hikmah kebijaksanaan permusyawaratan dan perwakilan. Selain itu hukum yang berdaulat juga benar, oleh karena negara-negara pada umumnya dan Indonesia khususnya merupakan negara hukum yang berarti bahwa segala tindakan dari pemerintah harus berdasarkan dalam hukum.
Dengan demikian timbullah pemikiran-pemikiran tentang negara dan hukum menghasilkan ahli-ahli pemikir besarnya, misalnya: Plato, dia adalah murid terbesar dari Socrates, dia hidup pada tahun 429 sampai 374 SM.
Plato membagi pertumbuhan negara menjadi beberapa taraf:
1. Plato mengatakan bahwa manusia tidak bisa hidup sendiri. Untuk hidup m manusia berkehendak akan bantuan makhluk lain.
2. Disebabkan manusia tidak bisa hidup sendiri, maka berkumpullah mereka untuk memperundingkan cara memperoleh barang-barang primer (makanan, tempat, pakaian). Lalu terjadilah pembagian pekerjaan dimana masing-masing harus menghasilkan lebih dari keperluannya sendiri untuk dipertukarkan dan dengan demikian berdirilah desa.
3. Antara desa dengan desa terjadi pula kerjasama dan berdirilah masyarakat negara. Antara negara dengan negara terjadi juga kerjasama karena perlunya bantuan satu terhadap yang lainnya dan terjadilah hubungan internasional.
Plato juga mengadakan penggolongan orang-orang yang ada di dalam negara itu atas tiga golongan. Dari situ ditarik persamaan sifat-sifat negara dan sifat-sofat manusia yang menghasilkan tiga macam sifat:
a. Sifat kepandaian (pikiran)
b. Sifat keberanian
c. Sifat akan adanya kebutuhan yang beraneka ragam
Tiga sifat tersebut mengakibatkan timbulnya tiga golongan orang-orang di dalam negara khayalan Plato.
Cyclusplato
Bagaimana negara itu dapat berubah? Makin tipis rasa keadilan sejarah itu meresap disanubari para pembesar negara, makin goncanglah keadaan negara sehingga negara itu dapat berubah sifat karenanya.
Aristoteles
Aristoteles hidup antara 348 dan 332 SM. Aristoteles hidup dalam masa pancaroba. Keruntuhan Yunani tidak dapat dihindarkan dan akhirnya Yunani kehilangan kemerdekaannya menjadi Propinsi dari kerajaan Macedonia dan Iskandar Akbar. Aristoteles mengatakan bahwa fungsi negara adalah berusaha supaya diperoleh keberhasilan bagi jumlah yang terbesar.
Aristoteles mempelajari bentuk negara, antara lain:
1. Monarchie
2. Aristokrasi
3. Timocratie
Menurut Aristoteles Monarchie: pola yang terbentuk dengan jalan kekerasan. Aristokrasi tercipta atas keturunan dan timocratie timbul berdasarkan superioriteit (kelebihan = keunggulan).
Aristoteles berpendapat bahwa dalam setiap negara yang baik, hukumlah yang mempunyai kedaulatan tertinggi bukan orang-orang. Kekuasaan yang didasarkan pada konstitusi adalah sama dengan kedudukan warga negara sedangkan pemerintah despotisme tidak demikian halnya.
Aristoteles menyukai penguasa yang memerintah berdasarkan konstitusi dan memerintah dengan persetujuan warga negara bukan pemerintahan diktator(Solly Lubis, Ilmu Negara, 1981, hlm 30)
Tujuan terakhir bagi negara seharusnya meliputi kemajuan hidup dari pada warga negaranya sebagai anggaran masyarakat yang inginmencapai kehidupan sesempurna mungkin(Ni’matul Huda, Ilmu Negara, Yogyakarta, 2000, hlm 43).
Jadi manusia hanyalah dapat berbahagia apabila ia berada di dalam negara dan hidup bernegara, karena manusia itu selalu membutuhkan bantuan manusia lain untuk memenuhi kebutuhannya. Dengan demikian maka dalam perimbangan antara manusia dengan negara, negaralah yang primer, negaralah yang diutamakan. Sebab kalau kepentingan negara terpelihara yang terpenuhi dengan baik, dengan sendirinya kepentingan manusia sebagai warga negara akan demikian pula.
Paham yang mengutamakan kepentingan negara atau masyarakat itu disebut collectivise. Jadi pendapat Aristoteles mengenai susunan dan hakikat negara atau masyarakat adalah bahwa negara itu merupakan suatu kesatuan, suatu organisme yaitu kebutuhan yang mempunyai dasar hidup sendiri. Dengan demikian negara itu selalu mengalami timbul berkembang, pasang surut, dan kadang-kadang mati. Sekaligus sama halnya dengan keadaan manusia, binatang atau tumbuh-tumbuhan(Soehino, Ilmu Negara,1998, hlm 25).
DAFTAR PUSTAKA
Mr. Soenarko dalam bukunya “Susunan Negara Kita Jilid I”
Solly Lubis, Ilmu Negara, 1981, hlm 9
Logemann
Oppenheim Lauterpacht
Fenwick
Solly Lubis, Ilmu Negara, 1981, hlm 30
Ni’matul Huda, Ilmu Negara, Yogyakarta, 2000, hlm 43
Soehino, Ilmu Negara,1998, hlm 25
a. Primer
Yaitu negara yang tumbuh dari kesatuan masyarakat hukum yang kecil menjadi suatu kerajaan kemudian berkembang lagi menjadi state (negara) yang kemudian berkembang menjadi negara/bangsa yang modern.
b. Sekunder
Suatu negara yang berasal dari penggabungan atau pemisahan.
Oleh Mr. Soenarko dalam bukunya “Susunan Negara Kita Jilid I” disebut: negara itu adalah organisasi masyarakat yang mempunyai daerah yang tertentu, dimana kekuasaan negara berlaku sepenuhnya sebagai Souverein”( Solly Lubis, Ilmu Negara, 1981, hlm 9).
Logemann mengatakan bahwa: “negara adalah suatu organisasi kemasyarakatan yang bertujuan dengan kekuasaannya mengatur serta menyelenggarakan sesuatu masyarakat. Organisasi itu suatu pertambahan jabatan-jabatan atau lapangan-lapangan kerja.
Dalam pengetahuan sosiologi, negara adalah sekelompok politis persekutuan hidup orang yang banyak jumlahnya dan terikat oleh perasaan senasib dan seperjuangan. Perkembangan sesuatu negara berarti perkembangan kemauan dan tindakan manusia.
Negara merupakan bentuk pergaulan yang spesifik yaitu mempunyai syarat-syarat tertentu, daerah, rakyat, dan pemerintahannya. Menurut Oppenheim Lauterpacht, unsur-unsur negara itu sebagai berikut:
a. harus ada rakyat
b. harus ada daerah
c. harus ada pemerintahan yang berdaulat
Dengan demikian Oppenheim Lauterpacht, berkata bahwa yang dimaksud dengan rakyat adalah kumpulan manusia dari dua jenis kelamin yang hidup bersama merupakan suatu masyarakat meskipun mereka ini mungkin berasal dari keturunan yang berlainan(Ibid. hlm 11)
Definisi yang lebih singkat dengan arti yang sama diberikan oleh Fenwick, yang mengatakan bahwa sebagian yang diceritakan dalam hukum internasional. Negara adalah suatu masyarakat politik yang diorganisisr secara tetap, yang menduduki suatu daerah tertentu dan menikmati dalam batas-batas daerah tersebut.
Suatu kemerdekaan dari pengawasan negara lain, sehingga ia dapat bertindak sebagai badan-badan merdeka dimuka dunia. Selain itu negara yang berkuasa itu adalah nyata. Kalau kita lihat sendiri sehari-hari bahwa dalam praktek kenegaraan kepentingan seorang individu pada akhirnya selalu dikalahkan terhadap keperluan negara. Bahwa Tuhan yang berkuasa adalah benar pula, terutama di negara kita yang mengakui Ketuhanan Yang Maha Esa.
Rakyat yang berdaulat juga benar, terutama bagi negara kita yang berdasarkan pada hikmah kebijaksanaan permusyawaratan dan perwakilan. Selain itu hukum yang berdaulat juga benar, oleh karena negara-negara pada umumnya dan Indonesia khususnya merupakan negara hukum yang berarti bahwa segala tindakan dari pemerintah harus berdasarkan dalam hukum.
Dengan demikian timbullah pemikiran-pemikiran tentang negara dan hukum menghasilkan ahli-ahli pemikir besarnya, misalnya: Plato, dia adalah murid terbesar dari Socrates, dia hidup pada tahun 429 sampai 374 SM.
Plato membagi pertumbuhan negara menjadi beberapa taraf:
1. Plato mengatakan bahwa manusia tidak bisa hidup sendiri. Untuk hidup m manusia berkehendak akan bantuan makhluk lain.
2. Disebabkan manusia tidak bisa hidup sendiri, maka berkumpullah mereka untuk memperundingkan cara memperoleh barang-barang primer (makanan, tempat, pakaian). Lalu terjadilah pembagian pekerjaan dimana masing-masing harus menghasilkan lebih dari keperluannya sendiri untuk dipertukarkan dan dengan demikian berdirilah desa.
3. Antara desa dengan desa terjadi pula kerjasama dan berdirilah masyarakat negara. Antara negara dengan negara terjadi juga kerjasama karena perlunya bantuan satu terhadap yang lainnya dan terjadilah hubungan internasional.
Plato juga mengadakan penggolongan orang-orang yang ada di dalam negara itu atas tiga golongan. Dari situ ditarik persamaan sifat-sifat negara dan sifat-sofat manusia yang menghasilkan tiga macam sifat:
a. Sifat kepandaian (pikiran)
b. Sifat keberanian
c. Sifat akan adanya kebutuhan yang beraneka ragam
Tiga sifat tersebut mengakibatkan timbulnya tiga golongan orang-orang di dalam negara khayalan Plato.
Cyclusplato
Bagaimana negara itu dapat berubah? Makin tipis rasa keadilan sejarah itu meresap disanubari para pembesar negara, makin goncanglah keadaan negara sehingga negara itu dapat berubah sifat karenanya.
Aristoteles
Aristoteles hidup antara 348 dan 332 SM. Aristoteles hidup dalam masa pancaroba. Keruntuhan Yunani tidak dapat dihindarkan dan akhirnya Yunani kehilangan kemerdekaannya menjadi Propinsi dari kerajaan Macedonia dan Iskandar Akbar. Aristoteles mengatakan bahwa fungsi negara adalah berusaha supaya diperoleh keberhasilan bagi jumlah yang terbesar.
Aristoteles mempelajari bentuk negara, antara lain:
1. Monarchie
2. Aristokrasi
3. Timocratie
Menurut Aristoteles Monarchie: pola yang terbentuk dengan jalan kekerasan. Aristokrasi tercipta atas keturunan dan timocratie timbul berdasarkan superioriteit (kelebihan = keunggulan).
Aristoteles berpendapat bahwa dalam setiap negara yang baik, hukumlah yang mempunyai kedaulatan tertinggi bukan orang-orang. Kekuasaan yang didasarkan pada konstitusi adalah sama dengan kedudukan warga negara sedangkan pemerintah despotisme tidak demikian halnya.
Aristoteles menyukai penguasa yang memerintah berdasarkan konstitusi dan memerintah dengan persetujuan warga negara bukan pemerintahan diktator(Solly Lubis, Ilmu Negara, 1981, hlm 30)
Tujuan terakhir bagi negara seharusnya meliputi kemajuan hidup dari pada warga negaranya sebagai anggaran masyarakat yang inginmencapai kehidupan sesempurna mungkin(Ni’matul Huda, Ilmu Negara, Yogyakarta, 2000, hlm 43).
Jadi manusia hanyalah dapat berbahagia apabila ia berada di dalam negara dan hidup bernegara, karena manusia itu selalu membutuhkan bantuan manusia lain untuk memenuhi kebutuhannya. Dengan demikian maka dalam perimbangan antara manusia dengan negara, negaralah yang primer, negaralah yang diutamakan. Sebab kalau kepentingan negara terpelihara yang terpenuhi dengan baik, dengan sendirinya kepentingan manusia sebagai warga negara akan demikian pula.
Paham yang mengutamakan kepentingan negara atau masyarakat itu disebut collectivise. Jadi pendapat Aristoteles mengenai susunan dan hakikat negara atau masyarakat adalah bahwa negara itu merupakan suatu kesatuan, suatu organisme yaitu kebutuhan yang mempunyai dasar hidup sendiri. Dengan demikian negara itu selalu mengalami timbul berkembang, pasang surut, dan kadang-kadang mati. Sekaligus sama halnya dengan keadaan manusia, binatang atau tumbuh-tumbuhan(Soehino, Ilmu Negara,1998, hlm 25).
DAFTAR PUSTAKA
Mr. Soenarko dalam bukunya “Susunan Negara Kita Jilid I”
Solly Lubis, Ilmu Negara, 1981, hlm 9
Logemann
Oppenheim Lauterpacht
Fenwick
Solly Lubis, Ilmu Negara, 1981, hlm 30
Ni’matul Huda, Ilmu Negara, Yogyakarta, 2000, hlm 43
Soehino, Ilmu Negara,1998, hlm 25
PENGANTAR HUKUM ISLAM ( SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM )
1. Alquran
Alquran bukanlah tulisan hukum, namun di dalam Alquran terkandung setidaknya 500 perintah Allah SWT yang sifatnya berkaitan dengan hukum. Abdur Rahman i Doi (Shari’ah: The Islamic Law, 1989) membuat klasifikasi atas aturan-aturan yang terkait dengan hukum ke dalam empat bagian besar yaitu:
a) The concise injunctions, atau perintah-perintah Allah yang tertulis di dalam Alquran namun tidak ditemui penjelasan tentang tata cara pelaksanaan atas perintah tersebut. Sebagai contoh adalah perintah Allah untuk mendirikan shalat, berpuasa atau mengeluarkan zakat.
b) The concise and detailed injunctions, atau perintah-perintah Allah yang secara jelas tertulis dalam Alquran, dan penjelasan atas ayat-ayat tersebut bisa didapati dari hadits atau sumber hukum Islam lainnya. Sebagai contoh adalah aturan mengenai hubungan muslim dengan non-muslim.
c) The detailed Injuctions, yaitu dimana Alquran telah memberikan penjelasan yang detail berkaitan dengan satu perintah Allah SWT, dan tidak diperlukan adanya lagi suatu penjelasan tambahan. Sebagai contoh adalah hukuma hadd (huddud).
d) Fundamental principles of Guidance, prinsip-prinsip ini tidak memiliki penjelasan yang terperinci dan pasti (clear cut), sehingga untuk menetukan hukum atas hal-hal tersebut perlu diambil melalui suatu proses yang dinamakan ijtihad.
2. Hadits dan Sunnah
Sunnah adalah segala perbuatan dan perkataan Rasulullah, termasuk segala sesuatu yang disetujui oleh Beliau. Hadits sendiri berarti segala hikayat atau pembicaraan yang digunakan dalam meriwayatkan segala sesuatu tindak tanduk Rasulullah, sehingga sunnah dapat berarti sebuah contoh perbuatan atau hukum yang diambil dari adanya suatu hadits. Berkaitan dengan Shariah, hanya sunnah yang berkaitan dengan hukum sajalah yang dikategorikan sebagai suatu sumber hukum Islam, sehingga sunnah yang tidak langsung berkaitan seperti bagaimana teknik pertanian, strategi peperangan, dan lain sebagainya tidak dianggap sebagai sebuah sumber hukum Islam atau hukum pidana Islam.
Sunnah sendiri digunakan dalam berbagai keperluan diantaranya adalah untuk menkonfirmasi hukum-hukum yang sudah disebutkan dalam Alquran, untuk memberikan penjelasan tambahan bagi ayat Alquran yang menjelaskan sesuatu secara umum, untuk mengklarifikasi ayat-ayat Alquran yang mungkin dapat menerbitkan keraguan bagi ummat, dan memperkenalkan hukum baru yang tidak disebutkan dalam alquran.
Kompilasi atas hadits dilakukan oleh para ulama dan cendekiawan muslim yang secara umum dikumpulkan oleh empat periwayat hadits terkemuka yaitu kompilasi hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari (870M), Muslim (875M), Abu Dawud (888M), dan At-Tirmidhi (892M). Mungkin masih ada hadits yang diriwayatkan oleh selain empat ulama terkemuka ini, namun secara umum umat muslim mengenal empat kompilasi hadits yang dikumpulkan atau diriwayatkan ulama di atas. Hadits sendiri diklasifikasikan berdasarkan kualitas dari periwayatnya (bisa dipercaya) dan kekuatan dari isnad atau bagaimana hubungan antara para periwayat itu sendiri, sehingga dapat digolongkan dalam tiga jenis: Muwatir, Mashhur, dan Ahad. Masing-masing memiliki arti sendiri-sendiri yang menandakan kualitas dari hadits-hadits tersebut.
3. Madhabs (pl. Madhabib)
Sumber-sumber sekunder bagi Hukum Islam ini adalah adalah berupa kumpulan dari pendapat-pendapat dan tulisan-tulisan dari para ulama, cendekiawan muslim, atau para hakim yang dibuat setelah Rasulullah SAW wafat. Ilmu-ilmu yang dikompilasikan oleh para ulama ini merupakan sumber-sumber hukum Islam yang sangat bernilai bagi umat muslim sebagai hingga saat ini. Berdasarkan aliran dalam Islam yang ada saat ini, secara umum terdapat dua aliran besar yaitu Sunni dan Shiah. Empat aliran besar (madhabs) yang tergolong dalam aliran sunni adalah Madhad Hanafi, Maliki, Hambali, dan Shafii. Sedangkan satu aliran yang terdapat dalam Shiah adalah Madhab Shiah itu sendiri.
Madhad Hanafi dikembangkan oleh seorang ulama dan cendekiawan muslim yaitu Imam Abu Hanifa (80-150 H, atau 702-772M), dan muridnya yang terkenal Abu Yusuf dan Muhammad. Mereka menekankan pada penggunaan alasan-alasan dan shura atau diskusi kelompok daripada semata-mata mengikuti aturan atau tradisi yang telah ada secara turun temurun. Madhab ini paling banyak berkembang dan dikuti di India dan Timur Tengah, serta pernah menjadi mdhab resmi yang digunakan di Turki (dinasti ottoman).
Madhab Maliki mengikuti ajaran-ajaran yang dikembangkan oleh ulama dan cendekiawan muslim Imam Malik (lahir 95H atau 717M) yang menitikberatkan pada praktek-prakte yang diterapkan penduduk di Madinah sebagai suatu bentuk contoh kehidupan Islam yang paling otentik.
Saat ini, ajaran-ajaran Imam Malik atau madhab Maliki paling banyak ditemui hampir di seluruh bagian wialayah muslim di benua Afrika. Madhab Hambali dikembangkan oleh ulama dan cendekiawan muslim yang bernama Imam Ahmad ibnu Hambali (lahir 164H atau 799M) yang menjunjung tinggi nilai-nilai tradisi dan ketuhanan serta mengadopsi pandangan yang tegas terhadap hukum. Saat ini madhab Hambali secara dominan diterapkan di saudi Arabia.
Madhab Shafii didirikan oleh seorang ulama dan cendekiawan bernama Imam As-Shafii (lahir 150H atau 772M) adalah merupakan murid dari Imam Malik dan pernah belajar dari beberapa tokoh cendekian muslim yang paling terkemuka pada saat itu. Imam As-Shafii terkenal karena ke-moderat-annya dan penilaiannya yang berimbang, dan walaupun Beliau menghormati tradisi, Imam As-Shafii mengevalusinya secara lebih kritis dibandingkan dengan Imam Malik. Para pengikut madhab Shafii secara dominan diikuti oleh umat muslim yang berada di Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Madhab Shiah yang dianut oleh sekitar 10% umat muslim saat ini, menurut sebagian cendekiawan lebih diakibatkan sebagai akibat dari pergesekan politik dalam dunia muslim terhadap pendapat bahwa pemimpin umat muslim harus selalu merupakan keturunan dari keluarga Ali, yaitu keponakan dari Rasulullah sekaligus suami dari puteri nabi Fatimah. Madhab yang masih memiliki sub-madhab (katakanlah seperti itu) seperti Ithna’ashaaris dan Isma’ilis saat ini ditemui secara dominan di negara Iran, serta memiliki pengikut yang juga mayoritas di Iraq, India, dan negara-negara kawasan teluk
4. Tulisan-tulisan tentang hukum Islam
Banyak ulama, cendekiawan muslim dan ahli hukum islam telah menulis buku-buku yang berisi hal-hal yang berkaitan dengan hukum Islam. Tulisan-tulisan ini juga dipandang sebagai sumber-sumber hukum yang diakui dan berlaku terutama di dalam kalangan madhab mereka masing-masing.
5. Fatwa
Fatwa adalah aturan hukum yang dikeluarkan oleh seorang ulama atau cendekiawan muslim yang terkemuka dalam menjawab pertanyaan atau memberikan aturan terhadap hal-hal yang sifatnya khusus saja. Fatwa juga harus berasal dari sumber dan merupakan turunan hukum Islam serta dihasilkan oleh para ulama dan cendekiawan muslim yang terkemuka (mujtahidin) yang dilakukan melalui proses ijtihad dan diambil hanya jika sumber hukumnya tidak jelas atau belum ada.
Alquran bukanlah tulisan hukum, namun di dalam Alquran terkandung setidaknya 500 perintah Allah SWT yang sifatnya berkaitan dengan hukum. Abdur Rahman i Doi (Shari’ah: The Islamic Law, 1989) membuat klasifikasi atas aturan-aturan yang terkait dengan hukum ke dalam empat bagian besar yaitu:
a) The concise injunctions, atau perintah-perintah Allah yang tertulis di dalam Alquran namun tidak ditemui penjelasan tentang tata cara pelaksanaan atas perintah tersebut. Sebagai contoh adalah perintah Allah untuk mendirikan shalat, berpuasa atau mengeluarkan zakat.
b) The concise and detailed injunctions, atau perintah-perintah Allah yang secara jelas tertulis dalam Alquran, dan penjelasan atas ayat-ayat tersebut bisa didapati dari hadits atau sumber hukum Islam lainnya. Sebagai contoh adalah aturan mengenai hubungan muslim dengan non-muslim.
c) The detailed Injuctions, yaitu dimana Alquran telah memberikan penjelasan yang detail berkaitan dengan satu perintah Allah SWT, dan tidak diperlukan adanya lagi suatu penjelasan tambahan. Sebagai contoh adalah hukuma hadd (huddud).
d) Fundamental principles of Guidance, prinsip-prinsip ini tidak memiliki penjelasan yang terperinci dan pasti (clear cut), sehingga untuk menetukan hukum atas hal-hal tersebut perlu diambil melalui suatu proses yang dinamakan ijtihad.
2. Hadits dan Sunnah
Sunnah adalah segala perbuatan dan perkataan Rasulullah, termasuk segala sesuatu yang disetujui oleh Beliau. Hadits sendiri berarti segala hikayat atau pembicaraan yang digunakan dalam meriwayatkan segala sesuatu tindak tanduk Rasulullah, sehingga sunnah dapat berarti sebuah contoh perbuatan atau hukum yang diambil dari adanya suatu hadits. Berkaitan dengan Shariah, hanya sunnah yang berkaitan dengan hukum sajalah yang dikategorikan sebagai suatu sumber hukum Islam, sehingga sunnah yang tidak langsung berkaitan seperti bagaimana teknik pertanian, strategi peperangan, dan lain sebagainya tidak dianggap sebagai sebuah sumber hukum Islam atau hukum pidana Islam.
Sunnah sendiri digunakan dalam berbagai keperluan diantaranya adalah untuk menkonfirmasi hukum-hukum yang sudah disebutkan dalam Alquran, untuk memberikan penjelasan tambahan bagi ayat Alquran yang menjelaskan sesuatu secara umum, untuk mengklarifikasi ayat-ayat Alquran yang mungkin dapat menerbitkan keraguan bagi ummat, dan memperkenalkan hukum baru yang tidak disebutkan dalam alquran.
Kompilasi atas hadits dilakukan oleh para ulama dan cendekiawan muslim yang secara umum dikumpulkan oleh empat periwayat hadits terkemuka yaitu kompilasi hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari (870M), Muslim (875M), Abu Dawud (888M), dan At-Tirmidhi (892M). Mungkin masih ada hadits yang diriwayatkan oleh selain empat ulama terkemuka ini, namun secara umum umat muslim mengenal empat kompilasi hadits yang dikumpulkan atau diriwayatkan ulama di atas. Hadits sendiri diklasifikasikan berdasarkan kualitas dari periwayatnya (bisa dipercaya) dan kekuatan dari isnad atau bagaimana hubungan antara para periwayat itu sendiri, sehingga dapat digolongkan dalam tiga jenis: Muwatir, Mashhur, dan Ahad. Masing-masing memiliki arti sendiri-sendiri yang menandakan kualitas dari hadits-hadits tersebut.
3. Madhabs (pl. Madhabib)
Sumber-sumber sekunder bagi Hukum Islam ini adalah adalah berupa kumpulan dari pendapat-pendapat dan tulisan-tulisan dari para ulama, cendekiawan muslim, atau para hakim yang dibuat setelah Rasulullah SAW wafat. Ilmu-ilmu yang dikompilasikan oleh para ulama ini merupakan sumber-sumber hukum Islam yang sangat bernilai bagi umat muslim sebagai hingga saat ini. Berdasarkan aliran dalam Islam yang ada saat ini, secara umum terdapat dua aliran besar yaitu Sunni dan Shiah. Empat aliran besar (madhabs) yang tergolong dalam aliran sunni adalah Madhad Hanafi, Maliki, Hambali, dan Shafii. Sedangkan satu aliran yang terdapat dalam Shiah adalah Madhab Shiah itu sendiri.
Madhad Hanafi dikembangkan oleh seorang ulama dan cendekiawan muslim yaitu Imam Abu Hanifa (80-150 H, atau 702-772M), dan muridnya yang terkenal Abu Yusuf dan Muhammad. Mereka menekankan pada penggunaan alasan-alasan dan shura atau diskusi kelompok daripada semata-mata mengikuti aturan atau tradisi yang telah ada secara turun temurun. Madhab ini paling banyak berkembang dan dikuti di India dan Timur Tengah, serta pernah menjadi mdhab resmi yang digunakan di Turki (dinasti ottoman).
Madhab Maliki mengikuti ajaran-ajaran yang dikembangkan oleh ulama dan cendekiawan muslim Imam Malik (lahir 95H atau 717M) yang menitikberatkan pada praktek-prakte yang diterapkan penduduk di Madinah sebagai suatu bentuk contoh kehidupan Islam yang paling otentik.
Saat ini, ajaran-ajaran Imam Malik atau madhab Maliki paling banyak ditemui hampir di seluruh bagian wialayah muslim di benua Afrika. Madhab Hambali dikembangkan oleh ulama dan cendekiawan muslim yang bernama Imam Ahmad ibnu Hambali (lahir 164H atau 799M) yang menjunjung tinggi nilai-nilai tradisi dan ketuhanan serta mengadopsi pandangan yang tegas terhadap hukum. Saat ini madhab Hambali secara dominan diterapkan di saudi Arabia.
Madhab Shafii didirikan oleh seorang ulama dan cendekiawan bernama Imam As-Shafii (lahir 150H atau 772M) adalah merupakan murid dari Imam Malik dan pernah belajar dari beberapa tokoh cendekian muslim yang paling terkemuka pada saat itu. Imam As-Shafii terkenal karena ke-moderat-annya dan penilaiannya yang berimbang, dan walaupun Beliau menghormati tradisi, Imam As-Shafii mengevalusinya secara lebih kritis dibandingkan dengan Imam Malik. Para pengikut madhab Shafii secara dominan diikuti oleh umat muslim yang berada di Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Madhab Shiah yang dianut oleh sekitar 10% umat muslim saat ini, menurut sebagian cendekiawan lebih diakibatkan sebagai akibat dari pergesekan politik dalam dunia muslim terhadap pendapat bahwa pemimpin umat muslim harus selalu merupakan keturunan dari keluarga Ali, yaitu keponakan dari Rasulullah sekaligus suami dari puteri nabi Fatimah. Madhab yang masih memiliki sub-madhab (katakanlah seperti itu) seperti Ithna’ashaaris dan Isma’ilis saat ini ditemui secara dominan di negara Iran, serta memiliki pengikut yang juga mayoritas di Iraq, India, dan negara-negara kawasan teluk
4. Tulisan-tulisan tentang hukum Islam
Banyak ulama, cendekiawan muslim dan ahli hukum islam telah menulis buku-buku yang berisi hal-hal yang berkaitan dengan hukum Islam. Tulisan-tulisan ini juga dipandang sebagai sumber-sumber hukum yang diakui dan berlaku terutama di dalam kalangan madhab mereka masing-masing.
5. Fatwa
Fatwa adalah aturan hukum yang dikeluarkan oleh seorang ulama atau cendekiawan muslim yang terkemuka dalam menjawab pertanyaan atau memberikan aturan terhadap hal-hal yang sifatnya khusus saja. Fatwa juga harus berasal dari sumber dan merupakan turunan hukum Islam serta dihasilkan oleh para ulama dan cendekiawan muslim yang terkemuka (mujtahidin) yang dilakukan melalui proses ijtihad dan diambil hanya jika sumber hukumnya tidak jelas atau belum ada.
Minggu, 26 Desember 2010
Hukum Tata Negara ( KEKUASAAN YUDIKATIF (De rechterlijke macht) )
Kekuasaan yudikatif menganut dua pintu dalam pelaksanaan yaitu :
1. Pintu Mahkamah Agung (MA).
Merupakan penjaga,pengawal UU,merupakan puncak peradilan dari 4 lingkungan peradilan yang ada(PA,PM,PTUN,PA) oleh karena itu MA merupakan peradilan kasasi (artinya memeriksa,mengadili dan mengutus setelah adanya proses peradilan dari bawah),juga mempunyai kewenanagan menguji peraturan perundang-undangan di bawah UU terhadap UU.
-Justice of person : Mahkamah Agung (MA) menangani persoalan,konflik,sengketa yang muncul antar Individu warga negara.
2.Pintu Mahkamah Konstitusi (MK).
Merupakan penjaga,pengawal konstitusi,menyelesaikan sengketa karena adanya konflik antar peraturan (justice of rule).
Kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK) :
- Melakukan uji materiil suatu UU terhadap UUD.
- Menyelesaikan sengketa antar lemba-lembaga Negara.
- Menyelesaikan sengketa hasil pemilu.
- Memutus pembubaran parpol.
- Kewajibannya adalah memeriksa,mengadili dan memutus terhadap presiden dan wakil presiden yang diduga melakukan pelanggaran hukum oleh DPR.
Maka Mahkamah Konstitusi (MK) yakni :
• Penjaga,pengawal konstitusi.
• Penjaga,pengawal demokrasi.
• Pelindung terhadap HAM.
• Penafsir terhadap UUD.
DAFTAR PUSTAKA
catatan perkuliahan
1. Pintu Mahkamah Agung (MA).
Merupakan penjaga,pengawal UU,merupakan puncak peradilan dari 4 lingkungan peradilan yang ada(PA,PM,PTUN,PA) oleh karena itu MA merupakan peradilan kasasi (artinya memeriksa,mengadili dan mengutus setelah adanya proses peradilan dari bawah),juga mempunyai kewenanagan menguji peraturan perundang-undangan di bawah UU terhadap UU.
-Justice of person : Mahkamah Agung (MA) menangani persoalan,konflik,sengketa yang muncul antar Individu warga negara.
2.Pintu Mahkamah Konstitusi (MK).
Merupakan penjaga,pengawal konstitusi,menyelesaikan sengketa karena adanya konflik antar peraturan (justice of rule).
Kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK) :
- Melakukan uji materiil suatu UU terhadap UUD.
- Menyelesaikan sengketa antar lemba-lembaga Negara.
- Menyelesaikan sengketa hasil pemilu.
- Memutus pembubaran parpol.
- Kewajibannya adalah memeriksa,mengadili dan memutus terhadap presiden dan wakil presiden yang diduga melakukan pelanggaran hukum oleh DPR.
Maka Mahkamah Konstitusi (MK) yakni :
• Penjaga,pengawal konstitusi.
• Penjaga,pengawal demokrasi.
• Pelindung terhadap HAM.
• Penafsir terhadap UUD.
DAFTAR PUSTAKA
catatan perkuliahan
Hukum Administrasi Negara ( PERIZINAN ( vergunningen ) )
A. Pengertian.
- dispensasi adalah keputusan administrasi negara yang membebaskan sutau perbuatan dari kekuasaan peraturan yang menolak perbuatan tersebut,WF prince mengatakan bahwa dispensasi adalah tindakan pemerintahan yang meyebabkan suatu peraturan perundang-undangan menjadi tidak berlaku bagi sesuatu hal yang istimewa.
- lisensi adalah suatu izin yang memberikan hak untuk menyelenggarkan suatu perusahaan,lisensi digunakan untuk menyatakan suatu izin yang memperkenankan seseorang untuk menjalankan suatu perusahaan dengan izin khusus atau istimewa.
- Konsesi merupakan suatu izin berhubungan dengan pekerjaan yang besar dimana kepentingan umum terlibat erat sekali sehingga sebenarnya pekerjaan itu menjadi tugas dari pemerintah,tetapi oleh pemerintah diberikan hak penyelenggaraannya kepada konsesionaris (pemegang izin) yang bukan pejabat pemerintah.
- Izin menurut sjahran basahadalah perbuatan hukum administrasi Negara bersegi satu yang mengaplikasikan peraturan dalam hal konkrit berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan.
B. Unsur-unsur Perizinan
1.Instrumen yuridis
Izin merupakan instrument yuridis dalam bentuk ketetapan yang bersifat konstitutif dan yang digunakan oleh pemerintah untuk menghadapi atau mentapkan peristiwa konkret,sebagai ketetapan izin itu dibuat dengan ketentuan dan persyaratan yang berlaku pada ketetapan pada umumnya.
2.Peraturan perundang-undangan
Pembuatan dan penerbitan ketetapan izin merupakan tindakan hukum permerintahan,sebagai tindakan hukum maka harus ada wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan atau harus berdasarkan pada asas legalitas, tanpa dasar wewenang, tindakan hukum itu menjadi tidak sah,oleh karena itu dalam hal membuat dan menerbitkan izin haruslah didasarkan pada wewenang yang diberikan oleh peraturan peruUUan yang berlaku, karena tanpa adanya dasar wewenang tersebut ketetapan izin tersebut menjadi tidak sah.
3. Organ pemerintah
Organ pemerintah adalah organ yang menjalankan urusan pemerintah baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah.menurut sjahran basah,dari badan tertinggi sampai dengan badan terendah berwenang memberikan izin.
4. Peristiwa kongkret
Izin merupakan instrument yuridis yang berbentuk ketetapan yang digunakan oleh pemerintah dalam menghadapi peristiwa kongkret dan individual,peristiwa kongkret artinya peristiwa yang terjadi pada waktu tertentu, orang tertentu ,tempat tertentu dan fakta hukum tertentu.
5. Prosedur dan persyaratan
Pada umumnya permohonan izin harus menempuh prosedur tertentu yang ditentukan oleh pemerintah,selaku pemberi izin. Selain itu pemohon juga harus memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu yang ditentukan secara sepihak oleh pemerintah atatu pemberi izin.prosedur dan persyaratan perizinan itu berbeda-beda tergantung jenis izin, tujuan izin, dan instansi pemberi izin. Menurut soehino,syarat-syarat dalam izin itu bersifat konstitutif dan kondisional,konstitutif,karena ditentuakn suatu perbuatan atau tingkah laku tertentu yang harus (terlebih dahulu) dipenuhi,kondisional, karena penilaian tersebut baru ada dan dapat dilihat serta dapat dinilai setelah perbuatan atau tingkah laku yang disyaratkan itu terjadi.
C. Fungsi dan tujuan perizinan
Selaku instrument pemerintah izin berfugsi selaku ujung tombak instrument hokum sebagai pengarah, perekayasa, dan perancang masyarakat adil dan makur itu dijelmakan.
Mengenai tujuan perizinan secara umum adalah sebagai berikut :
a. Keinginan mengarahkan (mengendalikan sturen) aktivitas-aktivitas terentu (misalnya izin bangunan).
b. Izin mencegah bahaya bagi lingkungan (izin-izin lingkungan).
c. Keinginan melindungi objek-objek tertentu (izin terbang,izin membongkar pada monument-monumen)
d. Izin hendak membagi benda-benda yang sedikit (izin penghuni di daerah padat penduduk).
e. Izin memberikan pengarahan,dengan menyeleksi orang-orang dan aktivitas-aktivitas (izin berdasarkan “drank en horecawet” dimana pengurus harus memenuhi syarat-syarat tertentu).
D. Bentuk dan Isi Izin
-sesuai dengan sifnya,yang merupakan bagian dari ketetapan,izin selalu dibuat dalam bentuk tertulis,sebagai ketetapan tertulis,secara umum izin memuat hal-hal sebagai tersebut:
a. organ yang berwenang
dalam izin dinyatakan siapa yang memberikannya,biasanya dari kepala surat dan penandantangan izin akan nyata organ mana yang memberikan izin.
b. Yang dialamatkan
Izin ditujukan pada pihak yang berkepentingan,biasanya izin lahir setelah yang berkepentingan mengajukan permohonan untuk itu,oleh karena itu keputusan yang memuat izin akan dialamatkan pula kepada pihak yang memohon izin.
c.Dictum
Keputusan yang memuat izin,demi alas an kepastian hokum,harus memuat uraian sejelas mungkin untuk apa izin itu diberikan.bagian keputusan ini,dimana akibat-akibat hokum yang ditimbulkan oleh keputusan dinamakan dictum,yang merupakan inti dari keputusan,memuat hak-hak dan kewajiban yang dituju oleh keputusan itu.
d. Ketentuan-ketentuan,pembatasan-pembatsan dan syarat-syarat
Ketentuan ialah kewajiban-kewajiban yang dapat dikaitkan pada keputusan yang menguntungkan.
Pembatasan-pembatsan dalam izin member, memungkinan untuk secara praktis melingkari lebih lanjut tindakan yang dibolehkan, pembatasan ini merujuk batsa-batas dalam waktu,tempat dan cara lain.
Juga terdapat syarat,dengan menetapkan syarat akibat-akibat hukum tertentu digantungkan pada timbulnya suatu peristiwa dikemudian hari yang belum pasti,dapat dimuat syarat penghapusan dan syarat penangguhan.
e. Pemberi alasan
Pemberian alasan dapat memuat hal-hal seperti penyebutan ketentuan UU,pertimbangan-pertimbangan hukum, dan penetapan fakta.
f. Pemberitahuan-pemberitahuan tambahan
Pemberitahuan tambahan dapat berisi bahwa kepada yang dialamatkan ditunjukkan akibat-akibat dari pelanggaran ketentuan dalam izin,seperti sanksi-sanksi yang mungkin diberikan pada ketidakpatuhan.mungkin saja juga merupakan petunjuk-petunjuk bagaimna sebaiknya bertidak dalam mengajukan permohonan-permohonan berikutnya atau informasi umum dari organ pemerintahan yang berhubungan dengan kebijaksanaannya sekarang atau dikemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA
WF prince.
Sjahran Basahadalah.
- dispensasi adalah keputusan administrasi negara yang membebaskan sutau perbuatan dari kekuasaan peraturan yang menolak perbuatan tersebut,WF prince mengatakan bahwa dispensasi adalah tindakan pemerintahan yang meyebabkan suatu peraturan perundang-undangan menjadi tidak berlaku bagi sesuatu hal yang istimewa.
- lisensi adalah suatu izin yang memberikan hak untuk menyelenggarkan suatu perusahaan,lisensi digunakan untuk menyatakan suatu izin yang memperkenankan seseorang untuk menjalankan suatu perusahaan dengan izin khusus atau istimewa.
- Konsesi merupakan suatu izin berhubungan dengan pekerjaan yang besar dimana kepentingan umum terlibat erat sekali sehingga sebenarnya pekerjaan itu menjadi tugas dari pemerintah,tetapi oleh pemerintah diberikan hak penyelenggaraannya kepada konsesionaris (pemegang izin) yang bukan pejabat pemerintah.
- Izin menurut sjahran basahadalah perbuatan hukum administrasi Negara bersegi satu yang mengaplikasikan peraturan dalam hal konkrit berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan.
B. Unsur-unsur Perizinan
1.Instrumen yuridis
Izin merupakan instrument yuridis dalam bentuk ketetapan yang bersifat konstitutif dan yang digunakan oleh pemerintah untuk menghadapi atau mentapkan peristiwa konkret,sebagai ketetapan izin itu dibuat dengan ketentuan dan persyaratan yang berlaku pada ketetapan pada umumnya.
2.Peraturan perundang-undangan
Pembuatan dan penerbitan ketetapan izin merupakan tindakan hukum permerintahan,sebagai tindakan hukum maka harus ada wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan atau harus berdasarkan pada asas legalitas, tanpa dasar wewenang, tindakan hukum itu menjadi tidak sah,oleh karena itu dalam hal membuat dan menerbitkan izin haruslah didasarkan pada wewenang yang diberikan oleh peraturan peruUUan yang berlaku, karena tanpa adanya dasar wewenang tersebut ketetapan izin tersebut menjadi tidak sah.
3. Organ pemerintah
Organ pemerintah adalah organ yang menjalankan urusan pemerintah baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah.menurut sjahran basah,dari badan tertinggi sampai dengan badan terendah berwenang memberikan izin.
4. Peristiwa kongkret
Izin merupakan instrument yuridis yang berbentuk ketetapan yang digunakan oleh pemerintah dalam menghadapi peristiwa kongkret dan individual,peristiwa kongkret artinya peristiwa yang terjadi pada waktu tertentu, orang tertentu ,tempat tertentu dan fakta hukum tertentu.
5. Prosedur dan persyaratan
Pada umumnya permohonan izin harus menempuh prosedur tertentu yang ditentukan oleh pemerintah,selaku pemberi izin. Selain itu pemohon juga harus memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu yang ditentukan secara sepihak oleh pemerintah atatu pemberi izin.prosedur dan persyaratan perizinan itu berbeda-beda tergantung jenis izin, tujuan izin, dan instansi pemberi izin. Menurut soehino,syarat-syarat dalam izin itu bersifat konstitutif dan kondisional,konstitutif,karena ditentuakn suatu perbuatan atau tingkah laku tertentu yang harus (terlebih dahulu) dipenuhi,kondisional, karena penilaian tersebut baru ada dan dapat dilihat serta dapat dinilai setelah perbuatan atau tingkah laku yang disyaratkan itu terjadi.
C. Fungsi dan tujuan perizinan
Selaku instrument pemerintah izin berfugsi selaku ujung tombak instrument hokum sebagai pengarah, perekayasa, dan perancang masyarakat adil dan makur itu dijelmakan.
Mengenai tujuan perizinan secara umum adalah sebagai berikut :
a. Keinginan mengarahkan (mengendalikan sturen) aktivitas-aktivitas terentu (misalnya izin bangunan).
b. Izin mencegah bahaya bagi lingkungan (izin-izin lingkungan).
c. Keinginan melindungi objek-objek tertentu (izin terbang,izin membongkar pada monument-monumen)
d. Izin hendak membagi benda-benda yang sedikit (izin penghuni di daerah padat penduduk).
e. Izin memberikan pengarahan,dengan menyeleksi orang-orang dan aktivitas-aktivitas (izin berdasarkan “drank en horecawet” dimana pengurus harus memenuhi syarat-syarat tertentu).
D. Bentuk dan Isi Izin
-sesuai dengan sifnya,yang merupakan bagian dari ketetapan,izin selalu dibuat dalam bentuk tertulis,sebagai ketetapan tertulis,secara umum izin memuat hal-hal sebagai tersebut:
a. organ yang berwenang
dalam izin dinyatakan siapa yang memberikannya,biasanya dari kepala surat dan penandantangan izin akan nyata organ mana yang memberikan izin.
b. Yang dialamatkan
Izin ditujukan pada pihak yang berkepentingan,biasanya izin lahir setelah yang berkepentingan mengajukan permohonan untuk itu,oleh karena itu keputusan yang memuat izin akan dialamatkan pula kepada pihak yang memohon izin.
c.Dictum
Keputusan yang memuat izin,demi alas an kepastian hokum,harus memuat uraian sejelas mungkin untuk apa izin itu diberikan.bagian keputusan ini,dimana akibat-akibat hokum yang ditimbulkan oleh keputusan dinamakan dictum,yang merupakan inti dari keputusan,memuat hak-hak dan kewajiban yang dituju oleh keputusan itu.
d. Ketentuan-ketentuan,pembatasan-pembatsan dan syarat-syarat
Ketentuan ialah kewajiban-kewajiban yang dapat dikaitkan pada keputusan yang menguntungkan.
Pembatasan-pembatsan dalam izin member, memungkinan untuk secara praktis melingkari lebih lanjut tindakan yang dibolehkan, pembatasan ini merujuk batsa-batas dalam waktu,tempat dan cara lain.
Juga terdapat syarat,dengan menetapkan syarat akibat-akibat hukum tertentu digantungkan pada timbulnya suatu peristiwa dikemudian hari yang belum pasti,dapat dimuat syarat penghapusan dan syarat penangguhan.
e. Pemberi alasan
Pemberian alasan dapat memuat hal-hal seperti penyebutan ketentuan UU,pertimbangan-pertimbangan hukum, dan penetapan fakta.
f. Pemberitahuan-pemberitahuan tambahan
Pemberitahuan tambahan dapat berisi bahwa kepada yang dialamatkan ditunjukkan akibat-akibat dari pelanggaran ketentuan dalam izin,seperti sanksi-sanksi yang mungkin diberikan pada ketidakpatuhan.mungkin saja juga merupakan petunjuk-petunjuk bagaimna sebaiknya bertidak dalam mengajukan permohonan-permohonan berikutnya atau informasi umum dari organ pemerintahan yang berhubungan dengan kebijaksanaannya sekarang atau dikemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA
WF prince.
Sjahran Basahadalah.
Sabtu, 25 Desember 2010
HUKUM PERSEROAN TERBATAS (Berdasarkan UU Nomor 40 Th 2007 tentang Perseroan Terbatas)
Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT), yang secara efektif berlaku sejak tanggal 16 Agustus 2007. Sebelum UUPT 2007, berlaku UUPT No. 1 Th 1995 yang diberlakukan sejak 7 Maret 1996 (satu tahun setelah diundangkan) sampai dengan 15 Agustus 2007, UUPT tahun 1995 tersebut sebagai pengganti ketentuan tentang perseroan terbatas yang diatur dalam KUHD Pasal 36 sampai dengan Pasal 56, dan segala perubahannya(terakhir dengan UU No. 4 Tahun 1971 yang mengubah sistem hak suara para pemegang saham yang diatur dalam Pasal 54 KUHD dan Ordonansi Perseroan Indonesia atas saham -Ordonantie op de Indonesische Maatschappij op Aandeelen (IMA)- diundangkan dalam Staatsblad 1939 No. 569 jo 717.
PENGERTIAN PERSEROAN TERBATAS
Istilah Perseroan Terbatas (PT) dulunya dikenal dengan istilah Naamloze Vennootschap (NV). Istilah lainnya Corporate Limited (Co. Ltd.), Serikat Dagang Benhard (SDN BHD). Pengertian erseroan Terbatas terdiri dari dua kata, yakni “perseroan” dan “terbatas”. Perseroan merujuk kepada modal PT yang terdiri dari sero-sero atau saham-saham. Adapun kata terbatas merujuk kepada pemegang yang luasnya hanya sebatas pada nilai nominal semua saham yang dimilikinya.
Berdasar Pasal 1 UUPT No. 40/2007 pengertian Perseroan Terbatas (Perseroan) adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.
PERSEROAN TERBATAS = SUBYEK HUKUM
PT merupakan perusahaan yang oleh undang-undang dinyatakan sebagai perusahaan yang berbadan hukum. Dengan status yang demikian itu, PT menjadi subyek hukum yang menjadi pendukung hak dan kewajiban, sebagai badan hukum, PT memiliki kedudukan mandiri (persona standi in judicio) yang tidak tergantung pada pemegang sahamnya. Dalam PT hanya organ yang dapat mewakili PT atau perseroan yang menjalankan perusahaan (Ery Arifudin, 1999: 24). Hal ini berarti PT dapat melakukan perbuatan-perbuatan hukum seperti seorang manusia dan dapat pula mempunyai kekayaan atau utang (ia bertindak dengan perantaraan pengurusnya).
Walaupun suatu badan hukum itu bukanlah seorang manusia yang mempunyai Pikiran/kehendak, akan tetapi menurut hukum ia dapat dianggap mempunyai kehendak. Menurut teori yang lazim dianut, kehendak dari persero pengurus dianggap sebagai kehendak PT. Akan tetapi, perbuatan-perbuatan pengurus yang bertindak atas nama PT, pertanggungjawabannya terletak pada PT dengan semua harta bendanya (Normin S. Pakpahan, 1997: 75).
UNSUR – UNSUR PERSEROAN TERBATAS
Berdasarkan pengertian tersebut maka untuk dapat disebut sebagai perusahaan PT menurut UUPT harus memenuhi unsur-unsur:
1. Berbentuk badan hukum, yg merupakan persekutuan modal;
2. Didirikan atas dasar perjanjian;
3. Melakukan kegiatan usaha;
4. Modalnya terbagi saham-saham;
5. Memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam UUPT serta perat
PERSYARATAN MATERIAL PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS
Untuk mendirikan suatu perseroan harus memenuhi persyaratan material antara lain:
1. perjanjian antara dua orang atau lebih;
2. dibuat dengan akta autentik
3. modal dasar perseroan
4. pengambilan saham saat perseroan didirikan
PROSEDUR PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS
1. Persiapan, antara lain: kesepakatan-kesepakatan/perjanjian antara para pendiri (minimal 2 orang atau lebih) untuk dituangkan dalam akta notaris à akta pendirian.
2. Pembuatan Akta Pendirian, yang memuat AD dan Keterangan lain berkaitan dengan pendirian Perseroan, dilakukan di muka Notaris.
3. Pengajuan permohonan (melalui Jasa TI & didahului dengan pengajuan nama perseroan) Pengesahan oleh Menteri Hukum dan HAM (jika dikuasakan pengajuan hanya dapat dilakukan oleh Notaris)à diajukan paling lambat 60 hari sejak tanggal akta pendirian ditanda-tangani, dilengkapi keterangan dengan dokumen pendukung. Jika lengkap Menteri langsung menyatakan tidak keberatan atas permohonan yang bersangkutan secara elektronik. Paling lambat 30 hari sejak pernyataan tidak keberatan, yang bersangkutan wajib menyampaikan secara fisik surat permohonan yang dilampiri dokumen pendukung, 14 hari kemudian Menteri menerbitkan keputusan pengesahan BH Perseroan yang ditanda-tangani secara elektronik.
4. Daftar Perseroan (diselenggarakan oleh Menteri, dilakukan bersamaan dengan tinggal Keputusan mentri mengenahi Pengesahan BH Perseroan, persetujuan atas perubahan AD(Anggaran Dasar) yang memerlukan Persetujuan; penerimaan pemberitahuan perubahan AD(Anggaran Dasar) yang tidak memerlukan persetujuan; atau penerimaan pemberitahuan perubahan data perseroan yang bukan merupakan perubahan AD(Anggaran Dasar). Daftar perseroan terbuka untuk umum.
5. Pengumuman dalam Tambahan Berita Negara RI (pengumuman dalam TBNRI diselenggarakan oleh Menteri, antara lain: akta pendirian perseroan beserta Keputusan mentri tentang Pengesahan BH Perseroan; akta perubahan AD beserta Kepmen sbgmana dimaksud Psl 21 ayat (1); Akta perubahan AD yg telah diterima pemberitahuanya oleh menteri).
ORGAN – ORGAN PERSEROAN TERBATAS
1.RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM (RUPS)
RUPS mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris, dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang PT dan/atau anggaran dasar.Dalam forum RUPS, pemegang saham berhak memperoleh keterangan yang berkaitan dengan Perseroan dari Direksi dan/atau Dewan Komisaris, sepanjang berhubungan dengan mata acara rapat dan tidak bertentangan dengan kepentingan Perseroan. RUPS dalam mata acara lain-lain tidak berhak mengambil keputusan, kecuali semua pemegang saham hadir dan/atau diwakili dalam RUPS dan menyetujui penambahan mata acara rapat. Keputusan atas mata acara rapat yang ditambahkan harus disetujui dengan suara bulat.
PENYELENGGARAAN RUPS
Penyelenggaraan RUPS dapat dilakukan atas permintaan:
1 (satu) orang atau lebih pemegang saham yang bersama-sama mewakili 1/10 (satu persepuluh) atau lebih dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, kecuali anggaran dasar menentukan suatu jumlah yang lebih kecil; atau
1. Dewan Komisaris.
- Permintaan RUPS oleh Dewan Komisari diajukan kepada Direksi dengan Surat Tercatat disertai alasannya.
- Surat Tercatat yang disampaikan oleh pemegang saham tembusannya disampaikan kepada Dewan Komisaris.
- Direksi wajib melakukan pemanggilan RUPS dalam jangka waktu paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak tanggal permintaan penyelenggaraan RUPS diterima.
- Dalam hal Direksi tidak melakukan pemanggilan RUPS : a. permintaan penyelenggaraan RUPS diajukan kembali kepada Dewan Komisaris; atau b. Dewan Komisaris melakukan pemanggilan sendiri RUPS,.
- Dalam hal Direksi atau Dewan Komisaris tidak melakukan pemanggilan RUPS dalam jangka waktu 15 hari sejak tanggal permintaan, pemegang saham yang meminta penyelenggaraan RUPS dapat mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan untuk menetapkan pemberian izin kepada pemohon melakukan sendiri pemanggilan RUPS tersebut.
- Ketua pengadilan negeri setelah memanggil dan mendengar pemohon, Direksi dan/atau Dewan Komisaris, menetapkan pemberian izin untuk menyelenggarakan RUPS apabila pemohon secara sumir telah membuktikan bahwa persyaratan telah dipenuhi dan pemohon mempunyai kepentingan yang wajar untuk diselenggarakannya RUPS.
- Penetapan ketua pengadilan negeri memuat juga ketentuan mengenai:
a. bentuk RUPS, mata acara RUPS sesuai dengan permohonan pemegang saham, jangka waktu pemanggilan RUPS, kuorum kehadiran, dan/atau ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS, serta penunjukan ketua rapat, sesuai dengan atau tanpa terikat pada ketentuan Undang-Undang ini atau anggaran dasar; dan/atau
b. perintah yang mewajibkan Direksi dan/atau Dewan Komisaris untuk hadir dalam RUPS.
- Ketua pengadilan negeri menolak permohonan dalam hal pemohon tidak dapat membuktikan secara sumir bahwa persyaratan telah dipenuhi dan pemohon mempunyai kepentingan yang wajar untuk diselenggarakannya RUPS.
- RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya boleh membicarakan mata acara rapat sebagaimana ditetapkan oleh ketua pengadilan negeri.
- Penetapan ketua pengadilan negeri mengenai pemberian izin bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap.
- Dalam hal penetapan ketua pengadilan negeri menolak permohonan, upaya hukum yang dapat diajukan hanya kasasi.
- Ketentuan berlaku juga bagi Perseroan Terbuka dengan memperhatikan persyaratan pengumuman akan diadakannya RUPS dan persyaratan lainnya untuk penyelenggaraan RUPS sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
BEABSAHAN RUPS
- RUPS dapat dilangsungkan jika dalam RUPS lebih dari 1/2 (satu perdua) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili, kecuali Undang-Undang dan/atau anggaran dasar menentukan jumlah kuorum yang lebih besar.
- Dalam hal kuorum tidak tercapai, dapat diadakan pemanggilan RUPS kedua.
- Dalam pemanggilan RUPS kedua harus disebutkan bahwa RUPS pertama telah dilangsungkan dan tidak mencapai kuorum.
- RUPS kedua sah dan berhak mengambil keputusan jika dalam RUPS paling sedikit 1/3 (satu pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili, kecuali anggaran dasar menentukan jumlah kuorum yang lebih besar.
- Dalam hal kuorum RUPS kedua tidak tercapai, Perseroan dapat memohon kepada ketua pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan atas permohonan Perseroan agar ditetapkan kuorum untuk RUPS ketiga.
- Pemanggilan RUPS ketiga harus menyebutkan bahwa RUPS kedua telah dilangsungkan dan tidak mencapai kuorum dan RUPS ketiga akan dilangsungkan dengan kuorum yang telah ditetapkan oleh ketua pengadilan negeri.
- Penetapan ketua pengadilan negeri mengenai kuorum RUPS bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap.
- Pemanggilan RUPS kedua dan ketiga dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum RUPS kedua atau ketiga dilangsungkan.
- RUPS kedua dan ketiga dilangsungkan dalam jangka waktu paling cepat 10 (sepuluh) hari dan paling lambat 21 (dua puluh satu) hari setelah RUPS yang mendahuluinya dilangsungkan.
2.DIREKSI
Direksi merupakan organ yang membela kepentingan perseroan --- Prinsip Fiduciary Duties. Tugas ganda Direksi; melaksanakan kepengurusan dan perwakilan Tugas kepengurusan secara kolegial oleh msg-msg anggota direksi. Direksi perseroan yang mengerahkan dana masyarakat, menerbitkan srt pengakuan hutang, PT terbuka: minimal 2 org anggota Direksi.
PENGANGKATAN DIREKSI
- Direksi diangkat oleh RUPS
- Yang dpt diangkat mjd anggota direksi adl org perseorangan yg mampu melaksanakan perbuatan hk & tdk pernah dinyatakan pailit/dihukum krn merugikan keuangan neg dl waktu 5 th sblm pengangkatan.
KEWAJIBAN DIREKSI
1. Kewajiban yang berkaitan dg perseroan
2. Kewajiban yg berkaitan dg RUPS
3. Kewajiban yang berkaitan dengan kepentingan kreditur/masyarakat
HAK DIREKSI
1. Hak utk mewakili perseroan di dalam dan di luar pengadilan
2. Hak utk memberikan kuasa tertulis kepada pihak lain.
3. Hak utk mengajukan usul kpd Pengadilan Negeri agar perseroan dinyatakan pailit setelah didahului dg persetujuan RUPS.
4. Hak utk membela diri dlm forum RUPS jika Direksi telah diberhentikan utk sementara waktu oleh RUPS/Komisaris
5. Hak utk mendapatkan gaji dan tunjangan lainnya sesuai AD/Akte Pendirian.
BERAKHIRNYA MASA TUGAS DIREKSI
- Jangka waktu masa tugas direksi diatur dalam AD/Akte Pendirian.
- Jika diberhentikan sementara waktu sbl berakhir masa tugasnya oleh RUPS/Komisaris maka dlm jangka waktu 30 hrs diadakan RUPS utk memberi kesempatan Direksi tsb membela diri. Apabila dlm jangka waktu 30 hr tdk ada RUPS maka pemberhentian sementara demi hukum batal.
- Dlm kondisi tertentu Komisaris dpt bertindak sbg pengurus perseoan.
PERTANGGUNG JAWABAN PRIBADI DIREKSI
- Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya.
- Dalam hal Direksi terdiri atas 2 (dua) anggota Direksi atau lebih, tanggung jawab berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota Direksi.
Anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian apabila dapat membuktikan:
a. kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
b. telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
c. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan
d. telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.
3.DEWAN KOMISARIS
- Tugas utamanya: mengawasi kebijakan direksi dlm menjalankan perseroan serta memberi nasihat direksi
- Pengangkatan Komisaris oleh RUPS.
- Keanggotaan Komisaris: jika pemegang saham maka hrs melaporkan kepemilikan sahamnya baik di perseroan yang diawasi maupun saham yg dimiliki di perseroan lain.
- Kriteria yg dpt mjd Komisaris spt halnya direksi.
Kewajiban Komisaris:
1. Mengawasi Direksi
2. Memberi nasehat kpd Direksi
3. Melapor pd perseroan ttg kepemilikan sahamnya beserta keluarganya
Kewenangan Komisaris:
1. Alasan ttt dpt memberhentikan direksi utk sementara waktu
2. Jika direksi berhalangan dpt bertindak sbg pengurus
3. Meminta keterangan pd Direksi
4. Berwenang memasuki ruangan/tempat penyimpanan brg milik perseroan.
BERAKHIRNYA MASA TUGAS DEWAN KOMISARIS
- Masa tugas Komisaris ditetapkan dlm AD/Akte Pendirian
- Komisaris dapat diberhentikan sementara waktu oleh RUPS
PERTANGGUNG JAWABAN PRIBADI DEWAN KOMISARIS
- Dalam hal terjadi kepailitan karena kesalahan atau kelalaian Dewan Komisaris dalam melakukan pengawasan terhadap pengurusan yang dilaksanakan oleh Direksi dan kekayaan Perseroan tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban Perseroan akibat kepailitan tersebut, setiap anggota Dewan Komisaris secara tanggung renteng ikut bertanggung jawab dengan anggota Direksi atas kewajiban yang belum dilunasi.
- Tanggung jawab berlaku juga bagi anggota Dewan Komisaris yang sudah tidak menjabat 5 (lima) tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan.
- Anggota Dewan Komisaris tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas kepailitan Perseroan apabila dapat membuktikan:
- kepailitan tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya.
- telah melakukan tugas pengawasan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.
- tidak mempunyai kepentingan pribadi, baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan oleh Direksi yang mengakibatkan kepailitan.
- telah memberikan nasihat kepada Direksi untuk mencegah terjadinya kepailitan.
DAFTAR PUSTAKA
UU Nomor 40 Th 2007 tentang Perseroan Terbatas
Ery Arifudin, 1999: 24
sebagian dikutip dari buku karangan Munawar Kholil yg membahas tentang HUKUM PERSEROAN TERBATAS (Berdasar UU Nomor 40 Th 2007 tentang Perseroan Terbatas)
PENGERTIAN PERSEROAN TERBATAS
Istilah Perseroan Terbatas (PT) dulunya dikenal dengan istilah Naamloze Vennootschap (NV). Istilah lainnya Corporate Limited (Co. Ltd.), Serikat Dagang Benhard (SDN BHD). Pengertian erseroan Terbatas terdiri dari dua kata, yakni “perseroan” dan “terbatas”. Perseroan merujuk kepada modal PT yang terdiri dari sero-sero atau saham-saham. Adapun kata terbatas merujuk kepada pemegang yang luasnya hanya sebatas pada nilai nominal semua saham yang dimilikinya.
Berdasar Pasal 1 UUPT No. 40/2007 pengertian Perseroan Terbatas (Perseroan) adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.
PERSEROAN TERBATAS = SUBYEK HUKUM
PT merupakan perusahaan yang oleh undang-undang dinyatakan sebagai perusahaan yang berbadan hukum. Dengan status yang demikian itu, PT menjadi subyek hukum yang menjadi pendukung hak dan kewajiban, sebagai badan hukum, PT memiliki kedudukan mandiri (persona standi in judicio) yang tidak tergantung pada pemegang sahamnya. Dalam PT hanya organ yang dapat mewakili PT atau perseroan yang menjalankan perusahaan (Ery Arifudin, 1999: 24). Hal ini berarti PT dapat melakukan perbuatan-perbuatan hukum seperti seorang manusia dan dapat pula mempunyai kekayaan atau utang (ia bertindak dengan perantaraan pengurusnya).
Walaupun suatu badan hukum itu bukanlah seorang manusia yang mempunyai Pikiran/kehendak, akan tetapi menurut hukum ia dapat dianggap mempunyai kehendak. Menurut teori yang lazim dianut, kehendak dari persero pengurus dianggap sebagai kehendak PT. Akan tetapi, perbuatan-perbuatan pengurus yang bertindak atas nama PT, pertanggungjawabannya terletak pada PT dengan semua harta bendanya (Normin S. Pakpahan, 1997: 75).
UNSUR – UNSUR PERSEROAN TERBATAS
Berdasarkan pengertian tersebut maka untuk dapat disebut sebagai perusahaan PT menurut UUPT harus memenuhi unsur-unsur:
1. Berbentuk badan hukum, yg merupakan persekutuan modal;
2. Didirikan atas dasar perjanjian;
3. Melakukan kegiatan usaha;
4. Modalnya terbagi saham-saham;
5. Memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam UUPT serta perat
PERSYARATAN MATERIAL PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS
Untuk mendirikan suatu perseroan harus memenuhi persyaratan material antara lain:
1. perjanjian antara dua orang atau lebih;
2. dibuat dengan akta autentik
3. modal dasar perseroan
4. pengambilan saham saat perseroan didirikan
PROSEDUR PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS
1. Persiapan, antara lain: kesepakatan-kesepakatan/perjanjian antara para pendiri (minimal 2 orang atau lebih) untuk dituangkan dalam akta notaris à akta pendirian.
2. Pembuatan Akta Pendirian, yang memuat AD dan Keterangan lain berkaitan dengan pendirian Perseroan, dilakukan di muka Notaris.
3. Pengajuan permohonan (melalui Jasa TI & didahului dengan pengajuan nama perseroan) Pengesahan oleh Menteri Hukum dan HAM (jika dikuasakan pengajuan hanya dapat dilakukan oleh Notaris)à diajukan paling lambat 60 hari sejak tanggal akta pendirian ditanda-tangani, dilengkapi keterangan dengan dokumen pendukung. Jika lengkap Menteri langsung menyatakan tidak keberatan atas permohonan yang bersangkutan secara elektronik. Paling lambat 30 hari sejak pernyataan tidak keberatan, yang bersangkutan wajib menyampaikan secara fisik surat permohonan yang dilampiri dokumen pendukung, 14 hari kemudian Menteri menerbitkan keputusan pengesahan BH Perseroan yang ditanda-tangani secara elektronik.
4. Daftar Perseroan (diselenggarakan oleh Menteri, dilakukan bersamaan dengan tinggal Keputusan mentri mengenahi Pengesahan BH Perseroan, persetujuan atas perubahan AD(Anggaran Dasar) yang memerlukan Persetujuan; penerimaan pemberitahuan perubahan AD(Anggaran Dasar) yang tidak memerlukan persetujuan; atau penerimaan pemberitahuan perubahan data perseroan yang bukan merupakan perubahan AD(Anggaran Dasar). Daftar perseroan terbuka untuk umum.
5. Pengumuman dalam Tambahan Berita Negara RI (pengumuman dalam TBNRI diselenggarakan oleh Menteri, antara lain: akta pendirian perseroan beserta Keputusan mentri tentang Pengesahan BH Perseroan; akta perubahan AD beserta Kepmen sbgmana dimaksud Psl 21 ayat (1); Akta perubahan AD yg telah diterima pemberitahuanya oleh menteri).
ORGAN – ORGAN PERSEROAN TERBATAS
1.RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM (RUPS)
RUPS mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris, dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang PT dan/atau anggaran dasar.Dalam forum RUPS, pemegang saham berhak memperoleh keterangan yang berkaitan dengan Perseroan dari Direksi dan/atau Dewan Komisaris, sepanjang berhubungan dengan mata acara rapat dan tidak bertentangan dengan kepentingan Perseroan. RUPS dalam mata acara lain-lain tidak berhak mengambil keputusan, kecuali semua pemegang saham hadir dan/atau diwakili dalam RUPS dan menyetujui penambahan mata acara rapat. Keputusan atas mata acara rapat yang ditambahkan harus disetujui dengan suara bulat.
PENYELENGGARAAN RUPS
Penyelenggaraan RUPS dapat dilakukan atas permintaan:
1 (satu) orang atau lebih pemegang saham yang bersama-sama mewakili 1/10 (satu persepuluh) atau lebih dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, kecuali anggaran dasar menentukan suatu jumlah yang lebih kecil; atau
1. Dewan Komisaris.
- Permintaan RUPS oleh Dewan Komisari diajukan kepada Direksi dengan Surat Tercatat disertai alasannya.
- Surat Tercatat yang disampaikan oleh pemegang saham tembusannya disampaikan kepada Dewan Komisaris.
- Direksi wajib melakukan pemanggilan RUPS dalam jangka waktu paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak tanggal permintaan penyelenggaraan RUPS diterima.
- Dalam hal Direksi tidak melakukan pemanggilan RUPS : a. permintaan penyelenggaraan RUPS diajukan kembali kepada Dewan Komisaris; atau b. Dewan Komisaris melakukan pemanggilan sendiri RUPS,.
- Dalam hal Direksi atau Dewan Komisaris tidak melakukan pemanggilan RUPS dalam jangka waktu 15 hari sejak tanggal permintaan, pemegang saham yang meminta penyelenggaraan RUPS dapat mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan untuk menetapkan pemberian izin kepada pemohon melakukan sendiri pemanggilan RUPS tersebut.
- Ketua pengadilan negeri setelah memanggil dan mendengar pemohon, Direksi dan/atau Dewan Komisaris, menetapkan pemberian izin untuk menyelenggarakan RUPS apabila pemohon secara sumir telah membuktikan bahwa persyaratan telah dipenuhi dan pemohon mempunyai kepentingan yang wajar untuk diselenggarakannya RUPS.
- Penetapan ketua pengadilan negeri memuat juga ketentuan mengenai:
a. bentuk RUPS, mata acara RUPS sesuai dengan permohonan pemegang saham, jangka waktu pemanggilan RUPS, kuorum kehadiran, dan/atau ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS, serta penunjukan ketua rapat, sesuai dengan atau tanpa terikat pada ketentuan Undang-Undang ini atau anggaran dasar; dan/atau
b. perintah yang mewajibkan Direksi dan/atau Dewan Komisaris untuk hadir dalam RUPS.
- Ketua pengadilan negeri menolak permohonan dalam hal pemohon tidak dapat membuktikan secara sumir bahwa persyaratan telah dipenuhi dan pemohon mempunyai kepentingan yang wajar untuk diselenggarakannya RUPS.
- RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya boleh membicarakan mata acara rapat sebagaimana ditetapkan oleh ketua pengadilan negeri.
- Penetapan ketua pengadilan negeri mengenai pemberian izin bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap.
- Dalam hal penetapan ketua pengadilan negeri menolak permohonan, upaya hukum yang dapat diajukan hanya kasasi.
- Ketentuan berlaku juga bagi Perseroan Terbuka dengan memperhatikan persyaratan pengumuman akan diadakannya RUPS dan persyaratan lainnya untuk penyelenggaraan RUPS sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
BEABSAHAN RUPS
- RUPS dapat dilangsungkan jika dalam RUPS lebih dari 1/2 (satu perdua) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili, kecuali Undang-Undang dan/atau anggaran dasar menentukan jumlah kuorum yang lebih besar.
- Dalam hal kuorum tidak tercapai, dapat diadakan pemanggilan RUPS kedua.
- Dalam pemanggilan RUPS kedua harus disebutkan bahwa RUPS pertama telah dilangsungkan dan tidak mencapai kuorum.
- RUPS kedua sah dan berhak mengambil keputusan jika dalam RUPS paling sedikit 1/3 (satu pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili, kecuali anggaran dasar menentukan jumlah kuorum yang lebih besar.
- Dalam hal kuorum RUPS kedua tidak tercapai, Perseroan dapat memohon kepada ketua pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan atas permohonan Perseroan agar ditetapkan kuorum untuk RUPS ketiga.
- Pemanggilan RUPS ketiga harus menyebutkan bahwa RUPS kedua telah dilangsungkan dan tidak mencapai kuorum dan RUPS ketiga akan dilangsungkan dengan kuorum yang telah ditetapkan oleh ketua pengadilan negeri.
- Penetapan ketua pengadilan negeri mengenai kuorum RUPS bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap.
- Pemanggilan RUPS kedua dan ketiga dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum RUPS kedua atau ketiga dilangsungkan.
- RUPS kedua dan ketiga dilangsungkan dalam jangka waktu paling cepat 10 (sepuluh) hari dan paling lambat 21 (dua puluh satu) hari setelah RUPS yang mendahuluinya dilangsungkan.
2.DIREKSI
Direksi merupakan organ yang membela kepentingan perseroan --- Prinsip Fiduciary Duties. Tugas ganda Direksi; melaksanakan kepengurusan dan perwakilan Tugas kepengurusan secara kolegial oleh msg-msg anggota direksi. Direksi perseroan yang mengerahkan dana masyarakat, menerbitkan srt pengakuan hutang, PT terbuka: minimal 2 org anggota Direksi.
PENGANGKATAN DIREKSI
- Direksi diangkat oleh RUPS
- Yang dpt diangkat mjd anggota direksi adl org perseorangan yg mampu melaksanakan perbuatan hk & tdk pernah dinyatakan pailit/dihukum krn merugikan keuangan neg dl waktu 5 th sblm pengangkatan.
KEWAJIBAN DIREKSI
1. Kewajiban yang berkaitan dg perseroan
2. Kewajiban yg berkaitan dg RUPS
3. Kewajiban yang berkaitan dengan kepentingan kreditur/masyarakat
HAK DIREKSI
1. Hak utk mewakili perseroan di dalam dan di luar pengadilan
2. Hak utk memberikan kuasa tertulis kepada pihak lain.
3. Hak utk mengajukan usul kpd Pengadilan Negeri agar perseroan dinyatakan pailit setelah didahului dg persetujuan RUPS.
4. Hak utk membela diri dlm forum RUPS jika Direksi telah diberhentikan utk sementara waktu oleh RUPS/Komisaris
5. Hak utk mendapatkan gaji dan tunjangan lainnya sesuai AD/Akte Pendirian.
BERAKHIRNYA MASA TUGAS DIREKSI
- Jangka waktu masa tugas direksi diatur dalam AD/Akte Pendirian.
- Jika diberhentikan sementara waktu sbl berakhir masa tugasnya oleh RUPS/Komisaris maka dlm jangka waktu 30 hrs diadakan RUPS utk memberi kesempatan Direksi tsb membela diri. Apabila dlm jangka waktu 30 hr tdk ada RUPS maka pemberhentian sementara demi hukum batal.
- Dlm kondisi tertentu Komisaris dpt bertindak sbg pengurus perseoan.
PERTANGGUNG JAWABAN PRIBADI DIREKSI
- Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya.
- Dalam hal Direksi terdiri atas 2 (dua) anggota Direksi atau lebih, tanggung jawab berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota Direksi.
Anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian apabila dapat membuktikan:
a. kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
b. telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
c. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan
d. telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.
3.DEWAN KOMISARIS
- Tugas utamanya: mengawasi kebijakan direksi dlm menjalankan perseroan serta memberi nasihat direksi
- Pengangkatan Komisaris oleh RUPS.
- Keanggotaan Komisaris: jika pemegang saham maka hrs melaporkan kepemilikan sahamnya baik di perseroan yang diawasi maupun saham yg dimiliki di perseroan lain.
- Kriteria yg dpt mjd Komisaris spt halnya direksi.
Kewajiban Komisaris:
1. Mengawasi Direksi
2. Memberi nasehat kpd Direksi
3. Melapor pd perseroan ttg kepemilikan sahamnya beserta keluarganya
Kewenangan Komisaris:
1. Alasan ttt dpt memberhentikan direksi utk sementara waktu
2. Jika direksi berhalangan dpt bertindak sbg pengurus
3. Meminta keterangan pd Direksi
4. Berwenang memasuki ruangan/tempat penyimpanan brg milik perseroan.
BERAKHIRNYA MASA TUGAS DEWAN KOMISARIS
- Masa tugas Komisaris ditetapkan dlm AD/Akte Pendirian
- Komisaris dapat diberhentikan sementara waktu oleh RUPS
PERTANGGUNG JAWABAN PRIBADI DEWAN KOMISARIS
- Dalam hal terjadi kepailitan karena kesalahan atau kelalaian Dewan Komisaris dalam melakukan pengawasan terhadap pengurusan yang dilaksanakan oleh Direksi dan kekayaan Perseroan tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban Perseroan akibat kepailitan tersebut, setiap anggota Dewan Komisaris secara tanggung renteng ikut bertanggung jawab dengan anggota Direksi atas kewajiban yang belum dilunasi.
- Tanggung jawab berlaku juga bagi anggota Dewan Komisaris yang sudah tidak menjabat 5 (lima) tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan.
- Anggota Dewan Komisaris tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas kepailitan Perseroan apabila dapat membuktikan:
- kepailitan tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya.
- telah melakukan tugas pengawasan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.
- tidak mempunyai kepentingan pribadi, baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan oleh Direksi yang mengakibatkan kepailitan.
- telah memberikan nasihat kepada Direksi untuk mencegah terjadinya kepailitan.
DAFTAR PUSTAKA
UU Nomor 40 Th 2007 tentang Perseroan Terbatas
Ery Arifudin, 1999: 24
sebagian dikutip dari buku karangan Munawar Kholil yg membahas tentang HUKUM PERSEROAN TERBATAS (Berdasar UU Nomor 40 Th 2007 tentang Perseroan Terbatas)
POLITIK SEBAGAI ILMU DAN SENI
Berbicara politik sebagai ilmu yang berkembang di Barat maka berkembang beberapa pendekatan baik politik sebagai tugas moral sehingga politisi seharusnya juga seorang yang bermoral, filosof dan intelek. Politik diartikan sebagai cara untuk mencapai nilai-nilai moral yang tertinggi.
Lalu studi politik beralih dari pendekatan filosofi ke pendekatan institusi sehingga yang menjadi politisi adalah mereka yang mengerti hukum, aturan perundangan dan para hakim.Selanjutnya berkembang studi politik yang menekankan kepada perilaku politik atau dinamika politik. Dari sini lahir ilmu politik sebagai sebuah proses dalam sistem terbuka dimana dipengaruhi factor eksternal dan internal. Jadi kehidupan politik di dalam masyarakat atau sebuah system tidaklah ada di dalam ruang hampa.
Di dalam praktek yang selain pendekatan tradisional dalam mengaplikasikan politik yakni sebagai sebuah kewajiban moral, atau penggunaan kekuasaan untuk tujuan mulia, maka di Barat muncul apa yang disebut power of politics. Penggunaan kekerasan dalam politik. Muncul istilah dari Machiavelli tujuan menghalalkan segala cara.
Seni mengejar kekuasaan politik ini yang dilakukan di Barat pada umumnya baik dalam skala mikro (sebuah negara,propinsi atau kabupaten) seringkali mengandalkan kepada politik dalam arti Machiavelli yang melepaskan diri dari moral. Setelah runtuhnya raja-raja yang digantikan dengan bentuk negara sejak abad ke 16 maka praktek ala Barat seperti ini juga yang menular ke dunia negara berkembang seperti Indonesia yang lahir setelah Perang Dunia II. Dan politik ini pula yang banyak dipraktekan baik oleh politisi ataupun raja/sheikh di Dunia Islam, sebuah amal politik yang tidak berlandaskan pada moral Islam.
Politik yang dipraktekan di banyak negara Barat inilah yang kemudian juga terpantul dalam tata hubungan antar negara. Hubungan internasional baik dalam tataran ekonomi and politik diwarnai oleh penekanan terhadap negara lemah. Istilah jika Anda mau Damai siaplah perang merupakan diktum penting dalam pergaulan internasional sehingga masalah persenjataan menjadi utama. Dominasi Barat dalam persenjataan ini berangkat dari sebuah konsep yang disebut pendekatan realisme dimana manusia ditafsirkan sebagai mahluk yang senantiasa akan berperang/menguasai untuk memuaskan nafsunya.
Hans Morgenthau salah seorang penulis aliran realis menyatakan, International politics, like all politics, is a struggle for power. Jadi inilah yang kemudian mewarnai negara seperti Amerika dalam berhubungan dengan negara lain. Penggunaan kekuasaan (militer, ekonomi, politik, budaya) sudah terbiasa dilakukan terhadap negara lain termasuk Indonesia.
Lalu studi politik beralih dari pendekatan filosofi ke pendekatan institusi sehingga yang menjadi politisi adalah mereka yang mengerti hukum, aturan perundangan dan para hakim.Selanjutnya berkembang studi politik yang menekankan kepada perilaku politik atau dinamika politik. Dari sini lahir ilmu politik sebagai sebuah proses dalam sistem terbuka dimana dipengaruhi factor eksternal dan internal. Jadi kehidupan politik di dalam masyarakat atau sebuah system tidaklah ada di dalam ruang hampa.
Di dalam praktek yang selain pendekatan tradisional dalam mengaplikasikan politik yakni sebagai sebuah kewajiban moral, atau penggunaan kekuasaan untuk tujuan mulia, maka di Barat muncul apa yang disebut power of politics. Penggunaan kekerasan dalam politik. Muncul istilah dari Machiavelli tujuan menghalalkan segala cara.
Seni mengejar kekuasaan politik ini yang dilakukan di Barat pada umumnya baik dalam skala mikro (sebuah negara,propinsi atau kabupaten) seringkali mengandalkan kepada politik dalam arti Machiavelli yang melepaskan diri dari moral. Setelah runtuhnya raja-raja yang digantikan dengan bentuk negara sejak abad ke 16 maka praktek ala Barat seperti ini juga yang menular ke dunia negara berkembang seperti Indonesia yang lahir setelah Perang Dunia II. Dan politik ini pula yang banyak dipraktekan baik oleh politisi ataupun raja/sheikh di Dunia Islam, sebuah amal politik yang tidak berlandaskan pada moral Islam.
Politik yang dipraktekan di banyak negara Barat inilah yang kemudian juga terpantul dalam tata hubungan antar negara. Hubungan internasional baik dalam tataran ekonomi and politik diwarnai oleh penekanan terhadap negara lemah. Istilah jika Anda mau Damai siaplah perang merupakan diktum penting dalam pergaulan internasional sehingga masalah persenjataan menjadi utama. Dominasi Barat dalam persenjataan ini berangkat dari sebuah konsep yang disebut pendekatan realisme dimana manusia ditafsirkan sebagai mahluk yang senantiasa akan berperang/menguasai untuk memuaskan nafsunya.
Hans Morgenthau salah seorang penulis aliran realis menyatakan, International politics, like all politics, is a struggle for power. Jadi inilah yang kemudian mewarnai negara seperti Amerika dalam berhubungan dengan negara lain. Penggunaan kekuasaan (militer, ekonomi, politik, budaya) sudah terbiasa dilakukan terhadap negara lain termasuk Indonesia.
Jumat, 24 Desember 2010
PLURALISME AGAMA
Sebenarnya pluralisme agama ini sejalan dengan agenda globalisasi, ia pun masuk kedalam wacana keagamaan agama-agama, termasuk Islam. Ketika paham ini masuk kedalam pemikiran keagamaan Islam respon yang timbul hanyalah adopsi ataupun modifikasi dalam takaran yang minimal dan lebih cenderung menjustifikasi. Respon yang tidak kritis ini akhirnya justru meleburkan nilai-nilai dan doktrin-doktrin keagamaan Islam kedalam arus pemikiran modernisasi dan globalisasi.
Para pendukung paham pluralisme ini sangat getol berupaya memaknai kembali konsep Ahlul KitÉb dengan mengesampingkan penafsian para ulama yang otoritatif. Dalam memaknai konsep itu proses dekonstruksi dengan menggunakan ilmu-ilmu Barat modern dianggap sah-sah saja. Inilah sebenarnya yang telah dilakukan oleh Mohammad Arkoun. Ia menyarankan, misalnya, agar pemahaman Islam yang dianggap ortodoks ditinjau kembali dengan pendekatan ilmu-ilmu sosial-historis Barat. Dan dalam kaitannya dengan pluralisme agama ia mencanangkan agar makna Ahl al-KitÉb itu didekonstruksi agar lebih kontekstual.
Paham pluralisme agama ini ternyata bukan hanya sebuah wacana yang sifatnya teoritis, tapi telah merupakan gerakan social yang cenderung politis. Karena ia adalah gerakan social, maka wacana teologis dan filosofis ini akhirnya diterima masyarakat awam sebagai paham persamaan agama-agama. Tokoh-tokoh masyarakat, artis, aktifis LSM, tokoh-tokoh politik kini tidak segan-segan lagi mengatakan bahwa semua agama adalah sama, tidak ada agama yang lebih benar dari agama lain.
Daftar pustaka : DR.Hamid Fahmy zarkasih,M.phil, Seputar pemikiran islam
Para pendukung paham pluralisme ini sangat getol berupaya memaknai kembali konsep Ahlul KitÉb dengan mengesampingkan penafsian para ulama yang otoritatif. Dalam memaknai konsep itu proses dekonstruksi dengan menggunakan ilmu-ilmu Barat modern dianggap sah-sah saja. Inilah sebenarnya yang telah dilakukan oleh Mohammad Arkoun. Ia menyarankan, misalnya, agar pemahaman Islam yang dianggap ortodoks ditinjau kembali dengan pendekatan ilmu-ilmu sosial-historis Barat. Dan dalam kaitannya dengan pluralisme agama ia mencanangkan agar makna Ahl al-KitÉb itu didekonstruksi agar lebih kontekstual.
Paham pluralisme agama ini ternyata bukan hanya sebuah wacana yang sifatnya teoritis, tapi telah merupakan gerakan social yang cenderung politis. Karena ia adalah gerakan social, maka wacana teologis dan filosofis ini akhirnya diterima masyarakat awam sebagai paham persamaan agama-agama. Tokoh-tokoh masyarakat, artis, aktifis LSM, tokoh-tokoh politik kini tidak segan-segan lagi mengatakan bahwa semua agama adalah sama, tidak ada agama yang lebih benar dari agama lain.
Daftar pustaka : DR.Hamid Fahmy zarkasih,M.phil, Seputar pemikiran islam
HAKIKAT KEKUASAAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN HUKUM
Kekuasaan sering bersumber pada wewenang formal yang memberikan wewenang atau kekuasaan kepada seseorang atau suatu pihak dalam suatu bidang tertentu. Kekuasaan itu juga bersumber pada hukum yaitu ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur pemberian wewenang tadi.
Hubungan hukum dan kekuasan dalam masyarakat dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa hukum memerlukan kekuasaan bagi pelaksanaanny, sebaliknya kekuasaan itu sendiri ditentukan batas-batasnya oleh hukum.
Hukum dan kekuasaan adalah bahwa kekuasaan merupakan suatu unsur yang mutlak dalam suatu masyarakat hukum dalam arti masyarakat yang diatur oleh dan berdasarkan hukum.
Kekuasaan adalah fenomena yang beraneka ragam bentuknya dan banyak macam sumbernya
Hubungan hukum dan kekuasan dalam masyarakat dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa hukum memerlukan kekuasaan bagi pelaksanaanny, sebaliknya kekuasaan itu sendiri ditentukan batas-batasnya oleh hukum.
Hukum dan kekuasaan adalah bahwa kekuasaan merupakan suatu unsur yang mutlak dalam suatu masyarakat hukum dalam arti masyarakat yang diatur oleh dan berdasarkan hukum.
Kekuasaan adalah fenomena yang beraneka ragam bentuknya dan banyak macam sumbernya
Kamis, 23 Desember 2010
SUMBER HUKUM MATERIL
Sumber huku materil ini berbicara tentang keterkaitan dengan substansi, isi dan apa yang terdapat di suatu perundang-undangan. Hal ini justru tergantung pada latar belakang individu orang-orang bersangkutan yang akan sangat bervariasi.
Apabila latar belakang agamanya kuat maka sumber hukumnya akan banyak menjadi norma hukum, sedangkan apabila latar belakang agamanya lemah maka yang akan dituangkan adalah suatu materi yang diadopsi dari sekularisme. Ketika manusia berada di dalam suatu Negara, maka sumber hukum materil bisa dari atas (kerajaan / Negara otoriter yang ditentukan oleh keinginan dari penguasa itu sendiri) dan dari bawah (proses suatu Negara yang demokrasi yaitu takyat menerima suatu pola dari pennguasanya).
Apabila latar belakang agamanya kuat maka sumber hukumnya akan banyak menjadi norma hukum, sedangkan apabila latar belakang agamanya lemah maka yang akan dituangkan adalah suatu materi yang diadopsi dari sekularisme. Ketika manusia berada di dalam suatu Negara, maka sumber hukum materil bisa dari atas (kerajaan / Negara otoriter yang ditentukan oleh keinginan dari penguasa itu sendiri) dan dari bawah (proses suatu Negara yang demokrasi yaitu takyat menerima suatu pola dari pennguasanya).
pengertian BUGHOT
Bughat atau bughoh adalah gerombolan (pemberontak) yang menentang kekuasaan negeri dengan kekerasan senjata, baik karena salah pengertian ataupun bukan.
Kata bughoh jama’ dari baaghin artinya seorang penantang kekuasaan negeri dengan kekerasan senjata.
Yang dikatakan kaum bughat, ialah orang-orang yang menolak (memberontak) kepada Imam (pemimpin pemerintahan Islam). Adapun yang dikatakan Imam ialah pemimpin rakyat Islam yang mengurusi soal-soal kenegaraan dan keagamaanya.
Adapun cara memberontak ialah dengan:
- Memisahkan diri dari wilayah kekuasaan Imamnya.
- Atau menentang kepada keputusan Imam, atau menentang perintahnya dengan jalan kekerasan senjata.
- Orang-orang golongan manusia yang disebut bughat itu harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
- Mempunyai kekuatan bala tentara serta senjatanya untuk memberontak Imamnya.
- Mempunyai pimpinan yang ditaati oleh mereka.
- Mereka berbuat demikian, disebabkan karena timbulnya perbedaan pendapat dengan Imamnya mengenai politik pemerintahannya, sehingga mereka beranggapan bahwa memberontaknya itu menjadi keharusan baginya.
Adapun yang dikatakan Imamul Muslimin, ialah pemegang pemerintahan umum bagi kaum Muslimin, mengenai urusan agama dan urusan kenegaraannya dan dia diangkat berdasarkan bai’at (kesetiaan) dari masyarakatnya, entah langsung atau melalui wakil-wakilnya, yaitu: Para ulama, cendekiawan, dan para terkemuka yang disebut: Ahlul Hilli wal ‘aqdi. Pengangkatan Imam dianggap cukup dengan perantaraan mereka, karena mereka itu mudah untuk berkumpul dalam satu tempat, sehingga segala persoalan mudah diatasi/ diselesaikan.
Kaum Bughat bisa ditumpas dengan jalan:
Mula-mula Imam mengutus utusannya untuk menghubungi mereka guna meminta alasan sebab-sebabnya mereka memberontak. Hal ini sebagaimana tindakan Khalifah Ali bin Abi Thalib ra dalam mengutus Ibnu Abbas untuk menghubungi golongan Nahrawan.
Kalau disebabkan karena Imamnya berbuat kedzaliman, hendaknya Imam itu meninggalkan/ merobah perbuatannya itu supaya menjadi baik.Kalau Imam itu tidak merasakan bahwa dia itu tidak berbuat dhalim, hendaknya diadakan pertukaran fikiran antara Imam dengan pemimpin mereka (pemberontak). Kalau mereka terus membandel, Imam berhak memberikan ultimatum kepada mereka, dengan akan diadakannya tindakan tegas, bila mereka tidak segera menyerahkan diri. Kalau mereka terus membandel juga, Imam berhak untuk mengadakan tindakan dengan kekerasan senjata pula sebagai imbangan kepada perbuatan mereka.
DAFTAR PUSTAKA
SUMBER ”Maqalat Fi 'Aqidah Ahl as-Sunnah Wa al-Jama'ah”, Abdul Aziz bin Muhammad Al 'Abdul Lathif
Kata bughoh jama’ dari baaghin artinya seorang penantang kekuasaan negeri dengan kekerasan senjata.
Yang dikatakan kaum bughat, ialah orang-orang yang menolak (memberontak) kepada Imam (pemimpin pemerintahan Islam). Adapun yang dikatakan Imam ialah pemimpin rakyat Islam yang mengurusi soal-soal kenegaraan dan keagamaanya.
Adapun cara memberontak ialah dengan:
- Memisahkan diri dari wilayah kekuasaan Imamnya.
- Atau menentang kepada keputusan Imam, atau menentang perintahnya dengan jalan kekerasan senjata.
- Orang-orang golongan manusia yang disebut bughat itu harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
- Mempunyai kekuatan bala tentara serta senjatanya untuk memberontak Imamnya.
- Mempunyai pimpinan yang ditaati oleh mereka.
- Mereka berbuat demikian, disebabkan karena timbulnya perbedaan pendapat dengan Imamnya mengenai politik pemerintahannya, sehingga mereka beranggapan bahwa memberontaknya itu menjadi keharusan baginya.
Adapun yang dikatakan Imamul Muslimin, ialah pemegang pemerintahan umum bagi kaum Muslimin, mengenai urusan agama dan urusan kenegaraannya dan dia diangkat berdasarkan bai’at (kesetiaan) dari masyarakatnya, entah langsung atau melalui wakil-wakilnya, yaitu: Para ulama, cendekiawan, dan para terkemuka yang disebut: Ahlul Hilli wal ‘aqdi. Pengangkatan Imam dianggap cukup dengan perantaraan mereka, karena mereka itu mudah untuk berkumpul dalam satu tempat, sehingga segala persoalan mudah diatasi/ diselesaikan.
Kaum Bughat bisa ditumpas dengan jalan:
Mula-mula Imam mengutus utusannya untuk menghubungi mereka guna meminta alasan sebab-sebabnya mereka memberontak. Hal ini sebagaimana tindakan Khalifah Ali bin Abi Thalib ra dalam mengutus Ibnu Abbas untuk menghubungi golongan Nahrawan.
Kalau disebabkan karena Imamnya berbuat kedzaliman, hendaknya Imam itu meninggalkan/ merobah perbuatannya itu supaya menjadi baik.Kalau Imam itu tidak merasakan bahwa dia itu tidak berbuat dhalim, hendaknya diadakan pertukaran fikiran antara Imam dengan pemimpin mereka (pemberontak). Kalau mereka terus membandel, Imam berhak memberikan ultimatum kepada mereka, dengan akan diadakannya tindakan tegas, bila mereka tidak segera menyerahkan diri. Kalau mereka terus membandel juga, Imam berhak untuk mengadakan tindakan dengan kekerasan senjata pula sebagai imbangan kepada perbuatan mereka.
DAFTAR PUSTAKA
SUMBER ”Maqalat Fi 'Aqidah Ahl as-Sunnah Wa al-Jama'ah”, Abdul Aziz bin Muhammad Al 'Abdul Lathif
Rabu, 22 Desember 2010
Sistem Pemerintahan Negara Menurut UUD 1945
Secara garis besar gambaran tentang system pemerintahan Negara yang dianut oleh UUD 1945 yang telah diamandemen sebagai berikut:
-Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD.
-Negara Indonesia adalah Negara hukum.
-Presiden adalah pemegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD.
-Presiden adalah penyelenggara pemerintahan Negara yang tertinggi.
-Menteri Negara adalah pembantu presiden.
-Kekuasaan kepala Negara tidak terbatas.
-Indonesia ialah Negara kesatuan yang berbentuk republik.
-Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD.
-Negara Indonesia adalah Negara hukum.
-Presiden adalah pemegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD.
-Presiden adalah penyelenggara pemerintahan Negara yang tertinggi.
-Menteri Negara adalah pembantu presiden.
-Kekuasaan kepala Negara tidak terbatas.
-Indonesia ialah Negara kesatuan yang berbentuk republik.
HUKUM DAN KAIDAH-KAIDAH SOSIAL LAINNYA
1.BERBAGAI KAIDAH SOSIAL
Kehidupan manusia dalam masyarakat, selain diatur oleh hukum juga diatur oleh kaidah-kaidah agama dan kaidah-kaidah sosial bukan hukum seperti kebiasaan.
Kaidah agama merupakan kaidah sosial yang apabila kaidah itu selain memang mengatur hubungan antara manusia dalam masyarakat, juga dirasakan sebagai suatu kaidah yang patut dituruti.
Kaidah sopan santun atau kesopanan sering tidak mengikat karena kaidah kesopanan itu tidah hanya berbeda daru suatu lingkungan masyarakat ke lingkungan masyarakat lain, namun ukuran kesopanan itu sering juga berlain-lain an di dalam suatu lingkungan masyarakat yang sama namun berbeda menurut generasi.
Kaidah sosial mengikat apabila ada snksinya dan masyarakat yang bersangkutan sanggup dan mau menjalankan atau menjatuhkan sansi itu.
Jadi kaidah-kaidah sosial bukan hukum ini adalah kaidah agama yang telah diterima sebagai adat, kediasaan menurut adat,kepatutan atau moral positif dan kesopanan.
2.HATI NURANI MANUSIA DAN SIFAT KAIDAH
Kepatutan atau moral positif sebagai kaidah sosial perlu dibedakan dari moral yang bukan merupakan kaidah sosial.Moral seseorang yang didasarkan etika disebut otonom. Moral didasarkan atas hati nurani manusia itu sendiri dan memungkinkan manusia itu untuk membedakan antara yang baik dan yang buruk.
Karena adanya kesadaran kaidah atau norma ini yang bersumber pada etika atau kemampuan manusia membedakan antara yang baik dan yang buruk, maka dimungkinkan adanya kehidupan manusia bermasyarakat yang diatur oleh kaidah-kaidah sosial.
3.SANKSI KAIDAH SOSIAL BUKAN HUKUM
Beda sanksi kaidah sosial dan sanksi hukum adalah bahwa kaidah sosial itu sanksinya tidak diatur oleh undang-undang, melainkan ditetapkan oleh masyarakat sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan.
Sanksi hukum diatur baik mengenai cara atau prosedur penegakannya, pihak-pihak yang menegakkannya dan bobot atau berat sanksinya.
4.HUBUNGAN KAIDAH HUKUM DAN BUKAN KAIDAH HUKUM
Hukum sebagai kaidah sosial tidak berarti bahwa pergaulan antar manusia dalam masyarakat hanya diatur oleh hukum. Selain oleh hukum, kehidupan manusia dalam masyarakat selain dipedomani moral manusia itu sendiri yang otonom, diatur pula oleh agama, kaidah-kaidah moral positif, kebiasaan, adat kebiasaan dan kaidah-kaidah sosial lainnya.
Kehidupan manusia dalam masyarakat, selain diatur oleh hukum juga diatur oleh kaidah-kaidah agama dan kaidah-kaidah sosial bukan hukum seperti kebiasaan.
Kaidah agama merupakan kaidah sosial yang apabila kaidah itu selain memang mengatur hubungan antara manusia dalam masyarakat, juga dirasakan sebagai suatu kaidah yang patut dituruti.
Kaidah sopan santun atau kesopanan sering tidak mengikat karena kaidah kesopanan itu tidah hanya berbeda daru suatu lingkungan masyarakat ke lingkungan masyarakat lain, namun ukuran kesopanan itu sering juga berlain-lain an di dalam suatu lingkungan masyarakat yang sama namun berbeda menurut generasi.
Kaidah sosial mengikat apabila ada snksinya dan masyarakat yang bersangkutan sanggup dan mau menjalankan atau menjatuhkan sansi itu.
Jadi kaidah-kaidah sosial bukan hukum ini adalah kaidah agama yang telah diterima sebagai adat, kediasaan menurut adat,kepatutan atau moral positif dan kesopanan.
2.HATI NURANI MANUSIA DAN SIFAT KAIDAH
Kepatutan atau moral positif sebagai kaidah sosial perlu dibedakan dari moral yang bukan merupakan kaidah sosial.Moral seseorang yang didasarkan etika disebut otonom. Moral didasarkan atas hati nurani manusia itu sendiri dan memungkinkan manusia itu untuk membedakan antara yang baik dan yang buruk.
Karena adanya kesadaran kaidah atau norma ini yang bersumber pada etika atau kemampuan manusia membedakan antara yang baik dan yang buruk, maka dimungkinkan adanya kehidupan manusia bermasyarakat yang diatur oleh kaidah-kaidah sosial.
3.SANKSI KAIDAH SOSIAL BUKAN HUKUM
Beda sanksi kaidah sosial dan sanksi hukum adalah bahwa kaidah sosial itu sanksinya tidak diatur oleh undang-undang, melainkan ditetapkan oleh masyarakat sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan.
Sanksi hukum diatur baik mengenai cara atau prosedur penegakannya, pihak-pihak yang menegakkannya dan bobot atau berat sanksinya.
4.HUBUNGAN KAIDAH HUKUM DAN BUKAN KAIDAH HUKUM
Hukum sebagai kaidah sosial tidak berarti bahwa pergaulan antar manusia dalam masyarakat hanya diatur oleh hukum. Selain oleh hukum, kehidupan manusia dalam masyarakat selain dipedomani moral manusia itu sendiri yang otonom, diatur pula oleh agama, kaidah-kaidah moral positif, kebiasaan, adat kebiasaan dan kaidah-kaidah sosial lainnya.
Selasa, 21 Desember 2010
Aliran Transenden
Berbeda dari motif aliran pertama yang diwarnai pendekatan sosiologis, motif aliran kedua yang didominasi oleh pendekatan filosofis dan teologis Barat justru kebalikan dari motif aliran pertama. Kalangan filosof dan teolog justru menolak arus modernisasi dan globalisasi yang cenderung mengetepikan agama itu dengan berusaha mempertahankan tradisi yang terdapat dalam agama-agama itu. Yang pertama memakai pendekatan sosiologis, sedangkan yang kedua memakai pendekatan religious filosofis.
Solusi yang ditawarkan oleh aliran kedua adalah pendekatan religious filosofis dan membela eksistensi agama-agama. Bagi kelompok ini agama tidak bisa di rubah begitu saja dengan mengikuti zaman globalisasi, zaman modern ataupun post-modern yang telah meminggirkan agama itu. Agama tidak bisa dilihat hanya dari perspektif sosilogis ataupun histories dan tidak pula dihilangkan identitasnya. Kelompok ini lalu memperkenalkan pendekatan tradisional dan mengangkat konsep-konsep yang diambil secara parallel dari tradisi agama-agama. Salah satu konsep utama kelompok ini adalah konsep sophia perrenis yang diterjemahkan kedalam bahasa Hindu menjadi Sanata Dharma atau kedalam bahasa Arab menjadi al-Íikmah al-khÉlidah.
Konsep ini mengandung pandangan bahwa di dalam setiap agama terdapat
tradisi-tradisi sakral yang perlu dihidupkan dan dipelihara secara adil, tanpa menganggap salah satunya lebih superior dari pada yang lain. Agama bagi aliran ini adalah bagaikan “jalan-jalan yang mengantarkan ke puncak yang sama” (“all paths lead to the same summit). Aliran kedua ini mengusung ide kesatuan transenden agama-agama (Transcendent Unity of Religions). Penggagas awalnya Fritjhof Schuon yang diilhami oleh Rene Guenon.
Schuon yang dikabarkan masuk Islam itu mempunyai pengikut fanatik dari cendekiawan Muslim asal Iran yaitu Seyyed Hossein Nasr. Beliaulah yang menterjemahkan istilah philosophia perrenis itu menjadi al-Íikmah al-khÉlidah. Jadi Guenon, Schuon dan Nasr mendukung paham kesatuan transenden agama-agama. Pendekatan yang diambil aliran ini berasal dari pengalaman spiritual dari tradisi mistik yang terdapat dalam tradisi agama-agama. Dalam kasus Islam mereka mengambil pengalaman spiritual dari tradisi sufi. Artinya mereka mengklaim bahwa para sufi itu pluralis. Tokoh pencetus dan pendukung paham ini adalah René Guénon (m. 1951), T. S. Eliot (m. 1965), Titus Burckhardt (m. 1984), Fritjhof Schuon (m.1998), Ananda K. Coomaraswamy (m. 1947), Martin Ling, Seyyed Hossein Nasr, Huston Smith, Louis Massignon, Marco Pallis (m. 1989), Henry Corbin, Jean-Louis Michon, Jean Cantein, Victor Danner, Joseph E. Brown, William Stoddart, Lord Northbourne, Gai Eaton, W. N. Perry, G. Durand, E. F. Schumacher, J. Needleman, William C. Chittick dan lain-lain.
Solusi yang ditawarkan oleh aliran kedua adalah pendekatan religious filosofis dan membela eksistensi agama-agama. Bagi kelompok ini agama tidak bisa di rubah begitu saja dengan mengikuti zaman globalisasi, zaman modern ataupun post-modern yang telah meminggirkan agama itu. Agama tidak bisa dilihat hanya dari perspektif sosilogis ataupun histories dan tidak pula dihilangkan identitasnya. Kelompok ini lalu memperkenalkan pendekatan tradisional dan mengangkat konsep-konsep yang diambil secara parallel dari tradisi agama-agama. Salah satu konsep utama kelompok ini adalah konsep sophia perrenis yang diterjemahkan kedalam bahasa Hindu menjadi Sanata Dharma atau kedalam bahasa Arab menjadi al-Íikmah al-khÉlidah.
Konsep ini mengandung pandangan bahwa di dalam setiap agama terdapat
tradisi-tradisi sakral yang perlu dihidupkan dan dipelihara secara adil, tanpa menganggap salah satunya lebih superior dari pada yang lain. Agama bagi aliran ini adalah bagaikan “jalan-jalan yang mengantarkan ke puncak yang sama” (“all paths lead to the same summit). Aliran kedua ini mengusung ide kesatuan transenden agama-agama (Transcendent Unity of Religions). Penggagas awalnya Fritjhof Schuon yang diilhami oleh Rene Guenon.
Schuon yang dikabarkan masuk Islam itu mempunyai pengikut fanatik dari cendekiawan Muslim asal Iran yaitu Seyyed Hossein Nasr. Beliaulah yang menterjemahkan istilah philosophia perrenis itu menjadi al-Íikmah al-khÉlidah. Jadi Guenon, Schuon dan Nasr mendukung paham kesatuan transenden agama-agama. Pendekatan yang diambil aliran ini berasal dari pengalaman spiritual dari tradisi mistik yang terdapat dalam tradisi agama-agama. Dalam kasus Islam mereka mengambil pengalaman spiritual dari tradisi sufi. Artinya mereka mengklaim bahwa para sufi itu pluralis. Tokoh pencetus dan pendukung paham ini adalah René Guénon (m. 1951), T. S. Eliot (m. 1965), Titus Burckhardt (m. 1984), Fritjhof Schuon (m.1998), Ananda K. Coomaraswamy (m. 1947), Martin Ling, Seyyed Hossein Nasr, Huston Smith, Louis Massignon, Marco Pallis (m. 1989), Henry Corbin, Jean-Louis Michon, Jean Cantein, Victor Danner, Joseph E. Brown, William Stoddart, Lord Northbourne, Gai Eaton, W. N. Perry, G. Durand, E. F. Schumacher, J. Needleman, William C. Chittick dan lain-lain.
Pengertian POLITIK
Untuk memahami arti dari politik dalam literatur yang banyak berkembang di Barat, pendekatan legalitas sering digunakan. Politik diartikan sebagai urusan yang ada hubungan lembaga yang disebut negara. Pemerintahan diartikan politik. Inilah pengertian politik yang paling umum dan kentara. Sehingga belajar tentang ilmu politik berarti belajar mengenai lembaga-lembaga politik, legislatif, eksekutif dan yudikatif. Inilah definisi yang sampai sekarang masih tetap bertahan.
Namun definisi bahwa politik adalah negara tidak bisa menggambarkan dinamika dalam kehidupan politik itu sendiri. Kalau studi politik hanya mempelajari institusi itu maka tidak bisa menjelaskan mengapa institusi itu ada dan bagaimana proses sampai menjadi lembaga itu seperti parlemen, pengadilan, pemerintahan. Pengertian kelembagaan juga tidak dapat menjelaskan prose pengambilan keputusan di eksekutif misalnya. Definisi yang menekankan legalitas gagal menjelaskan kehidupan politik yang sebenarnya. Jadi kalau misalnya membicarakan.
Oleh sebab itulah berkembang definisi politik sebagai constrained use of social power (Goodin and Klingemann,1998). Oleh karena itu maka baik studi politik maupun praktek politik beralih menjadi studi mengenai sifat dan sumber keterbatasannya serta teknik-teknik menggunakan kekuasaan sosial di dalam keterbatasannya itu.
Dalam mengartikan “power” atau kekuasaan maka pandangan ilmuwan Robert Dahl bisa digunakan di sini. Jadi X memiliki power terhadap Y jika 1) X mampu dengan berbagai cara Y melakukan sesuatu 2) yang disukai X dan 3) Y tidak memiliki pilihan lain untuk melakukannya.
Di dunia Islam pun muncul beberapa pengertian mengenai politik atau Siyasah ini. Imam Al Bujairimi dalam Kitab At Tajrid Linnafi’ al-‘Abid menyatakan Siyasah adalah memperbaiki dan merencanakan urusan rakyat. Lalu Ibnul Qoyyim dalam kitab ‘Ilamul Muaqqin menyebutkan dua macam politik yakni siyasah shohihah (benar) dan siyasah fasidah (salah).
Namun definisi bahwa politik adalah negara tidak bisa menggambarkan dinamika dalam kehidupan politik itu sendiri. Kalau studi politik hanya mempelajari institusi itu maka tidak bisa menjelaskan mengapa institusi itu ada dan bagaimana proses sampai menjadi lembaga itu seperti parlemen, pengadilan, pemerintahan. Pengertian kelembagaan juga tidak dapat menjelaskan prose pengambilan keputusan di eksekutif misalnya. Definisi yang menekankan legalitas gagal menjelaskan kehidupan politik yang sebenarnya. Jadi kalau misalnya membicarakan.
Oleh sebab itulah berkembang definisi politik sebagai constrained use of social power (Goodin and Klingemann,1998). Oleh karena itu maka baik studi politik maupun praktek politik beralih menjadi studi mengenai sifat dan sumber keterbatasannya serta teknik-teknik menggunakan kekuasaan sosial di dalam keterbatasannya itu.
Dalam mengartikan “power” atau kekuasaan maka pandangan ilmuwan Robert Dahl bisa digunakan di sini. Jadi X memiliki power terhadap Y jika 1) X mampu dengan berbagai cara Y melakukan sesuatu 2) yang disukai X dan 3) Y tidak memiliki pilihan lain untuk melakukannya.
Di dunia Islam pun muncul beberapa pengertian mengenai politik atau Siyasah ini. Imam Al Bujairimi dalam Kitab At Tajrid Linnafi’ al-‘Abid menyatakan Siyasah adalah memperbaiki dan merencanakan urusan rakyat. Lalu Ibnul Qoyyim dalam kitab ‘Ilamul Muaqqin menyebutkan dua macam politik yakni siyasah shohihah (benar) dan siyasah fasidah (salah).
Senin, 20 Desember 2010
UUPA ADALAH POLITIK AGRARIA NASIONAL
Kelahiran UUPA merupakan suatu tonggak sejarah hukum agraria yang secara normatif menempatkan petani pada suatu proses pemberdayaan untuk memperoleh suatu kekuasaan, kekuatan, dan kemampuan terhadap sumber daya tanah. UUPA disini sebagai sebuah rekonstruksi suatu bangunan politik agraria yang bertujuan untuk menjamin hak-hak petani atas suatu tanah. Inilah yang seharusnya direnungkan oleh para elite penguasa kita ini di negara yang disebut sebagai suatu negara agraris, yang tugasnya untuk lebih mengedepankan makna kemerdekaan bagi rakyat tani, yakni kuatnya suatu hak atas tanah yang dimilikinya. Dengan dianutnya suatu model pembangunan ekonomi yang bergaya kapitalis, maka pemerintah telah merubah politik agraria dari populis ke kapitalis. UUPA lebih ditafsir untuk menjustifikasi suatu kebijakan yang justru bertentangan dengan UUPA. Politik agraria, telah menempatkan tanah sebagai suatu masalah yang rutin di dalam birokrasi pembangunan. Agrarian reform yang semula untuk menata penguasaan tanah, khususnya hak milik maka menjadi berhenti dan seolah-olah UUPA disini di peti emaskan demi sebuah pembangunan.
Di bidang perundang-undangan, dilahirkan suatu produk yang bertentangan dengan UUPA, sehingga muncul berbagai macam konflik agraria yang menempatkan petani di pihak yang selalu dikalahkan demi kepentinagn suatu pembangunan. Arah kebijakannya menjadi lebih berat ke politik pemerintahan, bukan pembangunan pertanian untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Dengan adanya intervensi kekuatan imperialisme dalam berbagai bentuk paket kebijakan Neo – liberalisme, bentuk kebijakan pemerintah indonesia pun telah melahirkan sekian banyak persoalan yang menyangkut hak – hak ekonomi, sosial, dan budaya maupun hak sipil dan hak politik.
Keputusan yang berkaitan dengan hal tersebut, dapat kita lihat lihat dengan keluarnya beberapa produk peraturan perundang-undangan yang tidak menguntungkan masyarakat bawah, misalnya:
- UU SDA Nomor 7 Tahun 2004.
- UU Perkebunan.
- UU Ketenagalistrikan.
- Amandemen UU Tata Ruang.
- UU ketenagakerjaan.
- Privatisasi BUMN yang menyangkut hajat hidup orang banyak.
- Pencabutan Subsidi Pendidikan.
- KepMen No. 41 Tahun 2004.
- SK Menhut 134 2004.
- Perpres No. 36 tahun 2005.
- dan aset publik lainnya.
Dampak dari beberapa contoh produk kebijakan di atas, sangat jelas akan merugikan rakyat, di tengah ketimpangan demokrasi yang masih diatasnamakan oleh pemerintah untuk menindas rakyatnya. Produk-produk kebijakan tersebut, mengarah pada pengekangan hak-hak rakyat ketimbang menyejahterakan rakyat, terbukanya peluang pemodal sebagai alat penghisap telah dilegalisasikan negara untuk melakukan eksploitasi kekayaan sumber-sumber agraria yang ada, salah satunya adalah tanah. Semua ini telah bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar pembentukan negara RI yang anti-penjajahan.
Namun, sampai saat ini, realitas dominasi pemerintah dan pemilik modal maupun intervensi asing masih saja menjajah negara Indonesia, dengan berbagai bentuk kekerasan dan pelanggaran HAM di berbagai pelosok penjuru Indonesia. Sebaliknya, posisi petani semakin tidak terjamin hak hukumnya atas tanah apalagi dengan HGU (Hak Guna Usaha) yang mayoritas dimiliki pihak swasta yang masa waktunya sekitar 25-30 tahun, sehingga terjadi ketidakberdayaan petani. Petani dihadapkan pada masalah, yakni sebagai petani tidak berlahan atau berlahan sempit. Akibatnya, sepanjang berlakunya UUPA selalu ditemui adanya sengketa tanah beserta problem sosial yang mengikutinya, sehingga memicu pelanggaran hak-hak atas tanah petani.
Konsentrasi penguasaan tanah oleh perkebunan besar dan pengusaha swasta, menyebabkan tanah pertanian semakin menyempit. Adanya ketimpangan penguasaan aset tanah serta hilangnya potensi pemanfaatan dan pengelolaan dengan tidak diakuinya berbagai bukti-bukti kepemilikan dan penguasaan petani maupun komunitas lokal oleh penguasa, memunculkan berbagai permasalahan dan konflik yang tidak seimbang antara kekuatan petani dengan kekuasaan dan pemodal. Aset petani dalam wujud tanah, tanaman, tempat tinggal tidak pernah diganti sesuai dengan kelayakan kehidupan petani. Belum lagi, efek kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh proses eksploitasi sumber daya alam yang berefek pada kerusakan ekosistem dan lingkungan.
Belum lagi tindakan represif dan intimidasi aparat keamanan dan kekuatan milisi sipil senantiasa memunculkan berbagai bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia yang sampai sekarang tidak pernah terselesaikan dalam perjuangan kaum tani dalam mempertahankan haknya atas tanah.. Represivitas/praktek kekerasan terhadap petani dan permasalahan kebijakan yang tidak berpihak terhadap petani sampai sekarang tetap dilakukan oleh Penguasa dengan menggunakan aparatus-aparatusnya, yang merupakan instrumen bagi negara. Hal ini menjadi pemikiran bagi kita semua apabila nantinya persoalan-persoalan pemaksaan kehendak penguasa ingin mengambil tanah rakyat untuk kepentingan pembangunan yang legal dalam perpres No. 36 Tahun 2005. Tentunya, akan banyak memakan korban dipihak rakyat, khususnya petani yang menggantungkan hidup pada tanah sebagai lahan garapannya.
Maka para serikat tani nasional menyerukan Konsolidasi Masyarakat Sipil Demokratik sebagai pilihan, bersama-sama bergerak mewujudkan demokrasi dan pembebasan sejati, serta menuntut:
1. Reforma Agraria, Berikan Hak Rakyat Atas Tanah Sekarang Juga.
2. Selesaikan Sengketa dan Kembalikan Tanah Rakyat Sesuai dengan Amanat UUD 1945, Pasal 33 dan UUPA No.05 Tahun 1960.
3. Pendidikan, Perumahan Layak, dan Kesehatan Gratis Bagi Rakyat.
4. Cabut Undang-undang Penanaman Modal Asing (UUPMA) yang Merupakan Biang Kemiskinan di Indonesia.
5. Cabut Pepres No. 36 Tahun 2005 tentang “PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM.
6. Cabut UU No. 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air.
7. Cabut UU No. 18 Tahun 2004 Tentang Perkebunan.
8. Tolak Liberalisasi Sektor Agraria (Privatisasi/Penjualan Aset Negara yaitu Perkebunan BUMN) yang Merupakan Agenda Neo-Liberalisme.
9. Kembalikan Hak dan Kedaulatan Rakyat Atas Sumber-Sumber Agraria.
10. Hentikan Praktek-Praktek Kekerasan yang Dilakukan Negara Terhadap Petani
11. Ukur Ulang dan Cabut HGU Perusahaan Perkebunan yang Bersengketa (merugikan) kesejahteraan Rakyat.
12. Nasionalisasi Industri Asing (Perkebunan) untuk Kesejahteraa Rakyat.
UUPA sejak awal berlakunya sudah memuat visi dan membawa misi yang memberikan arahan awal dan mendasar, yaitu mewujudkan hubungan ideal tanah sejalan dengan prinsip "Land for the Thriller". Namun, hal itu tidak berumur lama karena kerumitan masalah ketimpangan struktur pemilikan tanah yang telah terjadi berabad-abad lalu belum sempat terselesaikan. Hal itu dapat dilihat adanya deviasi kebijakan pertanahan yang kemudian ditempuh rejim orde baru sejak tahun 1967 ditandai berlakunya UU No.1/1967 tentang Penanaman Modal Asing hingga akhir 1998.
Fenomena yang sudah terjadi sejak tahun 1960 tersebut harus dilihat secara utuh dari bagian politik agraria nasional yang dijalankan rejim-rejim yang berkuasa. Fokus kajian yang dianggap sebagai alternatif jawaban terhadap permasalahan ini adalah adanya pelanggaran moral dan hukum dalam pelaksanaan politik pertanahan nasional.
Landasan moral dan hukum pelaksanaan politik pertanahan dapat dilihat dari ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Ketentuan ini memberikan perintah kepada negara sebagai badan penguasa atas tanah yang dimiliki bangsa Indonesia untuk mewujudkan sebesar-besar kemakmuran rakyat. Perintah itu yang hingga tulisan ini dibuat, kiranya masih jauh dari harapan petani maupun sebagian besar bangsa Indonesia.
Pada tahun 1984, Indonesia pernah memperoleh penghargaan dari FAO atas kemampuan swasembada pangan sebagai sektor primer agraris. Tetapi apa daya, ternyata menjelang milenium ketiga, negara kita tiba-tiba menjadi negara pengimpor beras nomor satu di dunia. Hal itu terjadi akibat kondisi rawan pangan, kebakaran hutan, banjir, tumbuhnya kaum tuna kisma akibat mis-management karena penerapan bad-governance yang mengabaikan aspek moral dan hukum
Dua fakta yang kontradiktif itu seyogyanya dapat menjadi bahan pemikiran. Apakah dampak penerapan kebijakan yang keliru terhadap pertanahan dan sektor pertanian yang hebat, sehingga dampaknya demikian kontras? Untuk mengukur tingkat kebijakan yang diterapkan dalam bad governance itu, tentunya siginifikan ditujukan pada moralitas penyelenggara negara level nasional sebagai pembuat dan pengendali kebijakan tertinggi di republik ini. Semua unsur pelaksana kekuasaan negara (legislatif, eksekutif, yudikatif) ikut andil dalam pelaksanaan bad governance dan mengabaikan moral dan hukum dalam mengatur dan melaksanakan politik pertanahan yang diperintahkan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.
Corak atau struktur kekuasaan yang melaksanakan UUPA pada semua rejim sebenarnya berbeda. Namun, sama saja implementasi atas ketentuan UUPA yang bermuatan kerakyatan, demokrat, anti monopoli dan anti eksploitasi terhadap manusia. Visi UUPA sebenarnya telah diilhami berbagai doktrin berkaitan dengan dampak absolutisme akibat penguasaan dan pemilikkan tanah yang berlebihan. Di antara doktrin klasik yang paling mendasar adalah "Land is power" atau tanah adalah kekuasaan. UUPA secara sadar telah membuat batasan dan pedoman yang melarang konsentrasi penguasaan dan pemilikan tanah yang berdampingan erat dengan ideologi kemutlakan kekuasaan dan anti demokrasi.
Penyelewengan implementasi penegakan hukum terlihat pada tren yang menganut asas kepastian hukum yang mendominasi persepsi penegakan hukum dalam masalah agraria dan dijauhkan dari moralitas hukum yang tidak lain adalah moral itu sendiri. Padahal Paul Vinogradoff dalam "Common Sense in Law" (1959) pernah mengatakan "...In their (lawyers) views law is morality so far as morality can be enforced by definite social action; in other words, it is the minimum of morality formulated and adopted by a given society".
Selain itu, Prof. Hazairin pun pernah menyatakan bahwa kaitan moral dan hukum dalam pidato pengukuhan guru besar di Fakultas Hukum UI bahwa hukum di Indonesia harus mencerminkan kemanusiaan yang adil (sasaran hukum) dan beradab (kondisi ideal dalam kaedah moral).
Gambaran suram, khususnya penegakan hukum, masih berjalan terus hingga pada saat munculnya arahan pembaharuan agraria melalui Ketetapan MPR-RI No.XI/MPR/2000. Pada tahap awal dan akhir dari pelaksanaan pembaharuan agraria, tidak lain adalah terkait dengan pembuatan instrumen hukum dan penegakan hukum di bidang agraria yang harus mampu menuju pada kedamaian yang di dalam substansi Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dapat dipahami tujuan penguasaan tanah oleh negara adalah "& bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat".
Kedamaian yang tercipta dari tercapainya keadilan tidak kunjung menghampiri negara kita tidak lain berawal dari prakondisi yang terjadi dalam hal ketimpangan pemilikan dan penguasaan tanah yang sebenarnya merupakan sasaran law enforcement atas berlakunya UUPA. Landasan moral yang seyogyanya harus menjadi pedoman pelaksanaan UUPA yang pembentukannya bersumber dari hukum adat adalah ciri masyarakat adat yang komunalistik religius.
Menempatkan moral dan hukum sebagai satu bagian integral dalam pelaksanaan politik agraria dan tidak terpisah-pisah, sebagaimana dilakukan kaum sekuler, kapitalis adalah kunci menuju kedamaian. Hal mana masih dapat dilakukan dengan berpedoman pada moralitas dan acuan hukum penguasaan dan pemilikkan tanah di dalam UUPA, sambil terus melakukan pembangunan hukum tanah yang lebih baik untuk masa depan yang lebih baik (the peaceful future).
DAFTAR PUSTAKA
Suparjo Sujadi, Kajian Hukum Pertanahan pada Centre for Law and Good Governance Studies.
Seruan Politik Serikat Tani Nasional
Di bidang perundang-undangan, dilahirkan suatu produk yang bertentangan dengan UUPA, sehingga muncul berbagai macam konflik agraria yang menempatkan petani di pihak yang selalu dikalahkan demi kepentinagn suatu pembangunan. Arah kebijakannya menjadi lebih berat ke politik pemerintahan, bukan pembangunan pertanian untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Dengan adanya intervensi kekuatan imperialisme dalam berbagai bentuk paket kebijakan Neo – liberalisme, bentuk kebijakan pemerintah indonesia pun telah melahirkan sekian banyak persoalan yang menyangkut hak – hak ekonomi, sosial, dan budaya maupun hak sipil dan hak politik.
Keputusan yang berkaitan dengan hal tersebut, dapat kita lihat lihat dengan keluarnya beberapa produk peraturan perundang-undangan yang tidak menguntungkan masyarakat bawah, misalnya:
- UU SDA Nomor 7 Tahun 2004.
- UU Perkebunan.
- UU Ketenagalistrikan.
- Amandemen UU Tata Ruang.
- UU ketenagakerjaan.
- Privatisasi BUMN yang menyangkut hajat hidup orang banyak.
- Pencabutan Subsidi Pendidikan.
- KepMen No. 41 Tahun 2004.
- SK Menhut 134 2004.
- Perpres No. 36 tahun 2005.
- dan aset publik lainnya.
Dampak dari beberapa contoh produk kebijakan di atas, sangat jelas akan merugikan rakyat, di tengah ketimpangan demokrasi yang masih diatasnamakan oleh pemerintah untuk menindas rakyatnya. Produk-produk kebijakan tersebut, mengarah pada pengekangan hak-hak rakyat ketimbang menyejahterakan rakyat, terbukanya peluang pemodal sebagai alat penghisap telah dilegalisasikan negara untuk melakukan eksploitasi kekayaan sumber-sumber agraria yang ada, salah satunya adalah tanah. Semua ini telah bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar pembentukan negara RI yang anti-penjajahan.
Namun, sampai saat ini, realitas dominasi pemerintah dan pemilik modal maupun intervensi asing masih saja menjajah negara Indonesia, dengan berbagai bentuk kekerasan dan pelanggaran HAM di berbagai pelosok penjuru Indonesia. Sebaliknya, posisi petani semakin tidak terjamin hak hukumnya atas tanah apalagi dengan HGU (Hak Guna Usaha) yang mayoritas dimiliki pihak swasta yang masa waktunya sekitar 25-30 tahun, sehingga terjadi ketidakberdayaan petani. Petani dihadapkan pada masalah, yakni sebagai petani tidak berlahan atau berlahan sempit. Akibatnya, sepanjang berlakunya UUPA selalu ditemui adanya sengketa tanah beserta problem sosial yang mengikutinya, sehingga memicu pelanggaran hak-hak atas tanah petani.
Konsentrasi penguasaan tanah oleh perkebunan besar dan pengusaha swasta, menyebabkan tanah pertanian semakin menyempit. Adanya ketimpangan penguasaan aset tanah serta hilangnya potensi pemanfaatan dan pengelolaan dengan tidak diakuinya berbagai bukti-bukti kepemilikan dan penguasaan petani maupun komunitas lokal oleh penguasa, memunculkan berbagai permasalahan dan konflik yang tidak seimbang antara kekuatan petani dengan kekuasaan dan pemodal. Aset petani dalam wujud tanah, tanaman, tempat tinggal tidak pernah diganti sesuai dengan kelayakan kehidupan petani. Belum lagi, efek kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh proses eksploitasi sumber daya alam yang berefek pada kerusakan ekosistem dan lingkungan.
Belum lagi tindakan represif dan intimidasi aparat keamanan dan kekuatan milisi sipil senantiasa memunculkan berbagai bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia yang sampai sekarang tidak pernah terselesaikan dalam perjuangan kaum tani dalam mempertahankan haknya atas tanah.. Represivitas/praktek kekerasan terhadap petani dan permasalahan kebijakan yang tidak berpihak terhadap petani sampai sekarang tetap dilakukan oleh Penguasa dengan menggunakan aparatus-aparatusnya, yang merupakan instrumen bagi negara. Hal ini menjadi pemikiran bagi kita semua apabila nantinya persoalan-persoalan pemaksaan kehendak penguasa ingin mengambil tanah rakyat untuk kepentingan pembangunan yang legal dalam perpres No. 36 Tahun 2005. Tentunya, akan banyak memakan korban dipihak rakyat, khususnya petani yang menggantungkan hidup pada tanah sebagai lahan garapannya.
Maka para serikat tani nasional menyerukan Konsolidasi Masyarakat Sipil Demokratik sebagai pilihan, bersama-sama bergerak mewujudkan demokrasi dan pembebasan sejati, serta menuntut:
1. Reforma Agraria, Berikan Hak Rakyat Atas Tanah Sekarang Juga.
2. Selesaikan Sengketa dan Kembalikan Tanah Rakyat Sesuai dengan Amanat UUD 1945, Pasal 33 dan UUPA No.05 Tahun 1960.
3. Pendidikan, Perumahan Layak, dan Kesehatan Gratis Bagi Rakyat.
4. Cabut Undang-undang Penanaman Modal Asing (UUPMA) yang Merupakan Biang Kemiskinan di Indonesia.
5. Cabut Pepres No. 36 Tahun 2005 tentang “PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM.
6. Cabut UU No. 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air.
7. Cabut UU No. 18 Tahun 2004 Tentang Perkebunan.
8. Tolak Liberalisasi Sektor Agraria (Privatisasi/Penjualan Aset Negara yaitu Perkebunan BUMN) yang Merupakan Agenda Neo-Liberalisme.
9. Kembalikan Hak dan Kedaulatan Rakyat Atas Sumber-Sumber Agraria.
10. Hentikan Praktek-Praktek Kekerasan yang Dilakukan Negara Terhadap Petani
11. Ukur Ulang dan Cabut HGU Perusahaan Perkebunan yang Bersengketa (merugikan) kesejahteraan Rakyat.
12. Nasionalisasi Industri Asing (Perkebunan) untuk Kesejahteraa Rakyat.
UUPA sejak awal berlakunya sudah memuat visi dan membawa misi yang memberikan arahan awal dan mendasar, yaitu mewujudkan hubungan ideal tanah sejalan dengan prinsip "Land for the Thriller". Namun, hal itu tidak berumur lama karena kerumitan masalah ketimpangan struktur pemilikan tanah yang telah terjadi berabad-abad lalu belum sempat terselesaikan. Hal itu dapat dilihat adanya deviasi kebijakan pertanahan yang kemudian ditempuh rejim orde baru sejak tahun 1967 ditandai berlakunya UU No.1/1967 tentang Penanaman Modal Asing hingga akhir 1998.
Fenomena yang sudah terjadi sejak tahun 1960 tersebut harus dilihat secara utuh dari bagian politik agraria nasional yang dijalankan rejim-rejim yang berkuasa. Fokus kajian yang dianggap sebagai alternatif jawaban terhadap permasalahan ini adalah adanya pelanggaran moral dan hukum dalam pelaksanaan politik pertanahan nasional.
Landasan moral dan hukum pelaksanaan politik pertanahan dapat dilihat dari ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Ketentuan ini memberikan perintah kepada negara sebagai badan penguasa atas tanah yang dimiliki bangsa Indonesia untuk mewujudkan sebesar-besar kemakmuran rakyat. Perintah itu yang hingga tulisan ini dibuat, kiranya masih jauh dari harapan petani maupun sebagian besar bangsa Indonesia.
Pada tahun 1984, Indonesia pernah memperoleh penghargaan dari FAO atas kemampuan swasembada pangan sebagai sektor primer agraris. Tetapi apa daya, ternyata menjelang milenium ketiga, negara kita tiba-tiba menjadi negara pengimpor beras nomor satu di dunia. Hal itu terjadi akibat kondisi rawan pangan, kebakaran hutan, banjir, tumbuhnya kaum tuna kisma akibat mis-management karena penerapan bad-governance yang mengabaikan aspek moral dan hukum
Dua fakta yang kontradiktif itu seyogyanya dapat menjadi bahan pemikiran. Apakah dampak penerapan kebijakan yang keliru terhadap pertanahan dan sektor pertanian yang hebat, sehingga dampaknya demikian kontras? Untuk mengukur tingkat kebijakan yang diterapkan dalam bad governance itu, tentunya siginifikan ditujukan pada moralitas penyelenggara negara level nasional sebagai pembuat dan pengendali kebijakan tertinggi di republik ini. Semua unsur pelaksana kekuasaan negara (legislatif, eksekutif, yudikatif) ikut andil dalam pelaksanaan bad governance dan mengabaikan moral dan hukum dalam mengatur dan melaksanakan politik pertanahan yang diperintahkan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.
Corak atau struktur kekuasaan yang melaksanakan UUPA pada semua rejim sebenarnya berbeda. Namun, sama saja implementasi atas ketentuan UUPA yang bermuatan kerakyatan, demokrat, anti monopoli dan anti eksploitasi terhadap manusia. Visi UUPA sebenarnya telah diilhami berbagai doktrin berkaitan dengan dampak absolutisme akibat penguasaan dan pemilikkan tanah yang berlebihan. Di antara doktrin klasik yang paling mendasar adalah "Land is power" atau tanah adalah kekuasaan. UUPA secara sadar telah membuat batasan dan pedoman yang melarang konsentrasi penguasaan dan pemilikan tanah yang berdampingan erat dengan ideologi kemutlakan kekuasaan dan anti demokrasi.
Penyelewengan implementasi penegakan hukum terlihat pada tren yang menganut asas kepastian hukum yang mendominasi persepsi penegakan hukum dalam masalah agraria dan dijauhkan dari moralitas hukum yang tidak lain adalah moral itu sendiri. Padahal Paul Vinogradoff dalam "Common Sense in Law" (1959) pernah mengatakan "...In their (lawyers) views law is morality so far as morality can be enforced by definite social action; in other words, it is the minimum of morality formulated and adopted by a given society".
Selain itu, Prof. Hazairin pun pernah menyatakan bahwa kaitan moral dan hukum dalam pidato pengukuhan guru besar di Fakultas Hukum UI bahwa hukum di Indonesia harus mencerminkan kemanusiaan yang adil (sasaran hukum) dan beradab (kondisi ideal dalam kaedah moral).
Gambaran suram, khususnya penegakan hukum, masih berjalan terus hingga pada saat munculnya arahan pembaharuan agraria melalui Ketetapan MPR-RI No.XI/MPR/2000. Pada tahap awal dan akhir dari pelaksanaan pembaharuan agraria, tidak lain adalah terkait dengan pembuatan instrumen hukum dan penegakan hukum di bidang agraria yang harus mampu menuju pada kedamaian yang di dalam substansi Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dapat dipahami tujuan penguasaan tanah oleh negara adalah "& bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat".
Kedamaian yang tercipta dari tercapainya keadilan tidak kunjung menghampiri negara kita tidak lain berawal dari prakondisi yang terjadi dalam hal ketimpangan pemilikan dan penguasaan tanah yang sebenarnya merupakan sasaran law enforcement atas berlakunya UUPA. Landasan moral yang seyogyanya harus menjadi pedoman pelaksanaan UUPA yang pembentukannya bersumber dari hukum adat adalah ciri masyarakat adat yang komunalistik religius.
Menempatkan moral dan hukum sebagai satu bagian integral dalam pelaksanaan politik agraria dan tidak terpisah-pisah, sebagaimana dilakukan kaum sekuler, kapitalis adalah kunci menuju kedamaian. Hal mana masih dapat dilakukan dengan berpedoman pada moralitas dan acuan hukum penguasaan dan pemilikkan tanah di dalam UUPA, sambil terus melakukan pembangunan hukum tanah yang lebih baik untuk masa depan yang lebih baik (the peaceful future).
DAFTAR PUSTAKA
Suparjo Sujadi, Kajian Hukum Pertanahan pada Centre for Law and Good Governance Studies.
Seruan Politik Serikat Tani Nasional
INDIVIDU, MASYARAKAT dan HUKUM
1.HUKUM ADALAH GEJALA KEMASYARAKATAN
Manusia sebagai perorangan atau individu cenderung untuk berkumpul dengan individu-individu lain dan dengan itu membentuk kelompok manusia yang hidup bersama. Karena kecenderungannya berkelompok ini manusia dinamakan makhluk sosial.
2.JENIS MASYARAKAT
Masyarakat adalah suatu kumpulan manusia yang hidup bersama dengan tujuan bersama. Dasar hidup bersama yang menjadi ikatan bagi masyarakat itu bisa berupa tempat tinggal, Jadi bersifat territorial atau bisa berupa pertalian darah atau keturunan. Bisa juga kombinasi dari keduanya, yang terjadi apabila orang sekampung melalui perkawinan menjalin pertalian keluarga.
3.JENIS KAIDAH HUKUM.
Pergaulan atau hubungan masyarakat adalah interaksi antara manusia dan kelompok manusia yang saling membutuhkan. Agar hubungan ini bisa berjalan dengan baik maka dibutuhkan aturan yang berdasarkan diman orang melindungi kepentingannya dan menghormati kepentingan dan hak orang lain sesuai hak dan kewajiban yang ditentukan aturan itu.
Hukum publik adalah hukum yang mengatur kepentingan umum dan menyangkut Negara dan penyelenggaraan pemerintah. Hukum perdata adalah hukum yang mengatur hubungan diantara orang perorangan.
4.LANDASAN KEWENANGAN MENGATUR
Ada teori yang menjelaskan di dalam ilmu politik yaitu adalah kontrak sosial. Kontrak sosial adalah bahwa manusia yang membentuk masyarakat untuk hidup bersama dan dengan demikian berkesempatan untuk mengembangkan kemampuan dan bakat mereka, dengan mengorbankan kebebasan penuh yang ada padanya, menyerahkan kepada orang atau kumpulan orang yang dipercaya untuk memerintah mereka demi kebaikan bersama.
Manusia sebagai perorangan atau individu cenderung untuk berkumpul dengan individu-individu lain dan dengan itu membentuk kelompok manusia yang hidup bersama. Karena kecenderungannya berkelompok ini manusia dinamakan makhluk sosial.
2.JENIS MASYARAKAT
Masyarakat adalah suatu kumpulan manusia yang hidup bersama dengan tujuan bersama. Dasar hidup bersama yang menjadi ikatan bagi masyarakat itu bisa berupa tempat tinggal, Jadi bersifat territorial atau bisa berupa pertalian darah atau keturunan. Bisa juga kombinasi dari keduanya, yang terjadi apabila orang sekampung melalui perkawinan menjalin pertalian keluarga.
3.JENIS KAIDAH HUKUM.
Pergaulan atau hubungan masyarakat adalah interaksi antara manusia dan kelompok manusia yang saling membutuhkan. Agar hubungan ini bisa berjalan dengan baik maka dibutuhkan aturan yang berdasarkan diman orang melindungi kepentingannya dan menghormati kepentingan dan hak orang lain sesuai hak dan kewajiban yang ditentukan aturan itu.
Hukum publik adalah hukum yang mengatur kepentingan umum dan menyangkut Negara dan penyelenggaraan pemerintah. Hukum perdata adalah hukum yang mengatur hubungan diantara orang perorangan.
4.LANDASAN KEWENANGAN MENGATUR
Ada teori yang menjelaskan di dalam ilmu politik yaitu adalah kontrak sosial. Kontrak sosial adalah bahwa manusia yang membentuk masyarakat untuk hidup bersama dan dengan demikian berkesempatan untuk mengembangkan kemampuan dan bakat mereka, dengan mengorbankan kebebasan penuh yang ada padanya, menyerahkan kepada orang atau kumpulan orang yang dipercaya untuk memerintah mereka demi kebaikan bersama.
HUKUM POSITIF
1.PENGERTIAN HUKUM POSITIF
Ilmu hukum positif adalah ilmu tentang hukum yang berlaku di suatu negara atau masyarakat tertentu pada saat tertentu.
2.ILMU HUKUN POSITIF DAN HUKUM ILMUPASTI DAN ALAM
Dalam hukum positif objek yang “diatur”-nya sekaligus merupakan subjek (pelaku). Hukum positif yang menjadi objek ilmu hokum positif tidak sepasti hukum ilmu alam. Hukum positif yang mengatur perilaku manusia bukan benda mati melainkan makhluk hidup yang mempunyai pikiran dan kemampuan membedakan antara yang baik dan yang buruk mempunyai konsekuensi tidak saja bagi metodologi ke-ilmuan tetapi juga bagi kausalitas.
3.ILMU HUKUM POSITIF ADALAH YANG OBJEKNYA HUKUM POSITIF
Hukum positif (Indonesia) adalah keseluruhan asas dan kaidah-kaidah yang mengatur hubungan manusia dalam masyarakat. Secara kongkrit hukum adalah perangkat asas dan kaidah-kaidah yang mengatur hubungan antar manusia dalam masyarakat. Tujuan ilmu pengetahuan hukum dan “menguasai” pengetahuan tentang kaidah dan asas-asas itu untuk kemudian dapat mengambil keputusan berdasarkannya.
Tugas ilmu pengetahuan hukum positif adalah untuk menyusun fakta-fakta mengenai kaidah ini menjadi suatu kesatuan yang sistematis sehingga dapat dikuasai. Ilmu perbandingan hukum adalah ilmu yang mempelajari perbandingan antara hukum positif yang satu dengan dibandingkan dengan hukum positif lainnya.
Ilmu hukum positif adalah ilmu tentang hukum yang berlaku di suatu negara atau masyarakat tertentu pada saat tertentu.
2.ILMU HUKUN POSITIF DAN HUKUM ILMUPASTI DAN ALAM
Dalam hukum positif objek yang “diatur”-nya sekaligus merupakan subjek (pelaku). Hukum positif yang menjadi objek ilmu hokum positif tidak sepasti hukum ilmu alam. Hukum positif yang mengatur perilaku manusia bukan benda mati melainkan makhluk hidup yang mempunyai pikiran dan kemampuan membedakan antara yang baik dan yang buruk mempunyai konsekuensi tidak saja bagi metodologi ke-ilmuan tetapi juga bagi kausalitas.
3.ILMU HUKUM POSITIF ADALAH YANG OBJEKNYA HUKUM POSITIF
Hukum positif (Indonesia) adalah keseluruhan asas dan kaidah-kaidah yang mengatur hubungan manusia dalam masyarakat. Secara kongkrit hukum adalah perangkat asas dan kaidah-kaidah yang mengatur hubungan antar manusia dalam masyarakat. Tujuan ilmu pengetahuan hukum dan “menguasai” pengetahuan tentang kaidah dan asas-asas itu untuk kemudian dapat mengambil keputusan berdasarkannya.
Tugas ilmu pengetahuan hukum positif adalah untuk menyusun fakta-fakta mengenai kaidah ini menjadi suatu kesatuan yang sistematis sehingga dapat dikuasai. Ilmu perbandingan hukum adalah ilmu yang mempelajari perbandingan antara hukum positif yang satu dengan dibandingkan dengan hukum positif lainnya.
Minggu, 19 Desember 2010
Menuju pendekatan hukum yang holistik dan visoner
Sebagai upaya menuju pemahaman hukum secara holistic dan visoner kiranya diperlukanm adanya pergeseran paradigma (paradigm shift) dimana kedua pendekatan tersebut dapat digunakan secara sinergis dan komplementer. Artinya, pendekatan terhadap hukum tidak hanya mengambil salah satu, tetapi harus mengambil keduannya secara utuh sehingga akan dapat dilakukan analisis secara holistic dan komprehensif.
Pendekatan hukum yang positistik saja akan menyebabkan hukum akan teralienasi dari basis sosial dimana dimana hukum itu berada. Pendekatan ini semata mungkin akan dapat memperoleh nilai kepastian hukum sebagai salah satu tujuan hukum.
Sebaliknya pendekatan hukum empiris, sosiologis, realisme, atau konteks sosial saja akan menyebabkan seolah-oleh hukum tertulis menjadi tidak diperlukan tetapi hanya melihat realitas hukum yang terjadi. Jika pendekatan ini dipakai sebagai satu-satunya alat dalam memahami hukum maka sangat dapat mengakibatkan terjadinya ketidakpastian hokum bahkan dikhawatirkan tidak lagi diperlukan lagi adanya hukum atau undang-undang sehingga lebih lanjut dapat terjadi anarkisme hukum.
Pendekatan hukum yang positistik saja akan menyebabkan hukum akan teralienasi dari basis sosial dimana dimana hukum itu berada. Pendekatan ini semata mungkin akan dapat memperoleh nilai kepastian hukum sebagai salah satu tujuan hukum.
Sebaliknya pendekatan hukum empiris, sosiologis, realisme, atau konteks sosial saja akan menyebabkan seolah-oleh hukum tertulis menjadi tidak diperlukan tetapi hanya melihat realitas hukum yang terjadi. Jika pendekatan ini dipakai sebagai satu-satunya alat dalam memahami hukum maka sangat dapat mengakibatkan terjadinya ketidakpastian hokum bahkan dikhawatirkan tidak lagi diperlukan lagi adanya hukum atau undang-undang sehingga lebih lanjut dapat terjadi anarkisme hukum.
Islam dan paham pluralisme agama
Pikiran yang menganggap semua agama itu sama telah lama masuk ke Indonesia dan beberapa negara Islam lainnya. Tapi akhir-akhir ini pikiran itu menjelma menjadi sebuah paham dan gerakan “baru” yang kehadirannya serasa begitu mendadak, tiba-tiba dan mengejutkan. Ummat Islam seperti mendapat kerja rumah baru dari luar rumahnya sendiri. Padahal ummat Islam dari sejak dulu hingga kini telah biasa hidup ditengah kebhinekaan atau pluralitas agama dan menerimanya sebagai realitas sosial. Piagam Madinah dengan jelas sekali mengakomodir pluralitas agama saat itu dan para ulama telah pula menjelaskan hukum-hukum terkait. Apa sebenarnya dibalik gerakan ini?
Sebenarnya paham inipun bukan baru. Akar-akarnya seumur dengan akar modernisme di Barat dan gagasannya timbul dari perspektif dan pengalaman manusia Barat.
Namun kalangan ummat Islam pendukung paham ini mencari-cari akarnya dari kondisi masyarakat Islam dimasa lalu dan juga ajaran Islam. Kesalahan yang terjadi, akhirnya adalah menganggap realitas kemajmukan (pluralitas) agama-agama dan paham pluralisme agama sebagai sama saja. Parahnya, pluralisme agama malah dianggap realitas dan sunnatullah. Padahal keduanya sangat berbeda. Yang pertama (pluralitas agama) adalah kondisi dimana berbagai macam agama wujud secara bersamaan dalam suatu masyarakat atau Negara. Sedangkan yang kedua (pluralisme agama) adalah suatu paham yang menjadi tema penting dalam disiplin sosiologi, teologi dan filsafat agama yang berkembang di Barat dan juga agenda penting globalisasi.
Solusi Islam terhadap adanya pluralitas agama adalah dengan mengakui perbedaan dan identitas agama masing-masing (lakum dÊnukum wa liya dÊn). Tapi solusi yang ditawarkan paham pluralisme agama lebh cenderung menghilangkan perbedaan dan identitas agama-agama yang ada. Jadi menganggap pluralisme agama sebagai sunnatullah adalah klaim yang berlebihan dan tidak benar.
Sebenarnya paham inipun bukan baru. Akar-akarnya seumur dengan akar modernisme di Barat dan gagasannya timbul dari perspektif dan pengalaman manusia Barat.
Namun kalangan ummat Islam pendukung paham ini mencari-cari akarnya dari kondisi masyarakat Islam dimasa lalu dan juga ajaran Islam. Kesalahan yang terjadi, akhirnya adalah menganggap realitas kemajmukan (pluralitas) agama-agama dan paham pluralisme agama sebagai sama saja. Parahnya, pluralisme agama malah dianggap realitas dan sunnatullah. Padahal keduanya sangat berbeda. Yang pertama (pluralitas agama) adalah kondisi dimana berbagai macam agama wujud secara bersamaan dalam suatu masyarakat atau Negara. Sedangkan yang kedua (pluralisme agama) adalah suatu paham yang menjadi tema penting dalam disiplin sosiologi, teologi dan filsafat agama yang berkembang di Barat dan juga agenda penting globalisasi.
Solusi Islam terhadap adanya pluralitas agama adalah dengan mengakui perbedaan dan identitas agama masing-masing (lakum dÊnukum wa liya dÊn). Tapi solusi yang ditawarkan paham pluralisme agama lebh cenderung menghilangkan perbedaan dan identitas agama-agama yang ada. Jadi menganggap pluralisme agama sebagai sunnatullah adalah klaim yang berlebihan dan tidak benar.
Sabtu, 18 Desember 2010
HUKUM PIDANA ISLAM (JINAYAT) "JARIMAH RIDDAH"
Definisi Riddah (Kemurtadan)
Riddah adalah berpaling dari Islam, baik dengan keyakinan, perkataan ataupun perbuatan. Artinya, definisi ini sesuai dengan definisi iman, yaitu keyakinan dengan hati, perkataan dengan lisan dan perbuatan dengan anggota badan.
Bagaimana Riddah Terjadi?
Manakala definisi iman sebagaimana yang definisikan para ulama Salaf adalah perkataan dan perbuatan, alias perkataan hati dan amalannya, perkataan lisan dan amalan anggota badan; maka definisi Riddah juga demikian, yaitu berupa perkataan dan perbuatan. Riddah terkadang berupa perkataan hati, seperti mendustakan berita yang disampaikan oleh Allah subhanahu wata'aala atau keyakinan bahwa ada Khaliq (Pencipta) yang lain di samping Allah subhanahu wata'aala. Terkadang berupa amalan hati, seperti membenci Allah subhanahu wata'aala atau Rasul-Nya, membangkang dan sombong dengan tidak mengikuti Rasul-Nya. Terkadang berupa perkataan dengan lisan, seperti mencela Allah subhanahu wata'aala atau Rasul-Nya, atau mengejek Dinullah. Dan terkadang juga terjadi melalui amalan zhahir (yang kentara) berupa amalan-amalan anggota badan, seperti sujud kepada patung (berhala) atau melecehkan Mushaf.
Jika demikian pengertian Riddah tersebut, maka siapa saja yang pada dirinya terdapat sesuatu dari 'pembatal-pembatal' keislaman, maka ia adalah seorang yang keluar dari Islam (Murtad).
Jenis-Jenis Riddah
Riddah ada dua jenis: Pertama, Riddah Mujarradah (Kemurtadan Murni). Kedua, Riddah Mughallazhah (Kemurtadan Berat), yang oleh syariat harus diganjar hukum bunuh. Berdasarkan dalil-dalil syariat, maka terhadap kedua jenis riddah itu wajib dijatuhi hukuman bunuh. Hanya saja, dalil-dalil yang menunjukkan gugurnya hukum bunuh karena bertaubat hanya terarah kepada jenis pertama, sedangkan terhadap jenis kedua, maka dalil-dalil menunjukkan wajibnya membunuh pelakunya, di mana tidak terdapat nash maupun Ijma' yang menggugurkan hukum bunuh tersebut.
Sebab-sebab Terjadinya Riddah
Jahil terhadap ajaran agama Allah subhanahu wata'aala dan lemahnya keyakinan di kalangan kebanyakan umat Islam.
Munculnya paham Irja` (paham yang dianut kaum Murji`ah) di zaman ini. Paham Irja` menyatakan iman hanya dengan pembenaran saja (tanpa amal). Imbasnya, menurut mereka, kekafiran alias Riddah juga hanya merupakan pendustaan saja, sehingga seseorang tidak pernah dikatakan Murtad, kecuali bila ia mendustakan lagi mengingkari. Jadi, menghina Allah subhanahu wata'aala, Rasul-Nya atau dien-Nya bukanlah Riddah menurut mereka.
Riddah adalah berpaling dari Islam, baik dengan keyakinan, perkataan ataupun perbuatan. Artinya, definisi ini sesuai dengan definisi iman, yaitu keyakinan dengan hati, perkataan dengan lisan dan perbuatan dengan anggota badan.
Bagaimana Riddah Terjadi?
Manakala definisi iman sebagaimana yang definisikan para ulama Salaf adalah perkataan dan perbuatan, alias perkataan hati dan amalannya, perkataan lisan dan amalan anggota badan; maka definisi Riddah juga demikian, yaitu berupa perkataan dan perbuatan. Riddah terkadang berupa perkataan hati, seperti mendustakan berita yang disampaikan oleh Allah subhanahu wata'aala atau keyakinan bahwa ada Khaliq (Pencipta) yang lain di samping Allah subhanahu wata'aala. Terkadang berupa amalan hati, seperti membenci Allah subhanahu wata'aala atau Rasul-Nya, membangkang dan sombong dengan tidak mengikuti Rasul-Nya. Terkadang berupa perkataan dengan lisan, seperti mencela Allah subhanahu wata'aala atau Rasul-Nya, atau mengejek Dinullah. Dan terkadang juga terjadi melalui amalan zhahir (yang kentara) berupa amalan-amalan anggota badan, seperti sujud kepada patung (berhala) atau melecehkan Mushaf.
Jika demikian pengertian Riddah tersebut, maka siapa saja yang pada dirinya terdapat sesuatu dari 'pembatal-pembatal' keislaman, maka ia adalah seorang yang keluar dari Islam (Murtad).
Jenis-Jenis Riddah
Riddah ada dua jenis: Pertama, Riddah Mujarradah (Kemurtadan Murni). Kedua, Riddah Mughallazhah (Kemurtadan Berat), yang oleh syariat harus diganjar hukum bunuh. Berdasarkan dalil-dalil syariat, maka terhadap kedua jenis riddah itu wajib dijatuhi hukuman bunuh. Hanya saja, dalil-dalil yang menunjukkan gugurnya hukum bunuh karena bertaubat hanya terarah kepada jenis pertama, sedangkan terhadap jenis kedua, maka dalil-dalil menunjukkan wajibnya membunuh pelakunya, di mana tidak terdapat nash maupun Ijma' yang menggugurkan hukum bunuh tersebut.
Sebab-sebab Terjadinya Riddah
Jahil terhadap ajaran agama Allah subhanahu wata'aala dan lemahnya keyakinan di kalangan kebanyakan umat Islam.
Munculnya paham Irja` (paham yang dianut kaum Murji`ah) di zaman ini. Paham Irja` menyatakan iman hanya dengan pembenaran saja (tanpa amal). Imbasnya, menurut mereka, kekafiran alias Riddah juga hanya merupakan pendustaan saja, sehingga seseorang tidak pernah dikatakan Murtad, kecuali bila ia mendustakan lagi mengingkari. Jadi, menghina Allah subhanahu wata'aala, Rasul-Nya atau dien-Nya bukanlah Riddah menurut mereka.
Jumat, 17 Desember 2010
Commodity Loans
Inflationary times often create an incentive for market participants to substitute barter transactions for cash transactions. Commodity loans calling for payment in kind instead of a cash payment guarantee for the lender that the same purchasing power he gave up in making the loan will be restored to him when repayment is made.
Out of fear that the market value of the commodity may increase at the time of repayment, the Sages prohibited commodity loans in kind (se'ah be'se'ah). Such a transaction violates the rabbinic extension of ribit law, called avak ribit. The prohibited agreement places the creditor at a disadvantage: Should the commodity appreciate at the time of repayment, the debt may not be discharged by means of payment in kind. Instead, a cash payment is required, with the debtor's obligation set equal to the value the commodity had at the time the loan was entered into. Depreciation of the commodity, on the other hand, disallows a cash payment. Here, payment must be made in kind.
Legitimacy is, however, given to a commodity loan when repayment is to be made in cash based on the market value of the commodities at the time the loan was entered into. Since the commodity serves here merely as the medium of the loan and the debtor's obligation is fixed in cash, the possible appreciation in the value of the commodity at the time of repayment is immaterial.
Since the se'ah bese'ah transaction is prohibited only by dint of avak ribit law, the Sages suspended their interdict under certain conditions.
One qualifying circumstance occurs when the debtor is in possession of the commodity he borrows at the time the loan was entered into (yesh lo). To illustrate, suppose the loan consisted of a ton of wheat and the debtor had this amount of wheat in his possession at the time he entered into the or loan. Given the above correspondence, the amount of wheat the borrower has is regarded as if it were given immediately to the lender as payment at the time the loan was entered into. Any appreciation of the commodity subsequent to the loan is therefore regarded as having occurred while the commodity was in the domain of the lender.
The yesh lo point of leniency in se'ah bese'ah law extends even to the instance where the amount of the commodity in the debtor's possession at the time of the loan amounts to only a small portion of the commodity loan. Since the se'ah bese'ah interdict is only prohibited by dint of avak ribit law, the yesh lo loophole is valid even when its rationale is not entirely applicable.
When a (4)se'ah bese'ah transaction is legitimized by means of the yesh lo mechanism, both parties must be aware that the debtor has some amount of the loan commodity at the time the transaction was entered into and that this circumstance is what halachically validates their agreement. Nevertheless, ignoranace on the part of the parties of these facts does not disallow the debtor to return the loan commodity, even if it appreciated in value.
Under the yesh lo circumstance the transaction may call for the commodity to be repaid at such time when it is expected to appreciate in value. This clause, according to R. Shabbetai b. Meir ha-Kohen , is valid even when the contract disallows early payment.
Another circumstance that may suspend the se'ah bese'ah interdict obtains when the commodity involved trades at a definite market price (yaza ha-sha'ar). With repayment in kind possible at any time, the borrower is regarded as being capable of discharging his debt by making the requisite commodity purchase before it appreciates above its value at the time of the loan. Rambam et alia legitimize the above mechanism even when the borrower lacks the necessary cash to make the commodity purchase. Though lacking cash the borrower is regarded as capable of securing the necessary commodity purchase by means of establishing a line of credit.
Out of fear that the market value of the commodity may increase at the time of repayment, the Sages prohibited commodity loans in kind (se'ah be'se'ah). Such a transaction violates the rabbinic extension of ribit law, called avak ribit. The prohibited agreement places the creditor at a disadvantage: Should the commodity appreciate at the time of repayment, the debt may not be discharged by means of payment in kind. Instead, a cash payment is required, with the debtor's obligation set equal to the value the commodity had at the time the loan was entered into. Depreciation of the commodity, on the other hand, disallows a cash payment. Here, payment must be made in kind.
Legitimacy is, however, given to a commodity loan when repayment is to be made in cash based on the market value of the commodities at the time the loan was entered into. Since the commodity serves here merely as the medium of the loan and the debtor's obligation is fixed in cash, the possible appreciation in the value of the commodity at the time of repayment is immaterial.
Since the se'ah bese'ah transaction is prohibited only by dint of avak ribit law, the Sages suspended their interdict under certain conditions.
One qualifying circumstance occurs when the debtor is in possession of the commodity he borrows at the time the loan was entered into (yesh lo). To illustrate, suppose the loan consisted of a ton of wheat and the debtor had this amount of wheat in his possession at the time he entered into the or loan. Given the above correspondence, the amount of wheat the borrower has is regarded as if it were given immediately to the lender as payment at the time the loan was entered into. Any appreciation of the commodity subsequent to the loan is therefore regarded as having occurred while the commodity was in the domain of the lender.
The yesh lo point of leniency in se'ah bese'ah law extends even to the instance where the amount of the commodity in the debtor's possession at the time of the loan amounts to only a small portion of the commodity loan. Since the se'ah bese'ah interdict is only prohibited by dint of avak ribit law, the yesh lo loophole is valid even when its rationale is not entirely applicable.
When a (4)se'ah bese'ah transaction is legitimized by means of the yesh lo mechanism, both parties must be aware that the debtor has some amount of the loan commodity at the time the transaction was entered into and that this circumstance is what halachically validates their agreement. Nevertheless, ignoranace on the part of the parties of these facts does not disallow the debtor to return the loan commodity, even if it appreciated in value.
Under the yesh lo circumstance the transaction may call for the commodity to be repaid at such time when it is expected to appreciate in value. This clause, according to R. Shabbetai b. Meir ha-Kohen , is valid even when the contract disallows early payment.
Another circumstance that may suspend the se'ah bese'ah interdict obtains when the commodity involved trades at a definite market price (yaza ha-sha'ar). With repayment in kind possible at any time, the borrower is regarded as being capable of discharging his debt by making the requisite commodity purchase before it appreciates above its value at the time of the loan. Rambam et alia legitimize the above mechanism even when the borrower lacks the necessary cash to make the commodity purchase. Though lacking cash the borrower is regarded as capable of securing the necessary commodity purchase by means of establishing a line of credit.
Kamis, 16 Desember 2010
Hukum Pidana
Pengertian
-Hukum pidana adalah bagian keseluruhan dari hukum yang berlaku di suatu Negara:
• Yang menentukan perbuatan yang dilarang.
• Yang diacam dengan sanksi pidana bagi barang sipa yang melanggar larangan tersebut.
• Menentukan kapan dan dalam hal apa kepada orang yang melanggar itu dijatuhi human pidana.
• Menentukan prosedur penjatuhan dan pelaksanaan kepada barang siaa yang terbukti melakukan elanggaran hukum pidana.
Add : - pidana selalu ada unsur menderitakan di dalamnya,penderitaan tersebut bisa berupa penderitaan moral social,harta benda(denda),pengurangan harta-benda yang lain(sita),penderitaan kebebasan(pembatasan kebebasan),penderitaan sevara fisik dan menjalni eksekusi mati
- poin ke 3 merupakan penegakan hukum pidana(pertanggungjawaban pidana).
- poin ke4 merupakan bagian dari hukum acara pidana + hukum pelaksanaan pidana.
Hubungan hukum pidana dengan cab hukum yang lain
1. secara prinsip norma dalam hukum pidana tidak bisa dipisahkan dengan norma hukum yang lain (terkait dengan norma hukum yang lain.
2. Mempunyai fungsi memperkuat berlakunya norma yang lain.
3. Hukum pidana berfungsi memaksa ditaatinya norma yang lain melalui penjatuhan hukum pidana.
4. Kedudukan sanksi pidana sebagai senjata pamungkas(sanksi terakhir) terhadap sanksi di cab hukum yang lain(Ultinum remedium=sanksi hukum pidana baru digunakan apabial sanksi-sanksi di cabang hukum lain tidak efektif).
-Hukum pidana adalah bagian keseluruhan dari hukum yang berlaku di suatu Negara:
• Yang menentukan perbuatan yang dilarang.
• Yang diacam dengan sanksi pidana bagi barang sipa yang melanggar larangan tersebut.
• Menentukan kapan dan dalam hal apa kepada orang yang melanggar itu dijatuhi human pidana.
• Menentukan prosedur penjatuhan dan pelaksanaan kepada barang siaa yang terbukti melakukan elanggaran hukum pidana.
Add : - pidana selalu ada unsur menderitakan di dalamnya,penderitaan tersebut bisa berupa penderitaan moral social,harta benda(denda),pengurangan harta-benda yang lain(sita),penderitaan kebebasan(pembatasan kebebasan),penderitaan sevara fisik dan menjalni eksekusi mati
- poin ke 3 merupakan penegakan hukum pidana(pertanggungjawaban pidana).
- poin ke4 merupakan bagian dari hukum acara pidana + hukum pelaksanaan pidana.
Hubungan hukum pidana dengan cab hukum yang lain
1. secara prinsip norma dalam hukum pidana tidak bisa dipisahkan dengan norma hukum yang lain (terkait dengan norma hukum yang lain.
2. Mempunyai fungsi memperkuat berlakunya norma yang lain.
3. Hukum pidana berfungsi memaksa ditaatinya norma yang lain melalui penjatuhan hukum pidana.
4. Kedudukan sanksi pidana sebagai senjata pamungkas(sanksi terakhir) terhadap sanksi di cab hukum yang lain(Ultinum remedium=sanksi hukum pidana baru digunakan apabial sanksi-sanksi di cabang hukum lain tidak efektif).
HUKUM AGRARIA (ANALISA PENERAPAN ASAS PERLEKATAN HORIZONTAL (HORIZONTALE ACCESSIE BEGINSET) DAN ASAS PEMISAHAN HORIZONTAL (HORIZONTALE SCHEIDING))
Asas perlekatan horizontal (horizontale accessie beginsel)
Dalam asas ini, bangunan dan tanaman yang ada di atas tanah merupakan satu kesatuan, bangunan dan tanaman tersebut bagian dari tanah yang bersangkutan. Hak atas tanah dengan sendirinya, karena hukum meliputi juga pemilikan bangunan dan tanaman yang ada di atas tanah yang dihaki, kecuali kalau ada kesepakatan lain dengan pihak yang membangun dan menanamannya.
Kleyn mengatakan bahwa dalam pertumbuhan milik ada dua pokok, yaitu 1) Pemilik suatu benda adalah pemilik semua bagian- bagiannya; 2) Superficies solo cedit, artinya tanaman-tanaman dan bangunan di bawah dan di atas tanah yang secar kekal dan menyatu dengan tanah, kecuali hal-hal yang diuraikan kemudian adalah milik pemilik tanah. (1)
_________
(1)Kleyn M.M, Ichtisar Hukum Benda Belanda, Compedium Hukum Belanda, dalam Djuhaendah Hasan, op. Cit., hlm. 74.
Asas pemisahan horizontal (horizontale scheiding)
Dalam asas ini, bangunan dan tanaman yang ada di atas tanah bukan merupakan bagian dari tanah. Hak atas tanah tidak dengan sendirinya meliputi pemilikan bangunan dan tanaman yang ada di atasnya.
Perbuatan hukum mengenai tanah tidak dengan sendirinya meliputi bangunan dan tanaman milik yang punya tanah yang ada di atasnya. Jika perbuatan hukumnya dimaksudkan meliputi juga bangunan dan tanamannya, maka hal ini secara tegas harus dinyatakan dalam akta yang membuktikan dilakukannya perbuatan hukum yang bersangkutan.
Pendapat Sudargo Gautama:(1) yang mengatakan bahwa menurut hukum adat yang berlaku, untuk tanah milik dibedakan antara tanah dan rumah atau bangunan yang didirikan di atasnya. Tanah dan rumah batu yang didirikan di atasnya di pandang terpisah, bukan sebagai kesatuan hukum sebagai yang di tentukan dalam hukum barat. Dan bisa juga menurut pendapat Van Dijk :(2) mengatakan bahwa hak atas tanah dan segala benda yang berada di atas tanah adalah dua soal yang berlainan yaitu rumah dan perkarangan, tanah dan tanaman masing-masing mungkin menjadi milik orang.
__________
(1) Sudargo Gautama, Masalah Agraria, Alumni, Bandung 1973, hlm. 57
(2) Van Dijk, Pengantar Hukum Adat Indonesia, dalam Djuhaedah Hasan, op. Cit., hlm. 84.
Dalam asas ini, bangunan dan tanaman yang ada di atas tanah merupakan satu kesatuan, bangunan dan tanaman tersebut bagian dari tanah yang bersangkutan. Hak atas tanah dengan sendirinya, karena hukum meliputi juga pemilikan bangunan dan tanaman yang ada di atas tanah yang dihaki, kecuali kalau ada kesepakatan lain dengan pihak yang membangun dan menanamannya.
Kleyn mengatakan bahwa dalam pertumbuhan milik ada dua pokok, yaitu 1) Pemilik suatu benda adalah pemilik semua bagian- bagiannya; 2) Superficies solo cedit, artinya tanaman-tanaman dan bangunan di bawah dan di atas tanah yang secar kekal dan menyatu dengan tanah, kecuali hal-hal yang diuraikan kemudian adalah milik pemilik tanah. (1)
_________
(1)Kleyn M.M, Ichtisar Hukum Benda Belanda, Compedium Hukum Belanda, dalam Djuhaendah Hasan, op. Cit., hlm. 74.
Asas pemisahan horizontal (horizontale scheiding)
Dalam asas ini, bangunan dan tanaman yang ada di atas tanah bukan merupakan bagian dari tanah. Hak atas tanah tidak dengan sendirinya meliputi pemilikan bangunan dan tanaman yang ada di atasnya.
Perbuatan hukum mengenai tanah tidak dengan sendirinya meliputi bangunan dan tanaman milik yang punya tanah yang ada di atasnya. Jika perbuatan hukumnya dimaksudkan meliputi juga bangunan dan tanamannya, maka hal ini secara tegas harus dinyatakan dalam akta yang membuktikan dilakukannya perbuatan hukum yang bersangkutan.
Pendapat Sudargo Gautama:(1) yang mengatakan bahwa menurut hukum adat yang berlaku, untuk tanah milik dibedakan antara tanah dan rumah atau bangunan yang didirikan di atasnya. Tanah dan rumah batu yang didirikan di atasnya di pandang terpisah, bukan sebagai kesatuan hukum sebagai yang di tentukan dalam hukum barat. Dan bisa juga menurut pendapat Van Dijk :(2) mengatakan bahwa hak atas tanah dan segala benda yang berada di atas tanah adalah dua soal yang berlainan yaitu rumah dan perkarangan, tanah dan tanaman masing-masing mungkin menjadi milik orang.
__________
(1) Sudargo Gautama, Masalah Agraria, Alumni, Bandung 1973, hlm. 57
(2) Van Dijk, Pengantar Hukum Adat Indonesia, dalam Djuhaedah Hasan, op. Cit., hlm. 84.
Hak Asasi Manusia (HAM)
Bagi suatu Negara HAM adalah salah satu tiang penting untuk menopang terbangun tegaknya sebuah Negara demokrasi. Pembukaan UUD 1945 yang ditetapkannya tanggal 18 Agustus 1945 merupakan piagam HAM pertama Indonesia, yang lahir lebih dulu disbanding pernyataan HAM se Jagad oleh PBB. Tap MPR yang membahas tentang HAM menegaskan bahwa :
1. Menugaskan kepada lembaga-lembaga tinggi Negara dan seluruh aparatur pemerintah untuk menghormati, menegakkan, dan menyebarluaskan pemahaman mengenai hak asasi manusia kepada seluruh masyarakat.
2. Menugaskan kepada presiden RI dan DPR uintuk meratifikasi berbagai instrument perserikatan Bangsa-bangsa tentang hak asasi manusia, sepanjang tidak bertentangan dengan pancasila dan UUD 1945.
3. Penghormatan hak asasi manusia oleh masyarakat dilaksanakan melalui gerakan kemasyarakatan atas dasar kesadaran dan tanggung jawabnya sebagai warga Negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
4. Pelaksanaan penyuluhan, pengkajian, pemantauan, penelitian dan mediasi tentang hak asasi manusia, dilakuaknoleh komisi nasional hak asasi manusia yang ditetapkan dengan Undang-undang.
1. Menugaskan kepada lembaga-lembaga tinggi Negara dan seluruh aparatur pemerintah untuk menghormati, menegakkan, dan menyebarluaskan pemahaman mengenai hak asasi manusia kepada seluruh masyarakat.
2. Menugaskan kepada presiden RI dan DPR uintuk meratifikasi berbagai instrument perserikatan Bangsa-bangsa tentang hak asasi manusia, sepanjang tidak bertentangan dengan pancasila dan UUD 1945.
3. Penghormatan hak asasi manusia oleh masyarakat dilaksanakan melalui gerakan kemasyarakatan atas dasar kesadaran dan tanggung jawabnya sebagai warga Negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
4. Pelaksanaan penyuluhan, pengkajian, pemantauan, penelitian dan mediasi tentang hak asasi manusia, dilakuaknoleh komisi nasional hak asasi manusia yang ditetapkan dengan Undang-undang.
Rabu, 15 Desember 2010
Cita Masyarakat Madani
Menjelang berakhirnya Abad ke-20, gelombang liberalisme baru berkembang dimana-mana dan diiringi pula dengan kegagalan paham sosialisme lama di berbagai penjuru dunia. Berkaitan dengan itu, pengertian-pengertian yang berkenaan dengan pentingnya meningkatkan keberdayaan masyarakat madani atau civil society dalam hubungan antara Negara (state), masyarakat (society), dan pasar (market), untuk menjamin peradaban bangsa di masa depan, ketiga wilayah (domain) Negara, masyarakat dan pasar, sama-sama harus dikembangkan keberdayaannya, dalam hubungan yang fungsional, sinergis dan seimbang.
Negara hendaknya tidak mencampuri (interventionist) terlalu jauh ke dalam mekanisme pasar dan demikian pula ke dalam domain public(society).
Dalam perumusan Undang-Undang Dasar, yang di satu segi perlu mengadopsikan gagasan welfare state dan paham demokrasi ekonomi ke dalamnya tetapi di segi yang lain, jangan sampai hanyut dengan menentukan hal-hal yang seharusnya merupakan domain publik dan domain pasar diatur oleh Negara.
Yang termasuk ke dalam domain publik rublic domain, sebagai urusan masyarakat (society dan urusan ekonomi pasar (market). Biarlah diatur tersendiri melalui mekanisme yang hidup dalam masyarakat dan dalam dinamika ekonomi pasar itu sendiri.
Yang penting untuk disadari bahwa institusi negara dibentuk, tidak dengan maksud untuk mengambil alih fungsi-fungsi yang secara alamiah dapat dikerjakan sendiri secara lebih efektif dan efisien oleh institusi masyarakat. Institusi Negara dibentuk justru dengan maksud untuk makkin mendorong tumbuh dan berkembangnya peradaban bangsa Indonesia, sesuai dengan cita dan citra masyarakat madani yang maju, mandiri, sejahtera lahir batin, demokratis dan berkeadilan.
Dalam hubungan itulah, maka Undang-Undang Dasar ini diharapkan dapat berfungsi efektif sebagai sarana pembaruan (tool of reformation) secara bertahap tetapi berkesinambungan dalam rangka perekayasaan (constitutional engineering) ke araha perwujudan cita-cita masyarakat madani.
Kesepuluh prinsip dasar tersebut sejalan dan terkait erat dengan lima dasar atau sila yang dirumuskan sebagai dasar Negara Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Kesepuluh prinsip tersebut haruslah menjiwai kebijakan-kebijakan kenegaraan dan pemerintahan, baik di tingkat pusat maupun daerah.
Kebijakan – kebijakan kenegaraan dan pemerintahan itu dituangkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan, mulai dari yang paling tinggi yaitu Undang-Undang Dasar sampai ke yang paling tinggi yaitu Undang-Undang Dasar sampai ke yang paling rendah yaitu Peraturan Daerah. Peraturan Bupati dan Walikota, dan bahkan Peraturan Desa.
Negara hendaknya tidak mencampuri (interventionist) terlalu jauh ke dalam mekanisme pasar dan demikian pula ke dalam domain public(society).
Dalam perumusan Undang-Undang Dasar, yang di satu segi perlu mengadopsikan gagasan welfare state dan paham demokrasi ekonomi ke dalamnya tetapi di segi yang lain, jangan sampai hanyut dengan menentukan hal-hal yang seharusnya merupakan domain publik dan domain pasar diatur oleh Negara.
Yang termasuk ke dalam domain publik rublic domain, sebagai urusan masyarakat (society dan urusan ekonomi pasar (market). Biarlah diatur tersendiri melalui mekanisme yang hidup dalam masyarakat dan dalam dinamika ekonomi pasar itu sendiri.
Yang penting untuk disadari bahwa institusi negara dibentuk, tidak dengan maksud untuk mengambil alih fungsi-fungsi yang secara alamiah dapat dikerjakan sendiri secara lebih efektif dan efisien oleh institusi masyarakat. Institusi Negara dibentuk justru dengan maksud untuk makkin mendorong tumbuh dan berkembangnya peradaban bangsa Indonesia, sesuai dengan cita dan citra masyarakat madani yang maju, mandiri, sejahtera lahir batin, demokratis dan berkeadilan.
Dalam hubungan itulah, maka Undang-Undang Dasar ini diharapkan dapat berfungsi efektif sebagai sarana pembaruan (tool of reformation) secara bertahap tetapi berkesinambungan dalam rangka perekayasaan (constitutional engineering) ke araha perwujudan cita-cita masyarakat madani.
Kesepuluh prinsip dasar tersebut sejalan dan terkait erat dengan lima dasar atau sila yang dirumuskan sebagai dasar Negara Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Kesepuluh prinsip tersebut haruslah menjiwai kebijakan-kebijakan kenegaraan dan pemerintahan, baik di tingkat pusat maupun daerah.
Kebijakan – kebijakan kenegaraan dan pemerintahan itu dituangkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan, mulai dari yang paling tinggi yaitu Undang-Undang Dasar sampai ke yang paling tinggi yaitu Undang-Undang Dasar sampai ke yang paling rendah yaitu Peraturan Daerah. Peraturan Bupati dan Walikota, dan bahkan Peraturan Desa.
Langganan:
Postingan (Atom)